Share

30. Perasaan yang Mulai Terbaca

Penulis: Nadia Styn
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-16 20:24:45

Aku menenggak segelas air putih sampai habis, mendorong pil yang baru saja kumasukan ke mulut.

Setelah menelan pil dan air itu, aku meletakkan gelas yang sudah kosong ke atas meja dan aku menghela napas panjang.

Sikap Mark pagi ini sama sekali tak mengejutkan bagiku, karena aku sudah terbiasa dengan sosoknya yang sejak beberapa minggu belakangan kuhadapi hampir 24 jam.

Hanya saja, setelah apa yang terjadi tadi malam, aku sedikit tersinggung.

Mungkin aku sedang terlalu sensitif, maksudku, dia tidak perlu bicara dan menatapku dengan kesan merendahkan. Terlebih ketika dia menyodorkan pil kontrasepsi padaku.

“Ibu?”

Aku memasang senyum terbaik sebelum menoleh ke belakang, menatap Lily yang menghampiriku di dapur.

“Kau butuh sesuatu, Lily?” tanyaku.

“Tidak, Ibu. Kata Ayah, ayo, berangkat! Aku sudah siap!” ucapnya bersemangat sembari menggerak-gerakkan ransel pink di punggungnya.

Aku menjauh dari counter dapur dan menggandeng tangan mungil Lily, lalu beranjak bersamanya.

Di dalam mobil yang
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ddniella
Paula kembaran anna ya thor?
goodnovel comment avatar
Ddniella
Mark udh mulai sayang sm Anna. Semoga bkn cuma krn Anna mirip Paula
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   30. Perasaan yang Mulai Terbaca

    Aku menenggak segelas air putih sampai habis, mendorong pil yang baru saja kumasukan ke mulut.Setelah menelan pil dan air itu, aku meletakkan gelas yang sudah kosong ke atas meja dan aku menghela napas panjang.Sikap Mark pagi ini sama sekali tak mengejutkan bagiku, karena aku sudah terbiasa dengan sosoknya yang sejak beberapa minggu belakangan kuhadapi hampir 24 jam.Hanya saja, setelah apa yang terjadi tadi malam, aku sedikit tersinggung.Mungkin aku sedang terlalu sensitif, maksudku, dia tidak perlu bicara dan menatapku dengan kesan merendahkan. Terlebih ketika dia menyodorkan pil kontrasepsi padaku.“Ibu?”Aku memasang senyum terbaik sebelum menoleh ke belakang, menatap Lily yang menghampiriku di dapur.“Kau butuh sesuatu, Lily?” tanyaku.“Tidak, Ibu. Kata Ayah, ayo, berangkat! Aku sudah siap!” ucapnya bersemangat sembari menggerak-gerakkan ransel pink di punggungnya.Aku menjauh dari counter dapur dan menggandeng tangan mungil Lily, lalu beranjak bersamanya.Di dalam mobil yang

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   29. Malam yang Tak Terlupakan

    Apa pun yang ada di pikiran Mark, tidak benar-benar bisa dipastikan. Sebab ketika aku mulai menciumnya, dia tak menunjukkan reaksi apa-apa. Padahal, aku melakukan itu lumayan lama. Sampai ketika gerak agresif dari bibirku mulai melambat, tiba-tiba saja Mark mencengkeram kedua lenganku, lantas membawaku ke tengah kasur. Tindakannya terjadi dengan sangat cepat. Aku tak sempat memproses apa-apa, tubuhku sudah berbaring terlentang begitu kubuka kedua mataku yang sejak tadi terpejam. “Kau terlalu berani, Anastasia,” bisik Mark. Dia bergerak menaiki tubuhku. Waktu seakan terhenti di sekelilingku, tak ada yang bergerak kecuali Mark. Di atasku. Bosku itu kemudian meraup bibirku, seolah membalas ciumanku yang tadi dia abaikan. Aku sudah membayangkan kemungkinan ini akan terjadi, dan tadi aku siap menerima risikonya. Namun, begitu akhirnya tiba dalam situasi ini, aku panik. “Mark, a-aku... aku tidak—emph....” Dia tidak mengizinkanku bicara sama sekali. Ciumannya mengganas, membuatku kesu

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   28. Dominasi Ambigu

    Perkataan Jane tentang Steven yang membicarakan mengenai Paula Harold, sangat mengganggu pikiranku sepanjang aku berada di taksi untuk kembali ke penthouse.Entah apa yang Steven ketahui, tetapi sepertinya Steven memilih untuk memberitahu Jane, karena dia tidak bisa menghubungiku.Aku perlu mencari cara agar bisa bertemu langsung dengan Steven tanpa sepengetahuan Mark.Tapi kukesampingkan dulu tentang itu, karena sekarang aku harus mencari cara kembali ke penthouse tanpa terkena amukan Mark.Setibanya di depan penthouse dan berhasil membuka kunci digital di depan pintu, aku membuka pintu perlahan dan penuh kehati-hatian.Seluruh ruangan di lantai bawah sudah gelap, namun hampir seluruh penerangan di penthouse mewah ini menggunakan sensor. Dan ketika kakiku melangkah menuju tangga, lalu lampu ruang tamu menyala karena sensornya mendeteksi gerakanku, langkahku refleks terhenti.Aku terkejut, tetapi bukan karena lampu itu menyala, melainkan karena keberadaan Mark yang sedang duduk di sof

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   27. Izin yang Tak Akan Diterima

    Setelah sempat mengobrol berdua dengan Inez kemarin—meski bagiku cenderung seperti mendengar hinaan halusnya terhadap Paula daripada mengobrol—aku semakin tidak bisa berhenti memikirkan tentang Paula.Masih kuingat ucapan David kepada Mark yang kudengar di Florida waktu itu, bahwa Paula ada di Berlin. Masih kupertanyakan pula, kalau wanita itu masih hidup, mengapa dia menghilang dua tahun terakhir? Lalu, apa yang sebenarnya Lily ketahui sebelum ibunya itu menghilang?Dan dalam sekejap, semua pertanyaan itu tersingkir dari pikiranku, digantikan oleh pertanyaan tentang Paula dan William Harold.Aku tahu, di dunia ini, nama William Harold bisa saja dimiliki oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang lainnya.Tapi bagaimana kalau ternyata William Harold yang disebut ibunya Mark adalah William Harold yang pernah kudengar disebut oleh ibuku?“Tidak mungkin... memang apa hubungan ibu dengannya?”Saking kencangnya bisikan di kepalaku, aku tak sadar bahwa kalimat barusan bukan kuungkapkan dala

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   26. Nama yang Familier

    “Kau tidak seperti menantuku yang kukenal,” ucap Inez. “Kau... berbeda dari sebelumnya.”Aku terjebak kebisuan. Tak tahu harus bagaimana sekarang.Mark di sampingku berdeham pelan. Dia meletakkan sendok dan garpunya, lantas menengahi, “Bisakah Ibu tidak berbicara seperti itu di depan Lily?”Dia menoleh sekilas pada Lily dan melanjutkan, “Lily butuh keadaan yang nyaman, Ibu.”Inez mengembuskan napas panjang. Setelah menenggak sedikit air putihnya, dia melanjutkan sarapannya dan tak membahas persoalan tadi lagi.Aku hampir pura-pura pingsan agar bisa keluar dari ketegangan tadi.Sarapan selesai tepat pukul setengah sembilan. Aku membawa Lily ke kamar untuk menggantikan bajunya yang tadi ketumpahan susu.Lily menyentuh rambut panjangku saat aku sedang merapikan ikatan rambutnya. Selepas memiringkan kepala, Lily bertanya, “Kenapa rambut Ibu warna cokelat?”Aku terdiam.“Bukankah seharusnya rambut Ibu sama denganku? Rambut kita seharusnya mirip, Ibu.”Seulas senyum kutunjukkan padanya. Kub

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   25. Tidak Seperti Menantuku

    Untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan kedua orang tua Mark, bahkan makan satu meja dengan mereka.Ini sangat canggung—setidaknya bagiku—karena setelah mendapatkan sikap tak ramah dari Inez, posisi dudukku kini justru persis berhadapan dengannya, saling berseberangan.“Apakah Kakek dan Nenek akan berlama-lama di sini?” tanya Lily di sela memakan panekuknya.Kuharap tidak. Sungguh. Kuharap mereka tidak berlama-lama.“Hanya hari ini, Sayangku,” jawab Inez. “Nanti malam, kami akan berangkat ke Florida.”Aku membatin bersyukur.“Kemarin, aku bersama ayah dan ibu baru saja pergi ke Florida,” ungkap Lily antusias.Kuyakin Inez sebenarnya sudah tahu, tetapi menyambut antusias cucunya, dia menunjukkan ekspresi terperangah. “Benarkah?”“Benar, Nenek. Aku bermain di pantai bersama ayah dan ibu, lalu membuat istana pasir yang besaaar sekali,” tutur Lily sembari merentangkan kedua lengannya. “Aku juga menemani ayah bekerja. Karena ibu bilang, ayah pergi ke Florida untuk bisnis.”“Kenapa kau ti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status