Jika ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi.
Bila ada umur yang panjang, boleh kita berjumpa lagi.
Itu adalah pantun lama yang tidak asing lagi di setiap telinga warga Indonesia. Alih-alih menutup sebuah pidato dengan kalimat perpisahan yang mengalami pembaruan, sebagian besar justru menggunakan kalimat itu secara berulang di setiap kesempatan.
Seperti seseorang yang baru saja turun dari atas panggung setelah memberikan sebuah motivasi mengenai bisnis kepada kalangan muda. Padahal hidupnya tidak banyak bermakna. Hanya hari-hari biasa yang ia habiskan untuk mencari uang, mencapai jabatan, dan mendapatkan hati wanita.
Dia adalah Geovane Gabriel Priangan, pria muda yang matang, usianya akan genap tiga puluh tahun di bulan depan. Sosok tampan pewaris darah Inggris-Indonesia tersebut merupakan pengusaha kaya raya yang behasil mencatatkan namanya sebagai pria terkaya di Indonesia.
Tidak hanya itu, namanya masuk ke dalam jajaran pengusaha sukses di dunia dengan usia termuda, mengingat jika para pengusaha dunia sebagian besar adalah pria paruh yang yang telah menghabiskan lebih dari setengah abad di dunia.
"Kau selalu tampak hebat!" Pujian seperti ini bukanlah sesuatu yang baru atau aneh, ini sudah menjadi sarapannya sehari-hari. Setiap orang memujinya seakan-akan ia adalah manusia paling beruntung dan paling diminati di muka bumi.
Geovane tersenyum pada sosok wanita yang telah menemani hari-harinya, Shafita Gracia. Wanita cantik yang menjadi boneka pajangan di dalam rumahnya sendiri itu sudah menjadi kekasih Geovane sejak tiga tahun yang lalu.
Usianya tiga tahun lebih muda, Geovane sadar jika usia mereka sudah lebih dari cukup untuk menikah. Tetapi, hingga saat ini belum ada niatan dalam dirinya untuk menuju ke tingkat yang seserius itu.
Geovane masih ingin menikmati waktunya yang bebas, tanpa kekangan dari siapa-siapa. Lagi pula, Geovane belum benar-benar jatuh cinta. Tiga tahun bersama, tidak berarti apa-apa baginya. Geovane menjadikan Shafita sebagai kekasihnya hanya karena ia ingin kehidupannya sempurna.
Menurutnya, tidak sempurna ketika seorang pria hanya memiliki harta dan tahta tanpa dilengkapi wanita. Dan karena hal tersebut, untuk memperjelas identitasnya sebagai 'pria paling beruntung' di dunia, Geovane memilih wanita baik hati seperti Shafita untuk menjadi pelengkapnya.
Setiap ada jadwal seminar, Shafita selalu menemaninya. Dan boleh dikatakan dengan jujur, setiap tema yang dibahas oleh Geovane adalah pilihan Shafita. Wanita itu tergolong cukup pintar meski ia tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dan itu pun adalah salah satu alasan Geovane memilih Shafita, ia tidak ingin mempunyai seorang wanita yang berpendidikan tinggi. Katakan pemikirannya kolot dan salah, tetapi Geovane tidak ingin memiliki wanita yang mana pendidikannya lebih tinggi darinya.
Walau sekarang namanya telah mendunia, juga identik dengan segala bentu kekayaan, perlu diakui bahwa Geovane hanya lulusan sekolah menengah atas. Hal tersebut terjadi karena kisah lalunya yang mana sangat berbeda dengan kehidupannya sekarang.
"Itu semua karenamu, kau yang telah menentukan tema, meramu kata, hingga aku tinggal menghapalnya. Kau yang hebat sebenarnya," ungkap Geovane setelah mengecup puncak kepala sang kekasih. Tidak peduli jika apa yang tengah dilakukannya mengundang banyak perhatian puluhan manusia yang tadi menjadi pendengarnya.
Shafita tersenyum singkat, tangannya bergerak merapikan jas yang tengah digunakan oleh kekasih tercintanya. "Kita pergi sekarang?" tanyanya.
"Sure." Tanpa mengulur waktu, Geovane menarik tangan Shafita dengan lembut. Langkah keduanya diikuti oleh tiga orang yang berpakaian serba hitam.
Jangan berpikir bahwa tiga orang tersebut merupakan penjahat, karena nyatanya mereka adalah orang-orang yang melindungi sepasang kekasih dari incaran para penjahat.
Geovane berjalan dengan dagu terangkat, kesan angkuh jelas terlihat dalam setiap tarikan napasnya. Siapa yang ditatapnya, maka akan langsung menunduk karena merasa terintimidasi.
"Apa kau akan kembali ke kantor atau pulang ke rumah?"
"Sepertinya kau sedang mengundangku untuk pulang ke rumahmu?" tanya Geovane membuat Shafita merona. Padahal, tidak ada niatan seperti itu sama sekali. Apalagi sekarang di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Shafita tidak pernah mengizinkan Geovane untuk datang ke rumahnya bila rumahnya dalam keadaan kosong.
"Tidak seperti itu, aku hanya bertanya saja. Apa kau akan kembali bekerja atau pulang?"
"Tentu saja aku akan pergi ke kantor, karena itu adalah rumah utamaku."
"Dan berkas-berkas serta laptop dan printer adalah keluargamu, benar begitu?" desak Shafita dengan kesal. Terkadang ia merasa jika Geovane lebih menyayangi selembar kertas berisi data perusahaan daripada dirinya.
Tidak sekalipun pria itu mau meluangkan waktu khususnya, padahal Shafita sangat berharap akan hal tersebut.
"That's right!" Geovane tidak perlu repot-repot membuka pintu mobil ketika mereka telah sampai, karena sudah ada seseorang yang juga berpakaian serba hitam yang telah melakukan itu untuknya.
Menjadi pria yang memiliki uang memang membuat Geovane merasa jika segalanya lebih mudah. Ia hanya cukup menunjuk maka seseorang akan melakukan apa pun untuknya.
Begitu pula ketika dirinya sudah duduk di dalam mobil, sabuk pengaman langsung terpasang rapi di tubuhnya tanpa perlu ia menggerakkan tangan. Kali ini yang melakukan hal tersebut untuknya adalah Shafita, jika wanita tersebut tidak ada maka para pengawal yang akan melakukannya.
"Terima kasih." Jika bukan Shafita yang melakukannya, maka haram bagi Geovane untuk berterima kasih.
Shafita tersenyum untuk membalasnya, ia menyadarkan tubuhnya pada dada bidang sang kekasih dengan nyaman. "Boleh aku ikut ke kantormu?"
"Selama kau tidak cemburu dan tidak bertengkar dengan sekretarisku, maka kau boleh melakukannya."
Shafita terdiam mendengarnya, tentu saja ia merasa kesal mendengar perkataan tersebut. Sekretaris yang dimaksud oleh Geovane bukanlah sekretaris biasa. Karena, ada hubungan lebih di antara mereka dari hanya sekedar rekan kerja.
Sisa perjalanan menuju kantor milik Geovane dilalui dengan keheningan yang sangat kentara. Shafita larut dalam lamunannya sendiri. Berbeda dengan Geovane yang menatap jalanan yang ia lalui dengan pandangan yang tajam. Dia memang seperti itu, tidak pernah melakukan sesuatu dengan sia-sia. Bukan sembarang menatap jalan raya, kepalanya sedang berpikir keras mengenai proyek pembuatan jalan raya di Bali yang melibatkan pemerintah.Proyek tersebut sudah berjalan selama delapan bulan dan direncanakan akan selesai dalam waktu tiga bulan ke depan. Selama proyek tersebut berjalan, terhitung ada tiga orang yang tewas. Hal tersebut membuat sebuah kabar buruk yang menyatakan bahwa proses pembuatan jalan raya tersebut memakan korban jiwa sebagai tumbal. Padahal, jelas itu merupakan berita yang salah.Tidak ada tumbal, sesajen, seserahan, atau apa pun orang lain menyebutnya. Mereka meninggal karena memang sudah waktunya. Begitulah sekiranya yang dipikirkan oleh Geovane.&n
Geovane membaca berkas perusahaan di tangannya dengan saksama. Mengabaikan sosok Shafita yang duduk di sofa yang ada di ruangannya. Baginya, tidak ada yang bisa mengganggunya ketika bekerja, bahkan seorang Shafita sekalipun.Tanggung jawab adalah sesuatu yang mencirikan seberapa tinggi pendidikan yang seseorang emban. Namun, bukan pendidikan formal yang menghasilkan selembar ijazah yang Geovane maksudkan, melainkan sebuah didikan yang diberikan oleh diri sendiri untuk menjalani kehidupan.Menurut Geovane, dan ia yakin bahwa pendapatnya adalah benar, yakni tanggung jawab seseorang pada dirinya sendiri adalah tolak ukur apakah seseorang tersebut mampu mengemban tanggung jawab lain atau tidak.Jika seorang pria tidak bertanggungjawab pada dirinya sendiri, maka bagaimana ia akan bertanggung jawab pada anak dan istrinya nanti?Tanggung jawab sudah diterapkan dalam hidupnya sejak ia kecil. Geovane tidak hidup dalam kemudahan. Hidupnya yang dulu miskin men
Detak jarum jam terdengar begitu nyaring, tetapi tidak sampai memekakkan telinga. Tidak lagi berada di kantor tidak membuat seorang Geovane Gabriel Priangan berhenti bekerja.Nyatanya meski kini ia duduk manis di atas sofa yang ada di kamar pribadinya, tangannya tetap bergerak dengan lincah di atas papan keyboard dan mengetikkan berbagai kalimat yang mana akan menentukan kesuksesan setiap proyek yang dijalankan oleh perusahaannya.Geovane mendesah lelah setelah mulai merasakan pegal-pegal di sekitar pinggang dan punggungnya. Rasanya ia ingin berbaring, tapi meninggalkan pekerjaan bukanlah kebiasaannya. Namun, bila ia menunggu waktu untuk selesai lantas baru beristirahat, maka ia tidak akan pernah mendapatkan waktu istirahatnya.Pekerjaannya tidak pernah selesai, selalu ada hal-hal baru yang ia harus kerjakan. Sebenarnya, Geovane bisa membayar orang lain untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hanya saja ia merasa tidak c
Angin malam yang menusuk kulit hingga menembus tulang tak pernah menyurutkan semangat dalam diri Geovane. Setiap malam ia jadikan waktu untuknya mengenang masa kecil yang suram. Bersama dengan seorang pria kepercayaannya, Geovane berjalan kaki dengan pakaian santai yang tak akan membuat siapa pun berpikir bahwa dirinya adalah pria terkaya di Indonesia.Ia benar-benar tampil sederhana, walau tetap saja pakaian yang digunakan oleh tubuhnya tidaklah bernilai murah. Hanya saja, modelnya yang sederhana dan tampilannya yang banyak ditemui di pasar-pasar kota akan membuat orang lain menilainya sebagai sosok yang biasa saja.“Tuan Geovane, aku tidak berpikir bahwa kita akan menemukan anak-anak kurang beruntung di sekitar sini.” Itu adalah kalimat yang dilontarkan oleh Justin Jovano, tangan kanannya yang merupakan kakak kandung dari Jesslyn. Dua orang bersaudara tersebut memang dianugerahi kecerdasan, hingga mereka dengan mudah dapat bekerja padanya.
Geovane tersenyum miring melihat ke arah kumpulan anak muda yang kini menatap ke arahnya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan apakah yang dikatakan olehnya sudah benar atau belum. Geovane sengaja menyebut bahwa dirinya tidak senang menyia-nyiakan diri sebagai sindiran halus yang diberikan olehnya untuk anak-anak jalanan tersebut.Tidakkah mereka merasa sayang pada tubuh mereka sendiri? Ketika ribuan orang berpenyakit berusaha untuk sembuh bahkan rela memberikan seluruh harta kekayaannya demi untuk mencapai kesehatan, lantas mengapa anak-anak muda seperti mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa justru malah menyia-nyiakan diri mereka dengan mengonsumsi minuman yang akan tubuh mereka teracuni?“Apakah aku salah berkata?” tanya Geovane dengan tersenyum sombong. Ia menatap remeh anak-anak jalanan yang masih duduk melingkar di bawah kakinya.Seorang pemuda menjawab, “Kau tidak perlu ikut campur masal
“Kau bertanya apa untungnya bagi kalian jika aku adalah orang terkaya di Indonesia?” tanya Geovane dengan mulut yang terbuka setelahnya, terperangah meligat reaksi William si anak jalanan yang bisa-bisanya bertingkah biasa saja ketika mengetahui bahwa ada pria terkaya di Indonesia yang tengah berdiri di hadapannya.“Ya, memangnya apa keuntungan bagi kami jika kau adalah pria terkaya di negara ini? Bahkan jika kau adalah pria terkaya di planet bumi sekalipun, apa untungnya bagi kami?” timpal seorang anak jalanan lainnya yang bernama Derek. Anak muda tersebut memiliki penampilan yang lebih rapi dari kawanannya.Pakaian yang dikenakan oleh Derek cukup terbilang bagus jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Kemeja biru muda polos yang cocok ketika dipasangkan pada tubuhnya yang berlapis kulit putih. Celananya pun tidak banyak robek di sana-sini. Penampilannya cukup kontras jika dibandingkan dengan teman-temannya yang memakai k
Jika saja wanita paling sabar di dunia diurutkan namanya, maka nama Shafita pasti akan menempati nomor urut pertama. Selama Geovane mengenal Shafita sejak masa Sekolah Menengah Pertama, ia sudah melihat dengan jelas bagaimana kesabaran yang dipancarkan oleh wanita tersebut. Saat masa sekolah dulu, Shafita tidak tergolong sebagai siswi yang mempunyai teman dalam jumlah banyak. Jika Geovane tidak salah mengingat, Shafita tidak memiliki teman dekat lebih dari dua orang. Itu pun, sangat jarang menjalin kebersamaan. Shafita lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian. Dia bukanlah seorang kutu buku yang senang menyendiri dan hanya ditemani oleh sebuah buku yang hanya berisi tulisan, tetapi Shafita adalah orang yang gemar menyendiri dan hanya menghabiskan waktunya untuk diri sendiri. Wanita penyabar tersebut tidak tampak terganggu dengan perilakunya tersebut, dia sangat menikmati setiap waktu kesendiriannya. Shafita pun merupakan pribadi yang sangat se
Geovane tidak merasa ataupun berpikir bahwa Shafita merupakan wanita yang sempurnya. Karena ia tahu jika di dunia ini tidak ada yang benar-benar hidup tanpa cela dan kekurangan. Lagi pula, Geovane sama sekali tidak membutuhkan wanita yang sempurna dan serba bisa.Karena, Geovane bisa melakukan apa pun untuk dirinya sendiri.Salah satunya dalam bidang memasak. Shafita sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dan itu sangat berbanding terbalik dengan sosok Geovane yang pandai meracik makanan.Jika sudah begini, Shafita yang bingung untuk menemukan kekurangan yang ada dalam diri kekasihnya tersebut.Dan memang Geovane sama sekali tidak mengharapkan jika Shafita menemukan kekurangannya. Tampan, tajir, dan multitalenta. Bukankah hal tersebut sangat sempurna untuk didengarkan?Apa lagi yang wanita cari dari seorang pria selain ciri-ciri yang Geovane miliki?Geovane tidak ingin menganggap dirinya sempurna, tetapi