Kesucian Dara direnggut paksa oleh Bimo—pemuda yang mengaku mencintainya. Dara merasa hancur dan ingin mengakhiri hidup. Akan tetapi, Dokter Revan tiba-tiba muncul dalam hidup Dara. Siapa Dokter Revan sebenarnya? Apakah Dara tetap dengan niatnya untuk mengakhiri hidup?
Lihat lebih banyak🏵️🏵️🏵️
“Jangan sentuh aku! Pergi dari hadapanku!”
“Tolong kontrol dirimu, Sayang. Dia orang baik yang akan membantumu.”
“Dara nggak mau, Bunda. Dara takut. Selamatkan Dara dari tangan kotornya. Kalau Bunda nggak mau bantu, Dara akan kembali melakukan hal yang sama, menyayat pergelangan tangan Dara. Bunda tahu sendiri, kan, kalau Dara selalu memegang silet ini untuk melindungi diri dari mereka yang ingin menyakiti Dara.”
“Bunda mohon, Sayang, jangan lakukan itu lagi. Bunda nggak kuat melihat kamu tersiksa seperti ini.”
“Usir dia, Bunda. Dara nggak mau lihat wajahnya. Dia sama saja dengan laki-laki jahat yang telah menyiksa dan menghancurkan masa depan Dara.”
“Bukan, Sayang. Dia tidak sama dengan laki-laki yang menyakitimu, dia orang baik. Dia seorang dokter.”
“Dara benci laki-laki! Dara tidak mau melihatnya ada di sini!”
“Dia Dokter Revan, Sayang.”
“Dara nggak peduli! Usir dia, Bunda!”
Ayah dan Bunda membawaku ke ruangan yang serba putih ini. Mereka mengaku supaya aku mendapatkan pelayanan terbaik atas apa yang telah menimpa hidupku.
Masih sangat jelas dalam ingatanku kejadian dua minggu yang lalu. Saat itu, laki-laki yang telah kupercaya, dengan tega menghancurkan impian dan masa depanku. Dia telah merenggut sesuatu yang amat berharga dalam hidupku. Dia Bimo, kekasihku.
🏵️🏵️🏵️
Tiga bulan lamanya, aku dan Bimo menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Dia mengutarakan perasaannya kepadaku saat kami berada di taman kampus.
“Setelah mengenalmu dalam beberapa bulan ini, aku memiliki perasaan lebih untukmu. Dara, maukah kamu menjadi orang yang sangat penting dalam hidupku?” Aku sangat terharu mendengar pengakuannya kala itu.
Aku menyadari perhatian dan rasa peduli yang dia tunjukkan dalam beberapa bulan sejak kami kenal. Dia sangat lembut memperlakukanku. Dia juga selalu ada untukku.
Oleh karena aku juga memiliki perasaan yang sama dengannya, akhirnya tanpa menunggu lebih lama lagi, aku pun menerima cintanya.
“Iya, Bim ... aku mau,” jawabku malu-malu.
Tingkah Bimo seperti anak kecil saat aku menerima perasaannya. Dia mengangkat tubuhku sambil berputar-putar.
“Bimo, turunin aku! Gimana kalau yang lain lihat?” pintaku kepadai. Akhirnya, dia menurunkanku.
“Maaf, Ra.”
“Iya.”
“Makasih karena kamu membalas perasaanku. Ternyata kamu juga memiliki perasaan yang sama denganku. Mulai sekarang, kamu kekasihku.” Dia mendekatkan wajahnya dan tampak ingin menciumku.
Tanpa pikir panjang, aku langsung menolaknya. “Maaf, Bim. Jangan!” Aku mendorongnya pelan.
“Kita udah pacaran. Bukannya wajar kalau aku menciummu?” Aku tidak menyangka kalau dia mengeluarkan kata-kata itu.
“Tapi aku nggak suka dan nggak mau, Bimo. Pacaran itu tidak harus melakukan sentuhan fisik.” Aku memberikan penjelasan dan pengertian kepadanya.
“Okeh, kalau itu yang terbaik, aku nggak akan menyentuhmu.” Akhirnya, dia pun mengerti.
🏵️🏵️🏵️
Semenjak aku dan Bimo menjalin hubungan, sudah beberapa kali dia mencoba menyentuhku. Namun pada akhirnya, dia meminta maaf lagi dan lagi.
Aku bingung dengan sikapnya. Dia selalu mengaku sangat mencintaiku. Namun, kenapa tingkahnya tidak menunjukkan rasa cinta itu?
Hampir setiap bertemu dan berbicara berdua, dia sering ingin mencoba menyentuhku, tetapi aku selalu berhasil menolak dan menghindar.
Sebulan setelah kami menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, Bimo kembali melakukan kesalahan. Saat malam Minggu kala itu, dia membawaku ke tempat yang sangat romantis menurutku, suasananya sangat hening dengan diiringi alunan lagu syahdu.
Di tempat itu, Bimo memegang pipiku lalu tangannya turun memegang kedua lenganku. Dia berusaha kembali menciumku, tetapi aku mendorong tubuhnya.
“Jangan, Bim!”
“Apa salahnya, sih, Ra? Kita udah pacaran sebulan, sedikit pun kamu belum pernah memberikan sesuatu yang berkesan padaku.”
“Aku udah bilang sebelumnya, cinta itu tidak harus dibuktikan dengan sentuhan fisik.”
“Hanya sebatas ciuman aja, kamu nggak bisa memberikan itu padaku sebagai pacar, juga laki-laki yang kamu cintai?”
“Aku tetap nggak bisa, Bim!”
“Ya, udah, terserah kamu aja.” Bimo tampak sangat kecewa malam itu. Akhirnya, dia mengajakku pulang.
Aku tidak tahu harus berbuat apa dan tidak mampu untuk berpaling karena aku sudah telanjur mencintainya. Harapanku kala itu hanya satu, semoga dia mengerti dengan jalan pikiranku.
🏵️🏵️🏵️
Pada bulan ketiga hubungan kami, Bimo kembali mengajakku ke suatu tempat. Ternyata dia membawaku ke vila milik keluarganya.
Dia menjelaskan bahwa dirinya ingin memberikan kejutan kepadaku. Aku dengan polosnya langsung memenuhi permintaannya.
Setelah tiba di vila, hatiku mulai gundah dan bercampur takut. Aku tidak tahu apa sebenarnya tujuan Bimo membawaku ke tempat itu. Aku berusaha bersikap biasa dan tidak ingin menunjukkan kegundahan yang ada.
“Masuk, yuk.” Dia mengajakku memasuki salah satu kamar di vila itu.
“Kenapa harus masuk kamar, Bim?” tanyaku heran.
“Ngobrol di dalam lebih enak.” Dia memberikan alasan.
“Tapi kita nggak harus ngobrol di kamar yang sama, Bim. Di luar lebih enak sambil menikmati pemandangan.”
“Nggak apa-apa, dong. Kamu, kan, pacarku. Udah, masuk aja.” Dia meraih tanganku dan membawaku memasuki kamar. Aku sangat terkejut karena dia menutup pintu lalu menguncinya.
“Kenapa pintunya dikunci, Bim?" tanyaku dengan perasaan tidak menentu.
“Ini saat yang kutunggu-tunggu, Dara.”
“Apa maksud kamu, Bim? Jangan mendekat!” Dia makin melangkah ke arahku.
“Tiga bulan kita pacaran, tapi belum pernah sekali pun aku mendapatkan ciuman darimu. Kamu memintaku untuk tetap diam. Terus terang aku nggak sanggup, Ra. Saat ini aku akan memberikan kenikmatan itu padamu. Kita akan terbang jauh bersama mencapai indahnya surga dunia.” Dia menarik tanganku.
“Jangan, Bim, aku mohon! Jangan lakukan ini. Aku mencintaimu.”
“Cinta tidak cukup hanya di mulut, harus ada bukti. Hari ini kita akan membuktikan cinta itu, yang kita lakukan hari ini adalah sebuah pembuktian cinta.”
“Jangan, Bim!” Dia memaksa merebahkan tubuhku ke tempat tidur.
Dia mulai melepaskan apa yang melekat pada tubuhku. Aku tetap berusaha meronta, tetapi apalah arti tenagaku dibanding tenaganya yang jauh lebih besar.
Dia telah berhasil merenggut sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku, sesuatu yang sepantasnya aku berikan kepada suami tercinta kelak. Noktah merah segar itu membuat hatiku makin hancur hingga aku merasa tidak berguna lagi.
“Mulai sekarang, lupakan aku! Anggap kita tidak pernah saling kenal. Terima kasih atas sesuatu yang kamu berikan padaku.” Aku tidak pernah menyangka akan mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Kamu jahat, Bimo! Kenapa kamu tega melakukan semua ini padaku?” Aku menangis sejadi-jadinya.
Dia hanya terdiam dan tidak menggubrisku sama sekali. Dia dengan kejam dan tega memilih pergi meninggalkanku di tempat itu.
Sekarang, hidupku telah hancur dan tidak berarti karena tidak memiliki masa depan lagi. Dia yang kucintai dengan tega merenggut segalanya. Aku merasa sudah tidak pantas lagi untuk hidup. Mungkin lebih baik aku pergi meninggalkan semuanya.
==========
🏵️🏵️🏵️Aku tidak ingin melihat keluarga Mas Revan menanggung malu karena perbuatan Bimo. Aku sudah ikhlas menerima kenyataan kelam yang terjadi di masa lalu. Mungkin peristiwa itu merupakan jalan untuk mempertemukan aku dengan suami dan mertua yang sangat menyayangiku.Mereka selalu memberikan kasih sayang penuh kepadaku hingga membuatku terharu. Aku pun dengan ikhlas telah berhasil memberikan hati dan segenap jiwaku kepada Mas Revan yang sangat mencintaiku. Aku bangga dan bersyukur menjadi wanita yang selalu mengisi hari-harinya. “Kita harus segera ke rumah sakit, Van,” ajak papa mertua.“Auh!” erangku karena tiba-tiba merasakan sakit luar biasa di bagian perut.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Mas Revan.“Perutku sakit banget, Mas.” Aku menggenggam tangannya.“Mungkin Dara mau melahirkan, kita harus ke rumah sakit sekarang,” tebak mama mertua lalu segera bersiap-siap.Mas Revan mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk persalinanku, setelah itu kami segera menuju rumah sakit.“Sakit
🏵️🏵️🏵️Hari ini, usia kehamilanku memasuki delapan bulan. Perhatian Mas Revan membuatku ingin selalu berada di sisinya. Dia mengaku kalau aku makin manja dan harus benar-benar disayang sepenuh hati.“Mas, aku pengen makan nasi goreng buatan kamu,” pintaku saat jarum jam telah menunjukkan pukul 23.30 Wib.Mas Revan selalu menyempatkan waktu memasak nasi goreng untukku semenjak usia kandunganku tujuh bulan. Aku juga sangat heran, setelah kandunganku melewati bulan keenam, selera makan makin meningkat, tetapi paling uniknya harus nasi goreng masakan Mas Revan. Dia menyebut keinginanku itu bukan mengidam, tetapi ketagihan.“Ini udah malam, Sayang. Besok aja, yah,” ucapnya memberi alasan.“Tapi aku maunya harus sekarang, titik dan nggak pakai koma!”Aku tetap bersikeras agar Mas Revan memasak nasi goreng. Dia pun segera duduk karena dari jam sembilan malam, kami berbaring sambil berbincang-bincang. Dia kemudian mengusap-usap perutku.“Anak Papa lapar, yah? Sebentar, yah, Papa masak dulu,
POV BIMO🏵️🏵️🏵️ Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, aku membawa Dara ke tempat yang telah kusiapkan khusus untuk kami berdua. Setelah tiba di depan vila, dia tampak sangat terkejut.“Ini di mana, Bim?” tanya wanita itu sambil melihat sekeliling.“Masuk, yuk, nanti juga kamu pasti akan tahu sendiri,” balasku lalu menggengam tangannya.“Aku bisa sendiri, Bim.” Dia menepiskan tanganku. Sombong banget, nih, cewek.Aku memintanya memasuki kamar yang telah kusiapkan. Awalnya, dia menolak, tetapi dengan niat yang sudah kurencanakan, aku meraih tangannya hingga masuk ke dalam. Pintu segera kututup dan kunci. Dia kembali terkejut dan memintaku untuk membukanya karena sedang berduaan.Aku dengan kasar menolak permintaannya dan mulai melaksanakan aksi dan rencanaku. Dia berusaha memberontak, tetapi sia-sia. Aku dengan semangat akhirnya merenggut sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.Ini merupakan pengalaman pertamaku melakukannya bersama gadis yang masih benar-benar polos,
POV BIMO🏵️🏵️🏵️Saat itu, aku sedang duduk di bangku kuliah semester dua dan kala itu sangat suka memperhatikan gadis yang hampir setiap hari menunggu angkutan umum di halte. Halte itu tepatnya berada tidak jauh dari salah satu SMA di kota ini. Seiring berjalannya waktu, rasa penasaranku makin bertambah kepadanya. Walaupun hanya melihatnya dari jarak jauh, tetapi aku telah memiliki perasaan lebih untuknya.Akhirnya, tanpa berpikir panjang lagi, aku memberanikan diri berkenalan dengannya, tetapi saat itu dia tidak sendiri, tetapi bersama temannya. Aku tidak menghiraukannya karena tujuanku ingin lebih mengenal gadis yang telah mengisi relung hatiku. Ternyata namanya Dara, nama yang sangat indah persis seperti orangnya.Setelah perkenalan itu, akhirnya kami makin dekat dan sikapnya menunjukkan kalau dia juga tertarik kepadaku. Dia berniat untuk melanjutkan kuliah di kampusku karena saat itu, dia duduk di bangku SMA kelas tiga. Dari niatnya sudah sangat jelas terlihat jika dia ingin sel
🏵️🏵️🏵️“Besok kita ke rumah orang tuaku, yah, Mas. Aku kangen mereka,” ajakku kepada Mas Revan. “Iya, Dek, kita perginya dari pagi aja karena aku juga libur.” Aku bahagia mendengar jawabannya.“Kita nginap, yah, Mas, satu malam aja.”“Kenapa harus minta izin? Tinggal nginap aja, nggak apa-apa.” Dia selalu mampu membuatku menjadi istri paling beruntung.“Makasih, Mas. Makin cinta, deh.” Aku membenamkan wajah ke dadanya.“Hm! Istri siapa, sih, manja banget.” Dia mengusap rambutku.“Istri Dokter Revan, dong. He-he!”“Makin hari rasa cintaku makin besar untukmu, Dek. Kamu anugerah terindah dalam hidupku. Kehidupanku jauh lebih berwarna setelah kehadiranmu. Kamu wanita sempurna bagiku.” Dia mencium kepalaku.“Aku jauh dari kata sempurna, Mas. Aku hanya wanita biasa yang sangat beruntung mendapatkan suami sepertimu. Bagiku, kamu pangeran berkuda yang dikirimkan untuk menjaga dan melindungiku.”“Makin dewasa, yah, istriku, nih.”“Harus, dong, Mas. Sebentar lagi akan menjadi seorang ibu ya
🏵️🏵️🏵️Hari ini, usia kehamilanku memasuki tiga bulan. Mas Revan mengajakku ke tempat praktik Dokter Mira.“Gimana bayi kami, Dok?” tanya Mas Revan setelah Dokter Mira selesai memeriksa kondisiku.“Perkembangannya bagus, tapi kalau bisa ibunya harus menambah porsi makannya lagi,” saran Dokter Mira.“Semenjak hamil, selera makan Dara sangat berkurang, Dok. Setiap mencium aroma masakan pasti langsung mual, terus muntah. Saya juga heran karena usianya sudah memasuki tiga bulan, tapi rasa mualnya seperti baru ngidam,” jelas Mas Revan.“Itu biasa, Dok. Ada juga yang mualnya sampai usia kehamilan delapan bulan. Jadi, jangan heran jika Dara mengalami hal yang sama. Kalau selera makannya masih tetap seperti sekarang, coba dialihkan ke makanan lain, yang penting mengandung karbohidrat dan protein.”“Baik, Dok, nanti saya akan cari makanan yang bisa diterima perutnya.”“Mbak Dara, gimana perasaannya sekarang?” tanya Dokter Mira kepadaku.“Sering lemas, sih, Dok. Mungkin karena sering muntah,”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen