Share

Tak Dianggap

Setelah perjalanan bulan madu yang tidak berkesan itu selesai, aku dan Arya kembali pulang ke kota kami, di sana aku tinggal di rumah Arya, dan putrinya yang bernama Larissa yang masih batita juga kini diasuh oleh ayah kandungnya sekarang, karena kini Arya sudah menikah jadi hak asuh putri semata wayangnya dengan mendiang istrinya itu kembali jatuh ke pelukannya.

"Aku sangat berterimakasih padamu Gadis, sekarang putri kecilku ini kembali lagi padaku, aku sangat bahagia. Dan kamu gak usah khawatir, kamu tidak perlu capek-capek mengurus Larissa, aku sudah menyewa baby sitter, jadi kamu tidak perlu khawatir. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu sukai, kembali bekerja atau bermain dengan teman-temanmu, terserah, kamu tidak perlu membebani dirimu sendiri dengan kewajiban sebagai istri maupun ibu, semuanya sudah kuatur, ada asisten rumah tangga dan baby sitter yang akan mengurus semuanya, jadi kamu tak perlu khawatir." ujar Arya padaku ketika berada di kamar. Karena aku tidak memiliki wewenang meskipun aku adalah istri sahnya, aku hanya mengangguk bagai kerbau dicocok hidungnya. Kali ini aku hanya ingin hidup dengan tenang, tekanan yang kudapatkan dari masyarakat tentangku dari semenjak aku belum menikah, membuat pikiran dan jiwaku lelah, sekarang aku tidak ingin menambah beban lagi dengan terus-terusan berteriak pada suamiku, 'HEI, AKU SEKARANG ADALAH ISTRIMU! AKU JUGA BERHAK MENGURUSMU DAN JUGA ANAKMU!' namun aku tak kuasa, aku terlampau lelah, biarlah, semua yang terjadi adalah bagian dari takdirku, dan aku berusaha untuk menerimanya. Kali ini aku takkan protes, aku hanya akan diam tak bersuara, meskipun aku bersuara pun, Arya ataupun orang-orang di dunia ini takkan peduli.

Aku kembali ke kamar, aku ingin merebahkan tubuhku di kasur empuk yang kini menjadi milikku itu. Memang, aku dan Arya tidak tidur satu kamar, namun kami masih satu rumah, baby sitter yang mengurus Larissa pun tidak menginap, begitupun dengan asisten rumah tangga. Jadi selepas jam lima sore, begitu Arya pulang dari kantor, hanya ada kami bertiga. sebenarnya aku kesepian, karena tidak ada yang bisa aku ajak mengobrol, jika aku mencoba bergaul dengan pekerja di rumah, aku takut jadi bahan gosip, disamping itu mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Untuk melepas rasa bosan, aku sering pergi jalan-jalan sendiri menggunakan ojek online, kadang menonton film sendirian, atau sekedar pergi ke perpustakaan. Di tempat tinggal ku yang baru aku belum memiliki teman, lagipula aku takut jika sampai mengakrabkan diri dengan orang lain, takut jika mereka mengorek-ngorek latar belakangku. Jadi terpaksa aku bersikap anti sosial. Dan hal itu membuatku tidak tahu apa-apa, kurang gaul dan sebagainya, namun aku mencoba untuk hadir di berbagai majelis pengajian ibu-ibu di komplek rumah agar tidak dicap sombong tentunya dengan batas privasi tertentu.

Selama hampir satu bulan menikah dan tinggal bersama, aku tak pernah disentuh oleh suami, atau sekedar diperhatikan, apakah aku sakit, butuh sesuatu atau bentuk perhatian lainnya. Suamiku hanya mentransfer uang setiap minggunya, meski saldo rekeningku menggendut, tapi wajah dan tubuhku kuyu. Entah kenapa. Setiap hari aku selalu overthingking, bagaimana dengan masa depanku? bagaimana dengan nasib pernikahanku? Jika mengingat itu, aku selalu menangis setiap malam, bahkan aku mendadak menderita insomnia. Ya Alloh, aku memang ingin menikah, tapi bukan pernikahan seperti ini yang aku mau. Lalu, aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status