Yudha tertegun di ruangan kerjanya. Hatinya benar-benar resah. Wajah tampannya terlihat kusut karena Sudah dua hari ini kurang tidur. Berkali mengurut kening yang terasa nyut-nyutan tidak karuan.
Entah sudah berapa kali pria itu menghela napas. Meski otaknya meyakini Haifa baik-baik saja, tapi hatinya tidak lah demikian.
Secara logika Yudha percaya Haifa sudah dewasa untuk bertahan dan tetap selamat, tapi jiwanya tidak sanggup membayangkan perempuan yang jarang ke luar rumah itu, berjalan sendirian tanpa tujuan dan tanpa uang.
Hatinya tak rela jika wanita
yang pesona dan ketulusannya mulai menghiasi hati dan mimpinya terdampar di tempat yang tidak seharusnya.Haifa sudah tidak memiliki orang tua, meski masih memiliki beberapa orang kerabat dan beberapa teman.
Yudha tahu karena beberapa kali pernah mengantar Haifa menemui mereka, itu pun atas deGrup WA 17Terlihat Sekar memegang dadanya, sejenak terhuyung dan menahan sesak yang tiba-tiba terasa menindih jiwanya. Matanya memandang murka ke arah pria yang baru saja memutus cintanya sebelah pihakEnak saja. Aku bukan wanita lemah yang bisa seenaknya kau lepeh sesuka hati. Aku tidak biasa ditolak, dihina dan dicampakkan."Kau memutuskan cinta dan harapanku, Mas?" Ulang Sekar yang dijawab Yudha dengan anggukan kecil tapi yakin."Kita selesaikan hubungan diantara kita. Aku muak.""Tidak bisa."Sekar menggeleng. Bagaimana mungkin dia bisa melepas pria yang selama ini memanjakannya dengan limpahan materi dan perhatian."Kenapa tidak bisa? Dulu kau yang merayuku untuk menjadi kekasihmu, tapi kini aku yang memutuskan, kalau ikatan diantara kita bukan hanya tidak halal tapi tidak seharusnya.""Kau bi
Rio memperhatikan wajah Boss nya yang terlihat sangat emosional. Hal yang begitu jarang didapatkan. Selama ini Yudha di mata Rio adalah pria tegas, realistis dan dingin.Bahkan Rio baru tahu wajah istri bossnya lewat foto yang dikirim kepadanya agar dia bisa melacak keberadaannya. Selama ini, Yudha tidak pernah berbicara personal, tertutup dan sangat berwibawa. Satu -satunya perempuan yang pernah Rio temui bersama Yudha adalah Sekar, seorang model dan selebgram ternama di kotanya."Rio, tapi dia baik-baik saja?" tanya Yudha masih diliputi kekhawatiran, mengangkat wajahnya setelah sekian lama terpaku pada potret perempuan berhijab krem yang sedang tersenyum bersama seorang temannya, Yudha sejenak menggerakkan genggaman tangan yang memegang ponsel yang mendadak terasa kaku."Saya lihat baik-baik saja, Pak.""Syukurlah."
Adakah yang paling menyakitkan dari perasaan bersalah dan cinta yang datang terlambat? Yudha tersengal menatap wajah cantik Haifa di balik jendela.Adakah hal paling menyedihkan bagi seorang laki-laki, selain menatap belahan jiwa, berdiri dalam sunyi dan menatap dalam kebisuan?Aku memang pecundang. Bahkan hanya untuk melambaikan tangan pada wanita yang senyum dan kehangatan cintanya begitu ku rindukan. Yudha mendesah lirih.Menatap tak percaya dan tak berdaya pada sosok lembut berhijab yang memandang lepas ke arah horizon hitam yang berhias bintang.Apa yang kau lihat, Cinta?Adakah kau tengah memandang arakan Mega luka kehidupan yang kutorehkan? Atau adakah kau tengah meresapi sepinya hidup karena derita dan penghianatan yang kugoreskan dalam hidupmu sekian lama?&nbs
Haifa berdebar. Sungguh dia tidak menduga kalau harus berputar-putar sampai larut malam hanya untuk menemani atasannya."Pak, katanya kita akan berangkat bersama Bang Iwan dan Mbak Yuyun, kenapa saya sendiri yang berangkat menemani Bapak." Haifa tampak gelisah, menyadari dua rekannya tak kunjung di jemput seperti janji Reno.Padahal jelas Bang Iwan dan Mbak Yuyun adalah senior di perusahaan, mereka akan sangat membantu menghadapi customer baru dibanding dirinya yang baru dan masih awam."Lupakan Iwan dan Yuyun. Aku mau membawamu ke suatu tempat di mana hanya kita berdua yang tahu."Reno tersenyum pelan, mata elangnya menatap jalanan."Kok?"Haifa mengerutkan kening. Mendadak gelisah, perasaannya tidak nyaman.Se
Mata Haifa sudah banjir dengan air mata. Tangannya gemetar menahan tubuh Yudha yang ambruk menindih tubuhnya.Aksi nekad Yudha membuat Haifa lolos dari terjangan peluru Reno, tapi kini dia yang terluka. Beruntung peluru menembus pahanya bukan dadanya, tapi urung Yudha terlihat meringis dan memucat. Darah mulai membasahi kakinya.Reno tertawa terbahak-bahak."Dengan kaki yang terluka seperti itu, kau mau lari kemana? Haha."Yudha tidak menjawab. Tangannya berusaha memegangi luka agar darah tidak banyak keluar."Mas, tidak apa-apa?" tanya Haifa terisak."Tidak apa-apa, Fa. Mengapa belum pergi?"Mata Yudha mulai basah. Rupanya dia merasakan sakit yang luar biasa di kakinya."Aku tidak akan pergi meninggalkanmu,"
Grup WA 21Haifa mengibaskan jlhijabnya yang tertiup angin yang berhembus menerobos dari celah jendela kamar ruang rawat inap VIP tempat suaminya sekarang berada.Berada di lantai dua dengan ruangan yang cukup luas dan sejuk, ruangan rawat inap ini cukup nyaman untuk merawat pasien. Selain ada sebuah Hospital bed , di sudut kamar terdapat sebuah lemari dan kulkas kecil juga satu buah sofa untuk penunggu pasien duduk."Mas, jam makan malam." Haifa menatap ke arah Yudha yang jauh terlihat lebih segar. Wajah tampannya tampak lebih tegas di bawah pantulan lampu di atas tempat tidurnya.Yudha mengangguk. Membiarkan Haifa mendekatinya."Fa," panggilnya perlahan."Iya, Mas.""Rio dan Bram sudah pulang?"
Udara malam yang berhembus dari celah jendela rumah rumah sakit terasa mendadak teras gerah bagi Trio Bengek yang kalah pamor di mataYudha."Mas, jangan sok pikun, ya. Kata kamu istrimu itu perempuan paling membosankan dan kampungan." Erika tersenyum mengejek ke arah Haifa." Masa belum juga sebulan kamu sudah lupa, kalau punya janji sama Sekar, buat segera menikah dan menendang istri udikmu." Meri cekikikan, menyebalkan sekali."Kalau aku pikir-pikir antara Haifa dan Sekar, ibarat siang dan malam. Kalau sekolah mah ibarat PAUD dan perguruan tinggi, ibarat Odading dan pitza. Haifa kagak ada apa-apa dibanding Sekar." Meri melanjutkan. Sangat Rasis, dengan membawa-bawa Odading dan Pitza."Sadarlah, Mas. Masak Periuk nasi gosong ini kembali kamu pertahankan? ""Haha." Mereka tertawa jahat.
Gubrakk.Suara pintu yang ditutup trio bengek serasa meruntuhkan bangunan saking kerasnya. Tak ada sopan santun, padahal ini ruang rawat inap dengan kondisi pasien sebagian besar dalam kondisi yang lemah.Sepertinya mereka keluar dari kamar Haifa dengan perasaan yang campur aduk. Kesal, tak berdaya, marah tapi juga terselip perasaaan bangga karena menuai pujian dari pada anggota grup keluarga besar Brahma."Sudahlah, Shil, Erika kita cabut. Percuma ngadepin mahluk udik itu. Dari pada kita terbawa udik, mending segera pulang.Huh.""Hiii...bener, Mbak. Gak kebayang deh, kalau kita ikutan udik." Erika bergidik, diikuti tawa mengejek Shila. Mereka memang saling melengkapi, kalau satu sontoloyo maka yang lain pun ikut sontoloyo. Kalau satu edan maka yang lainpun ikut-ikutan edan.Tapi kalau ada diantara mereka yang eling, maka yang lain protes. Aneh."Bu, Embak...tolong jangan