Home / Romansa / Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku / 5. Kedatangan Anak Palsu Saat Dilamar

Share

5. Kedatangan Anak Palsu Saat Dilamar

Author: Nadia Styn
last update Last Updated: 2025-10-20 17:15:56

[Anna! Astaga, kau masih hidup, ‘kan?!] Seru Jane di seberang telepon. [Kenapa kau menghilang? Teleponku tidak kau angkat, pesan tidak kau balas!]

Biasanya Jane memang selalu menjadi tempatku cerita. Tertekan dengan situasi ini, aku ingin menangis dan membuat suaraku sendiri terdengar bergetar.

"Jane... aku... aku terjebak," bisikku. Walaupun aku berada di dalam kamar, aku takut terdengar oleh pelayan yang bekerja di penthouse ini.

[Apa yang terjadi? Aku sudah membaca pesan-pesan darimu, tapi jelaskanlah dengan benar sekarang!]

Aku menceritakan semuanya pada Jane, secara berurutan tanpa ada yang terlewat, tentang apa yang terjadi padaku belakangan ini.

Rasa gugup karena memikirkan diriku akan terjebak di sini terus-menerus, membuatku tidak bisa tenang dan terus melangkah lambat di sisi kamar.

[Dia seperti menyandramu, Anna. Meski dia bosmu, bukankah itu tetap tindak pemaksaan dan ilegal?] Jane terdengar ngeri. [Kau harus pergi dari sana!]

"Aku tidak bisa," lirihku. "Kalau aku pergi dari sini, pasti aku juga akan diberhentikan dari Lawrence Company. Dan Lily... Jane, dia anak yang manis, dia benar-benar mengira aku ibunya. Jika aku pergi, aku akan menghancurkannya."

[Astaga, ini terdengar sangat tidak masuk akal. Bagaimana bisa tiba-tiba kau harus jadi ibu untuk anak orang lain? Kau butuh kehidupan normalmu, Anna. Satu malam saja. Kau harus keluar dari sana.]

"Aku tidak bisa, Mark akan...."

[Persetan dengan Mark!] potong Jane. "Besok lusa, Jumat malam, Steven pulang. Kalian bisa bertemu, kalian sudah lama saling rindu, bukan? Dia bilang nomormu tidak bisa dihubungi. Aku sangat khawatir.]

Aku tidak tahu harus berkomentar apa, sampai akhirnya Jane melanjutkan kalimatnya.

[Kalian harus bertemu, kalian sudah menjalin hubungan selama satu tahun lebih. Steven menyelesaikan gelar masternya. Dia siap melamarmu, Anna. Jangan ditolak!]

"Jane, itu tidak mungkin..."

[Restoran Céleste, jam delapan malam. Kau harus datang, karena aku sudah memesan dua kursi spesial. Aku yang traktir, demi kalian berdua.]

Telepon ditutup.

Ide itu tertanam di kepalaku. Satu malam saja untuk menjadi Anastasia Walter lagi. Bukan 'Sekretaris Walter', bukan 'Ibu', aku ingin jadi diriku sendiri.

***

Dua hari berikutnya terasa lama sekali. Aku terus memikirkan risiko terburuk apabila Mark tahu aku menyelinap pergi.

Saat jam kerjaku selesai dan aku sudah menjalankan tugasku untuk mengantar Lily terapi pukul tiga sore tadi, aku memberanikan diri masuk ke ruangan Mark. Kulihat, dia sibuk dengan tumpukan kertas, bahkan saat aku membuka pintu, dia tidak mengetahuinya.

"Tuan?" lirihku yang membuatnya mengangkat kepala. "Saya... saya ada urusan mendesak malam ini, ada masalah dengan apartemen saya yang lama. Saya harus bertemu dengan pemiliknya untuk menandatangani beberapa berkas."

Mark coba menelisik kata-kataku dan beruntungnya, dia tidak curiga sama sekali. “Berapa lama? Kau tahu kalau Lily pasti menunggumu, ‘kan?”

"Saya tahu, Tuan," sahutku cepat. "Ini tidak akan lama. Mungkin dua atau tiga jam saja. Saya berjanji akan kembali sebelum Lily tidur."

Mark diam, cukup lama, hingga aku menerka-nerka apa yang dia pikirkan. Dia mengetukkan jarinya di atas meja, beberapa kali, sampai akhirnya kembali menatapku dan mengangguk. "David akan mengantarmu.”

"Tidak, tidak,” sahutku, terlalu cepat dan membuatku salah tingkah.

Mark mengerutkan keningnya.

“Ma-maksud saya... tidak perlu, Tuan," kataku, mencoba terdengar lebih tenang. "Tempatnya dekat. Saya bisa naik taksi.”

Mark kembali diam hingga tatapan kami bertemu. Menunggu Mark bicara seperti menunggu antrean di depan neraka, sangat menyiksa.

Tapi untungnya, apa yang diucap Mark tidak pernah aku bayangkan. Dia mengizinkanku, dengan satu syarat, yaitu kembali tepat waktu.

Aku hampir saja tersandung karena terlalu bersemangat. Meski hanya beberapa jam, aku merasa bebas menjadi diriku sendiri, setelah satu minggu berperan ganda di istana Mark Lawrence.

Aku pun bersiap, memakai gaun terbaik yang kubawa dari apartemenku, gaun hitam berbahan satin yang dipadukan dengan sepasang stiletto di kakiku. Kemudian, aku berangkat menuju tempat yang sudah dipersiapkan Jane.

Restoran Céleste penuh alunan musik jazz dan tawa pelan orang-orang yang sedang menikmati hidup mereka.

Aku mendatangi meja VIP dan mendapati Steven sudah menunggu di sana. Begitu melihatku, dia langsung bangkit dan membawaku ke dalam pelukannya.

"Anna! Ya Tuhan....”

Aku membalas pelukannya dan tersenyum semringah. Terlepas dari fakta bahwa Steven pernah selingkuh dariku, dua kali selama kami berpacaran, aku yang naif ini tetap menyukainya. Dan bertemu dengannya setelah beberapa bulan terakhir dia kembali ke California, aku senang sekali.

“Maaf soal yang terjadi beberapa hari lalu,” kataku.

Steven tak langsung menjawab. Dia mengajakku duduk di meja kami, berhadapan, dan tangannya terulur di tengah meja untuk menggenggam tanganku.

"Apa yang terjadi?" tanya Steven. "Teleponmu pagi itu... aku tidak mengerti. Kau bilang kau pengasuh? Lalu ada suara bosmu dan seorang anak kecil yang memanggilmu ibu? Aku nyaris berpikir kau membohongiku dan diam-diam sudah berkeluarga, Anna."

"Ini... rumit sekali."

"Aku pulang ke New York untukmu, Anna. Aku juga sudah mendapat tawaran di firma hukum besar di sini. Aku pulang untuk kita. Jadi, jelaskan padaku.”

Aku mencoba menjelaskannya. Semua yang kujelaskan pada Jane tempo hari, kujelaskan lagi pada Steven. Kecuali, detail tentang Mark.

Aku hanya membuat Mark tampak seperti CEO pada umumnya, sosok ayah yang tidak ingin anaknya semakin terluka, dan sedang meminta bantuanku sebagai sekretarisnya demi sang anak.

"Jadi kau... tinggal di sana?" tanyanya. "Di rumahnya untuk berpura-pura menjadi ibunya?"

"Hanya sementara, Steven. Sampai kondisi mentalnya stabil. Mungkin beberapa bulan. Tapi tenang, Mark memberiku gaji empat kali lipat dari gajiku sebagai sekretarisnya.”

"Persetan dengan gajinya. Itu sangat tidak masuk akal," katanya, suaranya naik. “Tujuanku pulang adalah untuk melamarmu, tapi kau malah tinggal di rumah pria lain.”

"Steven, jangan... kumohon, ini bukan—"

Tampaknya Steven belum berubah. Dia akan melakukan apa pun yang dia inginkan, dalam situasi apa pun, dan mengedepankan egonya demi memastikan keadaan berjalan seperti yang dia susun.

Dia beranjak dari kursinya, lalu berlutut di samping kursiku. Tangannya memegang sebuah kotak cincin bersepuhkan perak, dia melamarku.

Tepat pada saat itulah aku merasakannya, suara seorang anak kecil yang entah kenapa membuat jantungku berdegup kencang.

Saat di mana suara anak kecil itu semakin dekat dan Steven menoleh, aku tertegun. Itu Lily.

Gadis kecil itu melewati Steven, lantas langsung memelukku. Komitmen Steven yang menyatakan ingin menikahiku, seperti menguap begitu saja, sebab segalanya seolah berpusat pada Lily yang kemudian berkata, “Ibu ... apa yang Ibu lakukan di sini? Kenapa tidak datang ke restoran bersama aku dan ayah saja?”

***

Bersambung .....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   27. Izin yang Tak Akan Diterima

    Setelah sempat mengobrol berdua dengan Inez kemarin—meski bagiku cenderung seperti mendengar hinaan halusnya terhadap Paula daripada mengobrol—aku semakin tidak bisa berhenti memikirkan tentang Paula.Masih kuingat ucapan David kepada Mark yang kudengar di Florida waktu itu, bahwa Paula ada di Berlin. Masih kupertanyakan pula, kalau wanita itu masih hidup, mengapa dia menghilang dua tahun terakhir? Lalu, apa yang sebenarnya Lily ketahui sebelum ibunya itu menghilang?Dan dalam sekejap, semua pertanyaan itu tersingkir dari pikiranku, digantikan oleh pertanyaan tentang Paula dan William Harold.Aku tahu, di dunia ini, nama William Harold bisa saja dimiliki oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang lainnya.Tapi bagaimana kalau ternyata William Harold yang disebut ibunya Mark adalah William Harold yang pernah kudengar disebut oleh ibuku?“Tidak mungkin... memang apa hubungan ibu dengannya?”Saking kencangnya bisikan di kepalaku, aku tak sadar bahwa kalimat barusan bukan kuungkapkan dala

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   26. Nama yang Familier

    “Kau tidak seperti menantuku yang kukenal,” ucap Inez. “Kau... berbeda dari sebelumnya.”Aku terjebak kebisuan. Tak tahu harus bagaimana sekarang.Mark di sampingku berdeham pelan. Dia meletakkan sendok dan garpunya, lantas menengahi, “Bisakah Ibu tidak berbicara seperti itu di depan Lily?”Dia menoleh sekilas pada Lily dan melanjutkan, “Lily butuh keadaan yang nyaman, Ibu.”Inez mengembuskan napas panjang. Setelah menenggak sedikit air putihnya, dia melanjutkan sarapannya dan tak membahas persoalan tadi lagi.Aku hampir pura-pura pingsan agar bisa keluar dari ketegangan tadi.Sarapan selesai tepat pukul setengah sembilan. Aku membawa Lily ke kamar untuk menggantikan bajunya yang tadi ketumpahan susu.Lily menyentuh rambut panjangku saat aku sedang merapikan ikatan rambutnya. Selepas memiringkan kepala, Lily bertanya, “Kenapa rambut Ibu warna cokelat?”Aku terdiam.“Bukankah seharusnya rambut Ibu sama denganku? Rambut kita seharusnya mirip, Ibu.”Seulas senyum kutunjukkan padanya. Kub

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   25. Tidak Seperti Menantuku

    Untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan kedua orang tua Mark, bahkan makan satu meja dengan mereka.Ini sangat canggung—setidaknya bagiku—karena setelah mendapatkan sikap tak ramah dari Inez, posisi dudukku kini justru persis berhadapan dengannya, saling berseberangan.“Apakah Kakek dan Nenek akan berlama-lama di sini?” tanya Lily di sela memakan panekuknya.Kuharap tidak. Sungguh. Kuharap mereka tidak berlama-lama.“Hanya hari ini, Sayangku,” jawab Inez. “Nanti malam, kami akan berangkat ke Florida.”Aku membatin bersyukur.“Kemarin, aku bersama ayah dan ibu baru saja pergi ke Florida,” ungkap Lily antusias.Kuyakin Inez sebenarnya sudah tahu, tetapi menyambut antusias cucunya, dia menunjukkan ekspresi terperangah. “Benarkah?”“Benar, Nenek. Aku bermain di pantai bersama ayah dan ibu, lalu membuat istana pasir yang besaaar sekali,” tutur Lily sembari merentangkan kedua lengannya. “Aku juga menemani ayah bekerja. Karena ibu bilang, ayah pergi ke Florida untuk bisnis.”“Kenapa kau ti

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   24. Menantu Palsu

    “Aku ingin seperti Dee Dee, Ibu.” Lily menggenggam rambutnya menjadi dua bagian, lantas melanjutkan, “Diikat dua seperti ini.”“Dee Dee? Hm... baiklah. Biar Ibu coba,” jawabku.Dengan tubuhnya yang sudah terbalut gaun putih bermotif bunga, Lily duduk tenang di kursi bermain berbentuk stroberi di kamarnya, menungguku untuk menata rambutnya seperti yang ia inginkan.Rambut Lily sudah pirang, seperti Dee Dee dalam kartun Dexter’s Laboratory, sehingga tak sulit bagiku untuk menatanya semirip mungkin dengan model ikat dua.“Sudah selesai!” ucapku beberapa menit kemudian.Lily beranjak dari duduknya, bergegas menghampiri cermin di sisi kamar. Senyumnya merekah lebar begitu melihat rambut pirangnya yang panjang sudah terikat.Dia berputar-putar di depan cermin, membiarkan bagian bawah gaunnya mengembang terkena angin, lantas mengagumi penampilannya sendiri pagi ini.Tak lama kemudian, pintu kamar Lily terbuka, Mark muncul.Lily langsung mendekati Mark dan melapor penuh semangat pada ayahnya

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   23. Sentuhan Pembangkit Adrenalin

    Aku ketiduran di kamar Lily, terbangun karena mendengar bel di depan penthouse dibunyikan.Saat kulihat jam dinding berbentuk kepala Hello Kitty di sisi kamar, kudapati kalau sekarang sudah pukul setengah satu malam.Lily tetap nyenyak dalam tidurnya. Dia pasti lelah setelah menunggu kepulangan ayahnya sampai ketiduran bersamaku beberapa jam yang lalu.Aku bergegas keluar dari kamar Lily, lantas membukakan pintu depan.“Mark? David?” Aku mengernyit kaget melihat keberadaan kedua pria itu di depan pintu.Entah apa yang terjadi pada Mark, tetapi bosku itu tampak setengah sadar dan dirangkul oleh David.“Nona Lily sudah tidur, ‘kan? Aku tidak langsung masuk karena khawatir dia belum tidur,” ujar David, melirik ke arah Mark yang dia rangkul, mengisyaratkan kalau dia tak mau Lily melihat kondisi ayahnya saat ini.Aku mengangguk cepat, lalu memegangi lengan Mark dan membantu menuntunnya untuk masuk.“Apa yang terjadi?” tanyaku cemas.“Tuan Lawrence minum terlalu banyak setelah makan malam d

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   22. Seperti Anak Sendiri

    Sudah lima hari berlalu sejak aku, Mark, dan Lily kembali ke New York setelah tiga hari kami berada di Florida.Lily semakin ceria pasca kami pulang. Tingkah manisnya yang penuh semangat, membuatku merasa cukup lega, karena tampaknya dia tak lagi memikirkan mimpi buruknya yang membuatnya histeris waktu itu.Sore ini sebelum pulang dari Lawrence Company, karena Mark harus pergi menemui rekan bisnisnya, aku mampir ke supermarket dan membeli beberapa kotak stroberi untuk Lily, agar Lily tidak murung menantikan kepulangan ayahnya.Gadis kecil itu sangat menyukai stroberi. Apa pun yang ia makan dan minum, jika bisa memiliki rasa stroberi, maka ia akan melahapnya.Tak heran jika di luar warna-warni kamar tidur Lily, ada kursi stroberi besar kesayangan Lily di antara minimalis dan elegannya interior penthouse Mark.“Selamat datang, Ibu!” sapa Lily begitu dia melihatku pulang.Aku tersenyum hangat pada gadis kecil itu. “Apa kau pergi les piano hari ini? David yang mengantar dan menjemputmu, ‘

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status