“Ayo pulang!” ucap Biru, mencengkeram tangan gadis itu. “Tidak mau! Pulang kemana? Itu bukan rumahku!” ucap Shayu mencoba untuk melepaskan tangan kekar itu, otot kehijauan mulai terlihat di kulit putih Albiru. “Mansion itu akan menjadi tempat tinggalmu! Mashayu!” Biru semakin mengeratkan genggaman tanganya. “Akhh! Shayu! Kau!” pria itu tiba-tiba memekik kesakitan saat Shayu menggigit tangannya, seketika Albiru melepaskan tawanan yang telah berhasil ditangkapnya itu. “Rasakan!” Mashayu berlari sekuat tenaganya, namun dengan sigap kawanan pengawal Albiru kembali menangkapnya. “Bawa dia masuk ke mobil!” perintah Albiru, seketika pria-pria berpakaian hitam itu membawa Shayu masuk. “Baik tuan,” jawab mereka serempak. Mashayu berontak, hingga ia kembali menggigit para bodyguard itu dengan sisa tenaga yang ia miliki. “Akh! Nona kenapa kau hobi sekali menggigit!” ucap salah seorang pengawal. “Rasakan! Aku bisa saja memakan dagingmu jika aku mau!” ucap gadis yang mulai pucat itu, ia ke
“Bagaimana keadaannya Dok?” tanya Albiru pada dokter itu. “Umm.. tidak ada masalah tuan,” ucap dokter sambil memeriksa bagian luka Shayu. “Apa anda yakin?” Albiru ikut mengamati kaki Mashayu. “Yakin, tuan. Hanya perlu dua atau tiga jahitan dan luka ini akan segera hilang,” dokter itupun mulai memebersihkan luka di telapak kaki Mashayu. Kemudian dikeluarkannya alat jahit medis, Shayu bergidik ngeri. “Ahh!” pekik gadis itu saat dokter menyuntiknya bius di bagian yang akan dilakikan tindakan. “Maaf Nona,” ucap dokter itu. Albiru menatap gadisnya yang tengah kesakitan selama proses penjahitan. “Dok, apa kau yakin itu mati rasa?” tanya Albiru. “Iya tuan,” jawab sang dokter sambil melanjutkan kegiatannya. “Tapi, kenapa dia sangat kesakitan?” tanya pria itu sedikit menampakkan kekhawatiran. “Aku tidak sedang kesakitan Biru!” “Aku hanya ngeri melihat jarum jahit,” kini Shayu mengeluarkan suaranya. “Tidak apa nona, ini tak akan lama lagi, dan setelah ini luka anda akan segera pulih,”
Albiru masuk ke kamar Mashayu dengan diikuti Rida, pelayannya dari belakang. Tampak gadis itu masih terbaring di atas tempat tidur. "Rida, suruh dia makan! aku ingin melihatnya!" perintah Albiru, dan seketika mendekati Mashayu yang masih tak mau menatap ke arah Albiru. "Nona, maaf ini makanannya," ucap pelayan wanita itu. "Sudah kubilang, aku tidak lapar!" ucap Mashayu ketus. "Tapi, tuan meminta anda untuk makan, Nona," tutur Rida lembut. "Suruh saja dia yang makan!" Mashayu masih saja menolak, sedangkan perutnya kian berbunyi menandakan jika empunya sedang kelaparan. "Nona.. " "Apa? cepat bawa nasi itu pergi!" Albiru yang hanya memperhatikan sejak tadi, kemudian merasa geram pada gadis itu dan menghampirinya, ia bahkan tau jika Mashayu sedang kelaparan."Rida, pergilah," ucap pria itu sambil meraih piring di tangan pelayannya. Wanita itupun mengangguk dan keluar dari sana meninggalkan tuannya bersama gadisnya. "Apa kau mau mati kelaparan?" tanya Albiru dengan sepiring nasi di
“Jangan menyentuhku!” ucap Shayu berusaha melepaskan diri dari pria itu. “Biru!” “Lepaskan!” bagaikan mendapat dorongan semangat, nyatanya pria itu justru semakin liar menjelajahi tubuh indah Mashayu, Shayu menggunakan segala kekuatannya agar bisa lolos dari pria kejam dan mes*m itu. Tetapi, tetap saja sepertinya tenaga mereka sangat berbeda jauh. Bagaimanapun Shayu adalah seorang wanita, tentu saja ia tak dapat melawan pria kekar itu. Ada desiran aneh saat mata mereka saling bertemu, namun rasa kesal dan benci begitu mendominasi sehingga membuat gadis itu memiliki tenaga lebih untuk mendorong Albiru. “Sudah kubilang jangan menyentuhku!” “UKHH!” Shayu mendorong dan menendang tubuh pria yang sedang mengungkungnya tersebut, hingga terjatuh ke lantai. “Sial, tubuh sekecil itu, nyatanya bisa menjatuhkanku,” batin Albiru , dia meringis kesakitan, mendapati bagian tubuhnya yang menghantam lantai marmer kamar itu. Shayu berlari menuju pintu keluar, ia tak sanggup untuk berada di dekat
"Bu, apa yang ibu katakan?" tanya Mashayu saat mendengar ibunya mengatakan hal yang menurutnya gila. "Nak, ibu tak mau melihatmu terus menderita, lebih baik menikah saja dengan Albiru!" "Tidak Bu, Shayu tidak mau!" ucap gadis keras kepala itu pada ibunya, sebenarnya Shayu tak pernah membantah perintah atau perkataan ibunya namun ia terpaksa harus menolaknya jika sang ibu meminta gadis itu untuk menikah dengan pria yang sangat ia benci. "Belum menikah saja sudah berniat jahat! apa lagi setelah menikah, apa ibu mau Shayu lebih disiksa lagi?" "Nak. dengarkan ibu, sepertinya dia itu pria yang baik," Laras semakin membuat Mashayu terintimidasi. "Apa ibu bilang?" "Dia itu jahat Bu, dia telah membuat hidup kita menjadi seperti ini, tidak ada pria baik yang memanfaatkan ketidakberdayaan orang lain, tidak ada orang baik yang menjadikan kelemahan orang lain untuk kepentingannya sendiri," gadis itu masih saja melanjutkan pendapatnya tentang Albiru. "Tapi Nak, waktu kita tidak banyak lagi
Mashayu menutup pintu kamarnya dengan kasar, hatinya bergemuruh, dadanya sesak dan meluap-luap mendengar ibunya memintanya untuk menikah dengan Albiru. Mashayu tak menyangka jika ibunya akan menyerah secepat itu. Memberikan dirinya kepada rentenir kejam dan tidak tau diri itu, bukankah suatu kebodohan untuk menyerah sebelum berperang, meskipun selama ini ia sudah cukup bertahan dengan keadaan. Walaupun hasil kerjanya kerasnya tak pernah terlihat dan tersentuh olehnya, tetapi paling tidak gadis itu dapat sedikit demi sedikit melepas ikatan kencang yang menghubungkan dirinya dengan Albiru dengan membayar cicilan hutangnya pada rentenir itu, sedikit demi sedikit. Semata-mata Shayu lakukan agar dia dan keluarganya bisa terlepas dari jeratan Albiru Declaire. "Shayu," terdengar Laras kembali memanggil namanya. Namun Shayu sama sekali tidak menjawab panggilan ibunya. "Nak, ya sudah jika kau masih membutuhkan waktu untuk berfikir, tapi ingat bulan depan adalah acara pertunanganmu dengan Na
Di ruang personalia tersebut, Mashayu sedang berhadapan dengan interviewer-nya. Gadis itu gugup dan sesekali membetulkan anak rambutnya yang terjatuh begitu saja. “Jangan tegang Mashayu,”ucap sang penginterview, yang juga berprofesi sebagai Flight Attendant. “Ma-maaf Bu, entah bagaimana rasanya, saya begitu gugup,” jawab Shayu dengan jujur. “Saya lihat dari dokumen yang kamu bawa, semuanya sudah memenuhi kualifikasi, dan saya cukup takjup dengan nilai IPK kamu,” pramugari tersebut membuka lembar demi lembar dokumen Mashayu. “Baiklah, cukup sampai di sini ya wawancaranya, hasilnya akan saya kirim via e-mail,” Shayu pun mengangguk mendengar penuturan wanita cantik itu, kemudian berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Shayu pulang ke rumah dengan perasaan yang berbunga, entah mengapa ia merasa jika dirinya akan diterima bekerja di perusahaan bonafit tersebut. Namun, senyuamannya menghilang saat dilihatnya sang ibu sedang menunggu kedatangannya di teras rumah mereka. “Ibu,” ucap Shayu
Mashayu berontak, menghindar dan mendorong dada bidang Albiru dengan sekuat tenaganya. Namun, lagi-lagi nasib baik belum berpihak pada gadis malang itu, genggaman tangan Biru pada pergelangannya begitu kuat, tenaga gadis kecil sepertinya tentu saja tak akan mampu menandingi pria sixpack seperti Albiru Declaire “Masuk!” ucap Biru pada gadis yang dicengkeramnya dengan kuat itu. Aroma parfum white rose bercampur vanilla begitu membangunkan insting liar pria bermata biru tersebut. “Shayu, kau tertangkap!” ucap Biru sambil memasukkan tawanannya ke mobil sport berlabang empat lingkaran miliknya. Mashayu menciptakan jarak antara tubuhnya dengan sang pria untuk mengambil ancang-ancang. “Kau salah Albiru!” Shayu berhasil menendang selah-selah pangkal pa*a pria itu dengan menggunakan lututnya, Biru memekik, kesakitan dan terjatuh ke aspal. Lalu lalang jalan kota itu sedang sangat padat, hingga banyak mata yang menyaksikan adegan pertandingan tersebut. “Sudah kubilang jangan mengganggu! Jika