Share

Bab 4 : posisi

"Bawa para gadis ini ke sel tahanan yang berada di daerah Utara. Beri mereka makan dan lepaskan ikatan mereka. Aku akan memilahnya nanti," ujar Terry dengan nada dingin lalu melepaskan tangannya dari wajah Jessy. 

Setelah itu, Terry pergi keluar dari ruangan ini, diikuti beberapa pria gagah tadi yang Jessy perkirakan adalah pengawalnya. Jessy menghela napas lega saat Terry kini meninggalkannya. Jujur saja, berdekatan dengan Terry membuat Jessy begitu lelah.

Para gadis tadi termasuk Jessy kembali digiring menuju  sebuah bangunan besar yang berada di sebelah Utara gedung yang tadi ia pakai untuk berkumpul. Gedung yang ia masuki saat ini tak seluas gedung sebelumnya. Di ruangan ini, terdapat beberapa cctv dan pagar listrik yang menjulang begitu tinggi. Itu artinya, tak ada sedikitpun celah untuk kabur.

Ikatan tali yang membelenggu Jessy dan teman temannya pun dilepaskan. Setelah itu, mereka semua diberi makan yang menunya berupa satu buah burger dengan satu botol air mineral. Makanan ini cukup mewah untuk gadis "tahanan" seperti mereka. Setelah diberi makan siang, para pria tadi pun keluar dari ruangan itu, setelah mengunci pintu utama agar para gadis yang mereka tangkap tidak kabur.

"Jessy, apa kau baik baik saja?" Tanya Jane seraya mengunyah burger miliknya dengan rakus. Jessy yang masih syok dengan kejadian barusan menganggukkan kepalanya lalu seraya memberikan senyuman canggung.

"Ya, aku baik baik saja,"

Jessy mulai memakan burger itu dengan pelan. Gadis itu tersenyum saat burger itu menyentuh mulutnya. Ia suka rasa makanan ini. Ini adalah makanan termewah yang ia makan selama hidupnya, karena biasanya Jessy dan para gadis yang berada di panti asuhan akan memakan roti yang murah dan keras untuk mengganjal perut mereka.

"Jessy, kenapa kau berani sekali melawan pria seperti Terry? Kau sudah bosan hidup ya?" Tanya Jane kesal seraya menjitak kepala Jessy dengan kencang, membuat sang gadis meringis kesakitan. Pertanyaan yang Jane lontarkan sama dengan pertanyaan Terry saat tadi ia melawannya. "Jantungku hampir saja berhenti saat pria mengerikan itu bilang akan melemparmu ke kandang singa,"

Renata terdiam mendengar perkataan Jane sambil mengelus kepalanya yang sakit akibat dijitak oleh gadis berambut ikal itu. 

"Karena aku ingin kita semua bebas, Jane,"

Perkataan polos Jessy membuat Jane jengkel. Ia memukul lengan Jessy kencang yang tentu saja mendapat erangan protes dari Jessy.

"Jane, kenapa kau memukulku?"

"Itu karena kau bodoh! Aku sudah bilang berkali kali padamu, berhati hatilah saat kau bicara dengan pria, terutama yang begitu mengerikan seperti Terry. Kau hampir saja menggali kuburanmu sendiri karena kebodohanmu, Renata!"

Jessy menundukkan kepala mendapati Omelan dari sahabatnya itu. Gadis itu akui jika ia sangatlah ceroboh melawan Terry tadi. Seperti kata Jane, ia memang gadis bodoh yang belum bisa mengontrol tindakannya.

"Lalu setelah ini apa yang akan kita lakukan, Jane? Jujur saja aku takut berada disini,"

"Aku juga tak tahu Jessy. Kejadian ini begitu tak terduga. Aku tak menyangka jika takdirku akan berakhir menjadi seburuk ini,"

Keduanya terdiam setelah mengatakan hal itu. Baik Jessy maupun Jane, keduanya larut dalam pikiran masing masing, begitu bingung apa yang akan terjadi setelah ini. Saat Jessy telah menyelesaikan makan siangnya, tiba tiba saja gadis itu di tarik oleh salah satu pengawal wanita yang entah sejak kapan muncul.

"H-hei, apa apaan ini?!" Tanya Renata mencoba memberontak. Pengawal wanita yang berambut bob itu mencengkeram pergelangan tangan Renata hingga sang gadis memekik kesakitan. Jane yang melihatnya tentu saja kaget karena melihat Jessy yang ditarik begitu kasar seperti hewan liar.

"Anda diminta untuk menemui tuan muda Terry di bangunan timur, nona," balas wanita itu singkat.

"Kenapa aku harus menemui pria itu?" 

"Jangan banyak bertanya dan cepatlah berdiri sebelum saya menyeret anda lebih kasar dari ini!"

Bentakan wanita itu membuat Jessy memanyunkan bibir merahnya. Dengan lesu, ia berdiri dan segera diseret oleh wanita tadi dengan langkah lebar. Saat melewati jembatan, Jessy hampir saja terjatuh ke kolam penuh buaya jika saja ia tak berpegangan pada sisi pembatas jembatan itu.

"A-akh bisakah anda berjalan sedikit lebih pelan?"

Wanita itu tak menghiraukan ucapan Jessy dan memilih untuk terus berjalan, mengabaikan sang gadis yang hampir jatuh berkali kali. Tak lama, keduanya sampai disebuah bangunan mewah yang berada disebelah timur. Jessy tak menyangka jika di dalam sebuah pabrik tua terdapat bangunan indah seperti ini. Apa pabrik itu hanyalah kedok belaka agar bisa menipu para polisi? 

"Oh, boneka kecilku sudah datang rupanya," 

Terry berkata dengan nada senang seraya menatap Jessy dari atas sampai bawah dengan teliti. Setelah itu, ia menarik tangan sang gadis dari cekalan gadis pengawal wanita yang menyeretnya tadi dengan kasar hingga membuat Jessy terjatuh tepat di depan kaki Terry. Pria itu menyeringai lebar saat melihat Jessy yang terjatuh di hadapannya, membuat sang gadis terlihat seolah tengah berlutut padanya.

"Terima kasih telah membawa boneka kecil ini, Belle. Kau bisa pergi dan melanjutkan tugasmu,"

Wanita berambut bob yang dipanggil Belle pun mengangguk singkat dan menunduk hormat dengan membungkukkan badan seperti kebiasaan orang Jepang. Setelah selesai memberikan hormat, Belle pergi dari hadapan Jessy dan Terry.

"Nah, boneka kecil. Sudah saatnya kau mengetahui posisimu disini," ujar Terry dengan nada datar. 

Pria itu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Jessy yang masih terduduk di tanah. Tangan pria itu mengelap saus bekas burger yang berada di sudut bibir Jessy dengan lembut, membuat rona merah muncul di pipi sang gadis.

"Bangunlah dan ikuti aku," perintah Terry seraya berdiri dari posisinya, menunggu Jessy untuk mengikutinya.

"Kenapa saya harus mengikuti anda?" Tanya Jessy seraya bangkit dari dan kini berdiri tepat di hadapan Terry.

Pria itu menyeringai mendengar pertanyaan polos yang terlontar dari bibir mungil Jessy. Terry berjalan mendekat kearah gadis itu dengan langkah perlahan hingga jarak keduanya tersisa satu jengkal saja. Dalam jarak sedekat ini, Jessy bisa mencium parfum mahal bercampur bau rokok dari tubuh Terry.

"Kau berani mempertanyakan keputusanku, boneka kecil?" 

Terry berkata dengan nada dingin dan tatapan mata tajam yang begitu mengintimidasi. Jessy yang sadar dengan perubahan nada suara Terry langsung memukul pelan bibirnya karena sadar ia sudah salah bicara .

"Maksudku—"

"Kau tak tahu siapa aku?" Terry menyela perkataan Jessy sebelum sang gadis meneruskan ucapannya. Pria itu sedikit menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Jessy agar bisa menatap langsung mata doe hijau itu. 

Jessy kembali menahan napas saat jarak wajah Terry terlampau dekat dengannya. Lagi lagi, ia harus kembali menatap mata coklat Terry yang begitu mengintimidasi dirinya.

"Bersikaplah baik di hadapanku, boneka kecil. Sadarilah posisimu. Kau tak lebih dari sekedar mainan ditempat ini,"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status