Beranda / Romansa / Gadis Milik Tuan Mafia / Nasib Yang Sama [Bab 3]

Share

Nasib Yang Sama [Bab 3]

Penulis: Minkybee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-26 21:51:42

Dengan perasaan gugup, senang, dan takut, Akiko duduk di sebuah gang sepi untuk menenangkan diri. Setelah bertemu dengan Kakaknya tadi, Akiko langsung pergi dan bersembunyi agar tidak mereka bertemu lagi. Menjaga jarak dengan Keinara adalah keputusan paling benar. Dia yakin, Keinara pasti langsung mencarinya sekarang apalagi dia lupa meminta nomor agar bisa saling menghubungi.

“Kakak … Sebenarnya aku masih ingin merasakan pelukanmu,” lirih Akiko sambil mengusap wajahnya gusar. Kouma, anjing ras besar itu terlihat khawatir dan memberikan tatapan lembut sehingga Akiko memeluknya erat.

“Terima kasih, Kouma,” ucapnya. Karena tidak ingin buang-buang waktu lagi, Akiko segera berdiri untuk menemui Vian di rumah sakit. Namun, seorang preman bertubuh besar tiba-tiba menghadangnya.

“Apa yang kau lakukan di tempat sepi seperti ini, Nona Cantik?” tanyanya dengan senyuman menyeringai. Mengetahui ada bahaya, Kouma menggonggong sambil terus berusaha melindungi Akiko yang begitu waspada. Sayangnya tubuh besar Kouma justru membuat Akiko kewalahan, anjing itu terlepas sehingga talinya diambil alih oleh preman.

“Lepaskan anjingku,” pintar Akiko.

“Boleh, tukar saja dengan tubuhmu,” titah preman tersebut sambil menarik tali Kouma dengan kencang hingga anjing itu kesakitan. Karena tak mau salah bertindak, Akiko diam beberapa saat untung berpikir bagaimana mengambil Kouma dan kabur dari sana tanpa terluka. Akhirnya, gadis berambut pendek itu melihat ada sebuah mobil hitam terparkir di depan gang sana.

“Akan kuberikan uang, tapi lepaskan anjingku,” mohon Akiko sambil berjalan ke samping sambil terus berjaga-jaga.

“Sayangnya saat ini aku tidak butuh uang, aku butuh pelampiasan,” jawab preman tersebut sambil menatap ke langit seolah sangat puas bisa mendapatkan gadis secantik Akiko. Namun, hal itu membuat Akiko punya kesempatan untuk kabur keluar dari gang.

“Hei! Jangan lari!” teriak preman sambil terus menggenggam tali Kouma, sementara Akiko segera menemui seorang laki-laki yang tengah bersandar di mobil hitamnya.

“Sir! Please help me,” pinta Akiko dengan nafas terengah-engah. “Anjingku sedang dalam bahaya, tolong bantu aku.”

“No,” jawaban singkat itu membuat Akiko terdiam tak percaya.

“Apa?” tanyanya memastikan.

“Aku tidak mau buang-buang waktu untuk menolongmu,” mendengar jawaban itu, Akiko memundurkan langkahnya perlahan. Jika dilihat dari postur tubuh dan gaya bicaranya, dia yakin pria itu punya keahlian khusus untuk bela diri. Namun, kenapa dia tidak mau membantu? Apa dia takut terluka?

Dengan kecewa Akiko kembali ke arah gang dan mengatur nafasnya. Yang menjadi alasannya tetap menjalani hidup dengan baik saat ini adalah Kouma, jadi apa gunanya dia jika pergi tanpa Kouma? Akhirnya setelah memantapkan diri, Akiko kembali berlari ke dalam gang sambil membawa tongkat kayu besar. Entah dia bisa selamat atau tidak, yang penting dia berusaha mengambil Kouma.

“Bodoh sekali,” gumam pria yang tak lain adalah Glen Xander. Pria itu sedang ada urusan menemui seseorang, tetapi dia justru tidak sengaja melihat Akiko masuk ke dalam gang sepi. Karena penasaran, dia mengikuti Akiko dan mendapati gadis itu sedang berada dalam situasi sulit. Namun, bukannya membantu dia malah menonton dengan santai.

“Dia pasti mati, iya, ‘kan?” tanya Glen pada asisten pribadinya, Hans, setelah suara tembakan terdengar beberapa kali,

“Tidak, Tuan,” jawaban Hans membuat Glen menajamkan penglihatan. Ternyata benar, Akiko keluar dari gang hidup-hidup walau tangannya terluka karena tembakan yang meleset. Sementara itu Glen merasa tidak percaya bahwa Akiko mengambil resiko yang sangat besar demi menyelamatkan seekor anjing, gadis itu seolah tak takut pada kematian. Parahnya, Akiko tidak mengenali Glen hanya karena dia memakai masker.

“Kita bawa dia sekarang, Tuan?” tanya Hans.

“Biarkan dia bebas sebentar, nanti malam adalah waktu terakhirnya untuk menikmati hidup,” tegas Glen sehingga Hans langsung menyetir mobilnya pergi. Di samping itu, Akiko tengah berjalan ke rumah sakit terdekat untuk mengobati lukanya. Walau tidak parah, tapi tetap saja mengganggunya untuk beraktivitas.

Setelah selesai berobat, gadis berambut pendek itu menuju halte bus. Namun, kartu bus yang baru dia isi justru hilang. Kemungkinan jatuh saat melawan preman tadi, sayangnya di kota ini semua bus tidak menerima pembayaran cash.

“Tolong minggir, Nona, semua orang menunggu di belakangmu,” perintah supir bus mengetahui antrian panjang. Saat ingin keluar, tiba-tiba seorang anak laki-laki menggandeng tangannya.

“Pakai punyaku saja,” ujar anak itu sambil memberikan kartu, kemudian mereka pergi duduk bersama.

“Terima kasih sudah membantuku, jangan sampai hilang ya,” Akiko memasukkan sejumlah uang ke dalam saku anak itu. “Siapa namamu? Apa kau sendirian?”

“Ethan, umurku 9 tahun. Aku sendirian karena Mama dan Papa tidak menyukai aku,” jawaban itu sontak membuat Akiko kaget. Setelah diperhatikan, ternyata anak ini memiliki banyak luka di tangan dan wajahnya.

"Dia … sama seperti aku," gumam Akiko dalam hati, dia paham kalau anak ini pasti memiliki masalah dalam keluarga dan sering mendapat kekerasan. Anak sekecil ini tentu masih jujur pada siapapun tentang masalah yang ada di rumah.

"Aku Akiko," dia menyambut jabatan tangan Ethan dengan lembut. Namun, tiba-tiba Ethan menangis sehingga membuat orang-orang dalam bus menatapnya aneh seolah berpikir Akiko menyakiti Ethan atau semacamnya.

"Kenapa menangis?" tanya Akiko berusaha menenangkan Ethan.

"Kakak sangat lembut," ternyata Ethan senang karena ada yang memperlakukannya dengan lembut. Selama ini dia mendapat perlakuan buruk dari keluarganya sampai memiliki trauma, bahkan tangan mungil itu sampai gemetaran karena menahan tangis agar tidak terdengar banyak orang.

"Kemarilah," Akiko tersenyum tipis sambil mengangkat Ethan ke pangkuannya, dia paham betul bagaimana rasa sakitnya jika dibenci keluarga sendiri.

Akiko tidak menyangka ada yang bisa menyakiti anak selucu Ethan, padahal Akiko pikir dia adalah satu-satunya anak yang tidak hidup dengan baik sejak kecil. Gadis itu mengusap air matanya yang menetes tanpa sadar, lalu mengusap-usap rambut Ethan pelan hingga anak itu mulai tenang.

"Kakak sama denganku, iya, 'kan?" tanya Ethan sehingga Akiko terdiam sebab bingung kenapa Ethan bisa sadar kalau nasib mereka sama. Mungkin karena perasaan anak kecil itu sangat tajam jadi bisa tau perasaan satu sama lain walau baru saja bertemu.

"Sakit sekali ... Aku takut Mama dan Papa marah, aku tidak mau hidup lagi. Kakak pasti juga ingin mati, iya kan?" lanjut Ethan.

"Tidak baik berkata seperti itu," sahut Akiko, padahal dia merasa ucapan Ethan ada benarnya juga. Namun, tidak pantas rasanya jika anak sekecil ini sudah memikirkan soal kematian.

"Kakak juga menyembunyikan banyak sekali luka seperti aku," lirih Ethan lagi sambil membuka satu kancing bajunya. Di sana nampak luka lebam cukup serius, sepertinya dari benda tumpul. Mungkin Ethan melihat ada bekas yang sama di dada Akiko sehingga berani berkata demikian.

Tanpa sadar, Akiko sudah sampai di tempat tujuannya. Akan tetapi, Ethan tidak mau melepaskan pelukannya karena merasa sangat nyaman bersama Akiko walau gadis itu menahan sakit bekas tembakan. Akhirnya, mau tidak kau dia harus membawa Ethan turun dari pada bingung di dalam bus.

"Aku akan mengantarmu ke kantor polisi, okay? Kau jelaskan saja semuanya pada polisi supaya mereka tau tentang orang tuamu. Sekarang aku harus buru-buru untuk menemui seseorang," ujar Akiko.

"Tidak bisakah Kakak saja yang menjadi mama-ku?" pertanyaan itu membuat Akiko tersenyum tipis. Pemikiran anak kecil itu sama saja, mereka pasti menginginkan orang tua baik supaya bisa tumbuh sehat sampai dewasa. Namun, Akiko saja tidak hidup dengan baik, lalu bagaimana bisa mengurusi Ethan? Belum lagi urusannya dengan Glen Xander.

Niatnya Akiko ingin menemui Dokter Vian terlebih dahulu, tapi sepertinya dia akan telat menemui Glen 30 menit lagi. Apa yang akan dia lakukan pada Ethan sekarang? Membawanya menemui Glen? Bagaimana reaksi pria itu jika dia membawa anak kecil saat bertemu nanti?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Janji [Bab 50]

    Di sebuah gedung besar, acara pernikahan Glen dan Akiko sedang dilakukan. Pernikahan ini tentu dilakukan secara privat, hanya ada keluarga dan beberapa tamu rekan kerja saja. Namun, semua orang mengatakan bahwa pernikahan ini adalah pernikahan paling mewah yang pernah mereka lihat. Dengan nuansa dekorasi warna putih, aula pernikahan kini terasa sangat indah. Lagu lagu dimainkan langsung oleh musisi profesional dengan gaya classic nan elegan.Sebenarnya, Akiko tidak membayangkan bahwa acaranya akan semewah ini karena dia tahu Glen kurang suka sesuatu yang heboh. Namun, atas bujukan dari keluarganya Glen jadi berpikir bahwa pernikahan ini memang harus dirayakan semewah mungkin. “Kau gugup?” tanya Guston, Papa Akiko. “Tentu, jantungku terus berdetak kencang sejak tadi,” sahut Akiko yang masih berada di ruang rias, sementara Glen sudah terlebih dahulu ke aula untuk menyapa tamu. “Bukankah Glen bilang tidak akan terlalu mewah?” tanya Akiko. “Iya, beberapa waktu lalu dia ingin acara yan

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Menemukan Kebahagiaan [Bab 49]

    “Bagaimana bisa… bagaimana bisa kau masih hidup?” tanya Keinara masih sambil terus mengamati wajah Akiko. Tangannya bergetar hemat, air matanya turun seolah masih tak percaya dengan apa yang dia lihat. Akiko, adiknya yang dia ketahuilah sudah meninggal 5 tahun yang lalu kini berdiri di hadapannya. Akiko ingin sekali mengelak pertanyaan itu, tapi mana mungkin Keinara percaya setelah melihat Glen.“Bicaralah, kau Adikku, ‘kan?” tanyanya lagi.“Iya, ini aku,” jawab Akiko pasrah. Mendengar suara lembut yang selalu dia rindukan membuat tangis Keinara semakin pecah, lalu memeluk Akiko dengan sangat erat. “Kau baik-baik saja? Oh… lihatlah dirimu, kau sangat cantik. Kenapa kau menghilang begitu saja?” tanya Keinara sembari mengusap wajah Akiko. “Aku pergi berobat,” jawab Akiko seadanya. “Tapi aku mendapatkan surat dari rumah sakit bahwa kau sudah meninggal, aku juga mengunjungi Makam atas nama Akiko. Apakah semua itu…,” ucapan Keinara menggantung ketika mengalihkan pandangannya pada Glen.

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Nortalgia [Bab 48]

    “Kau memang tidak tau diri, Akiko. Glen sudah menanggung hidupmu selama bertahun-tahun untuk berobat dan mencukupi semua kebutuhanmu, tapi kau tidak bisa memberikan apapun?” pertanyaan dari Eva membuat Akiko terdiam sambil mengamati langkah wanita itu yang semakin mendekati Glen di ranjang. “Glen memang terlalu baik, dia tidak tahu kalau selama ini kau hanya memanfaatkan dia,” lanjut Eva. “Aku tidak memanfaatkan dia,” tegas Akiko menolak. “Lalu? Apa yang bisa kau lakukan untuk membalas semua kebaikannya? Jika kau sudah dewasa pasti kau paham maksudku,” Eva menatap Glen dengan penuh gairah sembari naik ke atas ranjang di mana Glen berbaring sambil memegangi kepalanya yang pusing. “Oh… Glen, dari pada kau bersama Akiko yang tidak bisa apa apa, lebih baik bersamaku saja. Aku bisa memberikan kenikmatan yang tiada tara,” bisik Eva. Dokter perempuan itu mengusap wajah Glen, tersenyum puas karena akhirnya bisa menyentuh Glen. Bahkan dia bisa merasakan deru nafas pria yang menjadi idamann

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Bersaing [Bab 47]

    “Bukankah kau bilang Glen tidak suka warna yang mencolok?” tanya Eva sambil duduk di ruang makan. Acara makan malam bersama akan dimulai, kini ketiga orang itu duduk bersama, walaupun perhatian Glen tidak pernah lepas dari Akiko. “Iya, dia memang tidak suka,” jawab Akiko seadanya. “Lalu kenapa kau memakai dress dengan warna merah? Tidak inginkan kau membuatnya terkesan?” tanya Eva sambil tersenyum puas seperti menjelaskan bahwa dia menang satu poin karena memakai warna tidak mencolok. “Jika dia memang terkesan pada seseorang, dia tidak akan mengamati warna pakaian yang mencolok atau tidak,” Akiko menjawab dengan sangat tenang seperti biasa. Namun, hal tersebut membuat Eva menjadi lebih tertantang dan merasa Akiko sudah membuka jalan untuk persaingan mereka.“Tapi aku rasa warna dress itu terlalu terang. Kau setuju, Glen?” tanya Eva pada Glen yang masih menatap Akiko dengan tatapan tajamnya. “Ya, terlalu terang,” sahut Glen sambil tersenyum diam-diam. Eva tidak menyadari senyuman i

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Mengambil Hati [Bab 46]

    “Kau akan pindah?” tanya seorang wanita yang tengah duduk di kursi kerjanya sambil membaca beberapa berkas. Wanita itu adalah Eva, seorang dokter muda dengan kepribadian ramah. “Ya,” jawab Glen dengan yakin. “Kapan? Kenapa tiba-tiba sekali?” tanya Eva lagi. “Mungkin beberapa hari lagi, sekarang aku sedang menyiapkan barang-barang,” sahut Glen. “Sayang sekali ya, padahal aku pikir kita bisa bicara lebih lama. Tapi tidak masalah, aku bisa bicara dengan Akiko,” ucap Eva setelah menunduk sedih. “Apa maksudmu? Aiko pasti akan ikut bersamaku,” desis Glen sambil menatap tajam, sementara Akiko hanya duduk dengan tenang karena saat ini dia sedang tes tekanan darah. “Akiko ikut?” tanya Eva memastikan. “Tentu, apa kau pikir aku akan meninggalkannya sendirian di sini?” cibiran itu membuat Eva meneguk saliva kasar. Hatinya berdegup kencang karena takut, takut Glen semakin dekat dengan Akiko karena mereka berdua akan pergi bersama. “Kalau begitu aku juga harus ikut, kan? Aku harus memeriksa

  • Gadis Milik Tuan Mafia   Masa Yang Terlewat [Bab 45]

    Seorang pria sedang menatap seorang gadis yang duduk di taman bunga. Pria bertubuh kekar itu tersenyum, kemudian berjalan mendekat dan memeluk gadis di hadapannya dengan erat. “Kau membuatku kaget,” ucap Akiko sembari memutar badannya untuk menatap Glen langsung. “Ini masih pagi, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Glen. Pria itu suka sekali jika melihat wajah gadisnya saat bangun, tapi pagi ini Akiko justru bangun lebih cepat. “Aku ingin memetik bunga untuk hiasan kamar kita,” sahut Akiko seadanya, lalu melepaskan pelukan Glen untuk memetik bunga yang sudah dia rawat di taman rumah. Glen tersenyum melihat betapa manisnya Akiko dengan dress berwarna pink lembut itu, rasanya sangat cocok dengan kulit putih dan wajah polosnya. 2 tahun lebih sudah berlalu sejak awal mereka pindah di kota ini, Glen merasa kalau kehidupan mereka memang jadi lebih baik. Pria itu juga menepati janjinya untuk membawa Akiko tinggal di rumah yang nyaman, memiliki taman bunga, dan juga peternakan kecil.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status