Share

8 | Ryuse dan keputusan gegabahnya

“Tuan-tuan, silakan duduk dengan tenang dan bersabar. Kalian bisa memiliki gadis ini asal kesepakatan harga kita cocok. Lihatlah, betapa wajah ini begitu lugu.” Marco menyentuh wajah Sunny. “Dan—dia masih polos, sangat polos seperti kertas yang belum dicoret.”

Ryuse merasakan tekanan darah di dalam tubuhnya meningkat drastis. Dia sangat marah kepada Marco, marah pada situasi Sunny yang menyedihkan, dan dia marah karena tidak bisa melakukan apapun pada gadis itu.

Ryuse sadar, Sunny bukan urusannya dan juga bukan tanggung jawabnya. Namun, sesuatu yang disebut empati masih ada dalam hatinya. Dia memang tidak lebih baik, tapi soal nurani—Ryuse lebih baik dibandingkan Marco.

Marco kembali berujar, “bayangkan saja dia tidur di samping kalian, menatap matanya yang indah, senyumnya yang menawan dan dia sedikit galak. Oh, betapa itu kombinasi yang menggiurkan.”

Ryuse tidak tahan lagi. Kali ini saja dia akan membiarkan dirinya ikut campur, melanggar aturan yang dibuat, dan menerima konsekuensinya nanti.

“Marco!” teriak Ryuse penuh amarah. Ryuse berjalan mendekati panggung, kedua tangan masuk ke dalam saku.

Marco terbahak-bahak ketika melihat Ryuse. Dia merasa kehadiran Ryuse di tempat itu tidak diharapkan. Di satu sisi, Marco juga merasa Ryuse terlalu ikut campur.

“Ah, lihat siapa yang datang? Apa itu kau tuan Ryu?” Marco berbicara dengan nada mengejek. “Kelihatannya kau salah tempat, kau tidak diundang di sini. Jadi silakan pergi dan menjauh dariku!”

“Lepaskan dia,” nada bicara Ryuse berubah lebih lembut, namun tetap terdengar seperti ancaman.

Ryuse melirik sekilas ke arah Sunny, mencoba melihat ekspresi Sunny terhadapnya.

Dan benar, kata-kata Ryuse membuat Sunny terkejut. Bahkan Sunny berpikir keras bagaimana bisa lelaki itu berusaha menolongnya. Hubungan mereka sama seperti hubungannya dengan Marco. Namun, setelah dia menolak untuk menolong Sunny dengan kata-kata tanpa perasaan waktu itu, kini dia tiba-tiba muncul dan ingin membantu Sunny.

Tindakan mendadak Ryuse tersebut tidak masuk akal menurut Sunny. Tetapi di satu sisi, dia merasa bersyukur, dari semua orang, Ryuse satu-satunya pria yang tidak berkata 'dia milikku', seolah dia jauh lebih dihargai sebagai wanita oleh Ryuse.

Marco menyeringai. “Dia milikku. Sumber uangku. Kau tidak punya hak untuk memerintahkan aku. Sebaiknya kau pergi saja.”

“Biarkan dia pergi. Aku akan berbicara baik sekali ini, tapi jika kau tidak melakukannya, wajahmu yang menerima akibatnya.” Ryuse menatap tajam Marco seolah menunjukkan dirinya yang sudah meledak oleh amarah.

“Kalau kau mau, tebus saja dia.”

“Dia bukan barang!”

“Ya, dia sumber uangku,” pungkas Marco.

“Kau!” rahang Ryuse mengeras. Di sudah kehilangan kesabarannya.

Ryuse melompat ke atas panggung dan segera melayangkan tinju di wajah Marco.

Marco tersungkur, wajahnya lebam tetapi dia malah tertawa. “Sekalipun kau memukuli aku sampai babak belur, aku tidak akan melepaskannya.”

Ryuse lepas kendali. Dia mencengkram kerah kemeja Marco. “Berapa? Katakan berapa harganya?”

Dua orang pengawal Marco segera berlari mendekati Ryuse dan berusaha menarik tubuhnya. Situasi menyebalkan ini membuat Ryuse terpaksa melepas Marco sementara. Dia memilih untuk menyingkirkan dua pengawal itu dengan pukulan.

Satu pukulan di wajah, satu pukulan di perut dan satu tendangan putar menghantam keduanya. “Kalian bukan tandinganku,” cemooh Ryuse.

Marco tiba-tiba berujar, “kau bukan tipe pria hidung belang, tapi demi gadis ini kau seperti orang gila. Atau ada hal lain yang tidak kuketahui?”

Marco merasa tindakan frustasi Ryuse tidak beralasan. Sepengetahuannya, Ryuse tidak pernah tertarik berhubungan dengan wanita. Bukan dia tidak normal, hanya saja Ryuse tidak suka membebani pekerjaannya dengan wanita.

Ryuse berseru, “sebut saja jumlahnya! Kau membuatku muak.”

Ryuse menarik kembali kerah Marco. Kali ini dia akan menghabisinya jika Marco tidak mau melepaskan Sunny.

“Singkirkan dulu tanganmu dariku. Baru kita bicara baik-baik,” seringai Marco.

Ryuse menghempas Marco dan dia menyingkir ke sisi yang berlawanan sembari menyugar rambut hitamnya.

Para pengunjung terdiam, tetapi dipenuhi penasaran dengan akhir perseteruan Ryuse dan Marco. Mereka juga kecewa oleh Ryuse yang mendadak muncul dan ingin merebut gadis idaman mereka.

Sunny menarik napas lega karena Ryuse berjuang demi kebebasannya, walau Sunny sempat merasa kecewa karena Ryuse menyebut harga atas dirinya. Seolah dia sesuatu yang bernilai sama dengan barang. Dia berperasaan, dia memiliki harga diri, dan dia juga bukan barang ataupun mesin penghasil uang seperti yang Marco katakan.

“Dia bernilai 500 juta, ditambah biaya rumah sakit atas pukulan yang kudapat dan utang bibinya jadi total 2 Milyar.” Marco sengaja melebihkan angkanya agar Ryuse membatalkan niat untuk membawa Sunny.

Dua milyar. Ryuse memikirkan hal ini dan itu mengganggu pikirannya. Lantas dia menyeringai sembari menatap Marco dengan penuh ancaman. “Kau gila!”

“Sudah kuduga kau tidak punya uang. Batalkan saja. Aku akan memberikannya kepada mereka. Aih, kau sangat merepotkan. Pergi saja jika sudah selesai!”

Ryuse membuang pandangan ke arah para pelanggan Marco. Wajah-wajah mereka terlihat menjijikkan dengan mata liar yang menatap Sunny seperti hidangan yang menggugah. Ryuse tidak menginginkan itu terjadi, sekali ini saja dia harus membantu Sunny sebagai sesama manusia berempati dan mengambil keputusan gegabah dalam hidupnya.

“Kau benar-benar licik seperti rumor yang beredar,” ujar Ryuse datar. “Selalu mencari celah sempit demi keuntungan diri sendiri. Aku akan mengirimkan cek, biarkan saja dia pergi.”

Marco buru-buru menimpali, “cash. Tidak terima cek.”

“Tssk ... kau sengaja melakukan itu, bukan?” geram Ryuse.

“Bung, aku bukan orang yang mudah. Siapkan uangnya atau dia milik mereka.”

Ryuse mendengus kesal. Pada akhirnya dia mengambil ponsel dari dalam saku dan menghubungi Marvin.

“Siapkan uang 2 milyar dan antar ke Fantagio sekarang,” perintah Ryuse dan mematikan ponselnya tanpa membiarkan Marvin bertanya.

“Ini tidak adil,” teriak salah seorang pelanggan.

“Kami berjuang menawarkan harga di sini, tapi mengapa dia yang mendapatkan gadis itu,” imbuh yang lainnya dengan ekspresi marah.

“Iya, itu benar.” Mereka serempak setuju dengan pendapat itu.

“Ah, tuan-tuan semua. Mohon maaf atas keributan yang terjadi. Ini tidak terduga dan mendesak. Aku berjanji akan memberikan kalian gadis yang terbaik. Tetapi yang ini...” Marco mendekati Sunny, menarik sehelai rambut dan mengendusnya. “Sudah habis.”

Sunny menghempas tangan Marco. “Kau menjijikkan.” Suaranya terdengar kesal dan itu membuat Marco semakin bersemangat untuk menyakiti Sunny.

“Kau hanya beruntung kali ini,” ancam Marco, dia menarik dagu Sunny dan berbisik di telinganya. “Seharusnya kau tahu tidak boleh melakukan itu di depanku atau bisa saja wajahmu dipenuhi darah. Aku tidak takut pada Ryuse.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status