Share

Bab 3. Keduanya Mengetuk Pintu

"Momon, Assalamu'alaikum, Mas pulang sayang, bukain pintunya." panggil Mas Bryan sembari terus mengetuk pintu.

"Kak, Kak Momon buka pintunya," sambung Rara.

Aku yang tadinya sempat mengintip mereka lewat jendela langsung memasuki kamar bukan karena aku takut ketahuan mengintip, hanya saja aku berpura-pura tidak melihat sikap mereka yang tampak mencurigakan di pelupuk mataku.

"Kompak banget kalian sampai bergantian memanggilku, enak ya sambil berdiri dekat-dekatan di depan pintu memang tak punya malu, bisa tidak untuk menghargaiku," gerutu ku dalam hati. Aku menggerutu diujung bibir ranjang.

Aku merasa semakin parno apalagi Yuyul menjelaskan secara detail perselingkuhan antara mantan suaminya dan adik kandungnya sendiri padaku. Dan sekarang, yang kulihat berbau hampir mirip dengan cerita Yuyul, belum lagi bentakan Mas Bryan tadi siang. Giliran sama Rara dia malah senyum-senyuman.

"Astagfirullah, Monalisa, istighfar. Semua belum tentu benar." aku mencoba menepis semua pikiran buruk yang mampir.

Sedangkan di luar sana, Mas Bryan dan Rara, masih bergantian memanggilku, "Assalamu'alaikum, Mon. Buka pintunya sayang." Monaaa...

"Kak, buka pintunya kak. Kak Momon." sambung Rara lagi, terdengarnya mereka bergantian mengetuk pintu.

Biar saja mereka terus memanggil, seru bathinku. Giliran tadi ditanya baik-baik pada macam singa, sekarang giliran abis have fun berdua aku yang dibaik-baikkin. Sikap mereka semakin membuat pikiran ku menjerumus berbau perselingkuhan.

"Ya Allah, aku harus bagaimana? Jika suudzon aku takut salah, jika berhusnudzon aku takut mereka malah benar-benar selingkuh di belakangku." rintihku membathin.

Tak lama kemudian, akhirnya ku putuskan untuk membuka pintu. Tak enak juga jika memancing karyawan ku, apalagi jika ada pelanggan yang melihat. Bisa menyeruak berita kemana-mana. Padahal aku juga belum tahu pasti kebenarannya.

Tiik, anak kunci ku putar tanpa membukakan pintu untuk mereka, kesal masih bersarang di dadaku. Tak perlu juga aku menyambut kedatangan mereka. Aku bertolak ke kamar.

"Mon, kamu masih marah sama, Mas. Maaf soal yang tadi siang, Mas nggak sengaja membentak kamu," Mas Bryan berusaha meraih tanganku tapi sekesiap ku sentak dan menatap nanar ke arah Mas Bryan dan Rara bergantian.

"Jangan sentuh aku, Mas! Dengan kondisi begini, harusnya kamu tahu rutinitas apa yang mesti kamu lakukan. Aku tidak mau tertular dari virus yang mana tahuan melekat di tubuhmu." Mas Bryan sontak mundur dua langkah ke belakang sampai dia menyenggol Rara, karena posisi Rara tepat berada di belakang Mas Bryan yang baru selesai menutup pintu rumah.

Harus pakai acara mundur dua langkah atau memang sengaja biar aku melihat kemesraan kalian. Kenapa tidak berjatuhan saja sekalian berdua nanggung banget. Beberapa detik baru Mas Bryan bergeser berdiri agak ke kanan, hingga kini netraku sejajar lurus dengan netra Rara.

"Dan, kamu Rara," ku ayunkan telunjuk ke arah matanya, "Jangan sentuh apapun sebelum rutinitas yang sudah ku atur di rumah ini sepulang dari luar! Cukup tadi kalian berdua melanggarnya. Jika kalian tidak tahu atau lupa silakan tidur di luar!"

Walaupun sedikit gugup, ku lipatkan kedua tangan di dada, untuk menutupi rasa gemetar setelah membentak mereka. Mata Mas Bryan dan Rara terbelalak mendengar setiap kata yang keluar dari mulutku, mereka mematung, jika benar di antara mereka tidak terjadi apa-apa, harusnya mereka bersikap biasa saja ketika aku menyuruh rutinitas apa yang harus mereka lakukan.

Ketika nanarku terfokus pada Mas Bryan dan Rara kutemukan ada yang aneh dengan pakaian mereka. Kancing baju Mas Bryan bagian atas tidak terpasang sejajar dengan lobang lawannya, alias salah gawang. Sedangkan Rara, baju yang tadinya rapi masuk ke dalam sekarang malah keluar main. Apakah mereka? Ah sudahlah.

Ku tinggalkan Mas Bryan dan Rara yang tadi sempat saling bertatapan, sebelum kubalikkan badan untuk bertolak ke kamar. Nah lho? Kenapa mereka mesti tatapan? Seakan ada kode yang disalurkan lewat pandangan.

"Momon, tenang. Please jangan suudzon dulu. Itu suami kamu, bahkan kamu kenal dia tidak sehari dua hari ataupun tiga hari, bulan, tahun, tapi udah lebih 10 tahun. Nggak mungkin Mas Bryan tega menyakiti kamu. Dan Rara, sekalipun dia hanya adik sepupu kamu, tidak mungkin juga dia akan mengkhianati kamu. Bukankah kalian memang sepermainan dari kecil." peri baik seakan membisikkan dan menibas pikiran buruk yang menari-nari dibenakku.

"Jangan percaya Momon, sekalipun kamu kenal udah lebih 10 tahun bukan berarti tidak menutup kemungkinan hal yang terburuk terjadi. Ingat, 10 tahun yang lalu Bryan bukan siapa-siapa. Masih anak bau kencur. Dan lihat dia sekarang, punya segalanya. Heh, Momon, adik zaman sekarang berbeda dengan zaman dulu sekalipun dulu masih ingusan kalian sering main bareng, nggak menutup kemungkinan juga dia akan menjadi madu mu." hasutan dari telinga kiri sangat membuat ku resah dan dada terasa sesak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status