Share

Cambuk

Usai merapikan diri, Rani membawaku keluar kamar.

"Rani," panggilku menaruh curiga padanya.

"Nona, tenanglah! Tuan ingin mengajak anda makan bersama," katanya sambil menutup pintu kamar kembali.

"Bersama?" Aku memperlihatkan wajah tak suka kala mendengar hal itu. Aku tak mau makan bersama orang gila itu. "Aku tidak mau. Aku tidak akan makan malam hari ini."

"Nona, Tuan memintanya."

"Tidak!" Jawabku kekeh. Aku membuka pintu dan kembali ke kamar. Tidur dengan perut lapar lebih baik dari pada harus makan bersamanya.

Kutarik selimut hingga menutupi wajahku.

"Nona," panggil Rani kembali.

"Tidak ya tidak." Bantahku, tak mau makan bersama.

"Kumohon Nona, kasihani saya. Jika nona tid...,"

"Aku perduli padamu Rani, tapi apa kau tak kasihan padaku?" Ucapku memotong perkataan Rani. Aku tahu, tapi... arghhh. Aku benar- benar membenci situasi ini.

"Ada apa ini?" Suara seorang lelaki terdengar mengerika. Lagi- lagi Rani adalah kelemahan utamaku disini. Sial! Akupun takut.

"Tu... Tuan, maafkan sa... ya." Kudengar Rani ketakutan meminta maaf. Padahal dia tak melakukan kesalahan. Apa hidup sebagai pekerja seperti itu? Aku belum pernah bekerja. Tapi aku sangat menginginkan hal itu.

Tap... tap... tap.

Langkah kaki itu terdengar mendekat. Haruskah aku buka selimutku? Ya Tuhan, tolong aku dan Rani.

"Ambilkan cambuk di bawah!"

"Ap... ap... apa?" Ucap Rani gelagapan.

Hidungku kembang kempis. Jantung berdetak dengan cepat. "Dasar Monster!" Umpatku sangat pelan, hingga seekor semut-pun tak mampu mendengarnya.

"SEGERA!" Bentak Lelaki Jahanam itu.

Langkah Rani terbirit keluar. Sementara aku, tubuhku bergemetar hebat. Dia akan mencabuk tubuhku. Apa aku harus membuka selimutku. Ya aku harus menghadapi lelaki itu. Ku buka berlahan selimutku dan sedikit mengitip ke adaan. Dia berdiri tegak memandang ke arahku dengan mata elangnya. Predator dan aku adalah mangsanya.

Aku bangkit dan memilih duduk di ranjang,  sambil menundukan kepalaku.

Tak ada kata yang keluar darinya maupun dariku. Hingga Rani datang dengan tergesa- gesa sambil membawa cemeti yang akan di gunakan untuk mencambukku. Kuredam rasa takutku. Aku menggenggam sprei dan menggigit bibir bawahku. Pasti terlihat jelas jika aku ketakutan.

"Tu... an," ucap Rani sambil menyodorkan cambuk tersebut. Lelaki itu langsung mengambil dan memainkan cemeti itu di tangannya.

"Berdiri di depanku!" Kata lelaki itu.

Dengan ragu, aku langsung berdiri di hadapannya. Kaki terasa lemah dan berat untuk melangkah. Ku lirik Rani, matanya terlihat berkaca- kaca.

"Bukan kau Wanita Jalang."  Perkataannya membuat mataku terbelalak. Apa? Bukan aku? Apakah Ran...,

"Rani,"

"Ya Tuan."

"Cepat berdiri di depanku, dan membungkuk!"

"Eum... mm, bai... ik." Rani bersiap melangkah. Aku tidak bisa membiarkan gadis itu terluka karena kesalahanku.

"Tunggu!" Kutatap wajah lelaki bertopeng itu dengan berani.

Dia kembali menatapku tajam.

"Cambuk aku saja! Dan biarkan Rani bebas."

"Hehh, masih ada nyali? Ternyata kau dermawan juga. Tapi aku...," ucapnya terhenti beberapa detik, lalu kembali berkata, "Aku akan memberikan hukuman lain padamu."

Mbugggghhh

"Arrghkkk... hiks!"

Aku tercengang dengan apa yang dia lakukan, dia tidak main- main dengan ucapannya. Tanpa rasa kasihan sedikitpun ia mencambuk punggung Rani.

Saat dia ingin kembali mencambuk tubuh Rani untuk kedua kalinya. Aku segera berlari ke hadapannya untuk melindungi tubuh Rani.

Mbughhh...

Sakit, sakit sekali. Cambuk itu terjatuh setelah mengenaiku. Biarlah sakit. Aku tidak akan memohon kepadanya untuk rasa sakit ini. Pandanganku teralihkan pada sosok lelaki yang tengah bersandar di ambang pintu sambil menyedekapkan kedua tangannya di dada. Ya dia Xiloe.

"Arghhkkk...agh," erangku menahan sakit. Rani mengenggam tanganku. Sementara lelaki ini masih terdiam di posisi yang sama.

Siapa lelaki kejam ini? Ku lirik lagi ke arah pintu. Namun sudah tak ada lagi sosok lelaki itu.

"Kau keluar Rani!" Titahnya pada Rani.

"Tu... an," ucapnya sambil memadang diriku. Ku anggukan kepalaku, agar dia keluar dari tempat laknat ini. "Pergilah! Aku tak apa." Ucapku pada Rani.

"Tap..."

"Pergi!" Sanggahku acuh.

Rani pun pergi dengan jalannya yang tertatih.

Lelaki itu jongkok mendekatiku. "Kau suka?" Tanyanya padaku. Aku hanya diam.

" Sepertinya kau belum sadar siapa dirimu. Apa perlu ku ingatkan?" Dia mulai membalik tubuhku dan menyobek gaun putih yang menutupi tubuhku.

"Ap...apa mau mu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status