Share

Bab 4

"Ya Allah, jagalah putri hamba di luar sana, pertemukan lah dia dengan orang-orang baik, yang mau membantunya.. Lancarkan lah setiap langkahnya dalam meraih cita-cita nya ya Robby..." doa bu Tuti, terus melantunkan doa-doa nya, untuk Putri tercintanya.

Hingga larut malam, suaminya belum juga pulang. Bayu putranya sudah tertidur di kamarnya, setelah mulai tadi bersedih dan menangis dalam diam, karena berpisah dari kakaknya.

"Jangan kamu tangisi kakakmu Le, tapi doakan dia, agar menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, kamupun kelak juga harus bisa sekolah setinggi mungkin" ucap bu Tuti, mengusap punggung putra bungsunya itu.

Bayu memeluk ibunya erat, dan terisak.

"Bayu janji akan selalu jaga Ibu, seperti yang diminta oleh Mbak Naya" ucap Bayu, membuat bu Tuti merasa terharu.

"Jadikan anak-anak hamba sebagai orang yang berguna kelak ya Allah... 

Kanaya, Bayu, berikanlah kebahagian dan keberuntungan untuk mereka, di dunia maupun di akhirat...." 

Bu Tuti setiap hari, tak pernah lupa di setiap selesai menjalankan lima waktunya, menyebut nama kedua anaknya, dalam setiap doanya.

Karena dia tahu, doa seorang ibu, akan selalu di dengar oleh Tuhannya.

"Dok dok dok!!!!! Bune!!!" teriak Slamet sambil mengetuk pintu dengan keras. 

Bu Tuti melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari, dan suaminya baru pulang. 

'Pasti dia mabuk lagi' gumam bu Tuti, tampak kesal.

Padahal Slamet suaminya, dulu adalah orang yang rajin bekerja, tapi semenjak berteman dengan Juragan Gito dan para pengikutnya, perangai suaminya itu mulai berubah.

Mulai suka mabuk, berjudi, dan temperamen.

Bu Tuti sebenarnya juga setiap hari tak pernah lupa, untuk mendoakan suaminya itu agar berubah.

Namun semakin hari, perangai nya malah semakin menjadi-jadi. 

Hutangnya menumpuk, kewajiban menafkahi pun tak lagi di lakukan, karena uang hasil kerjanya selalu habis untuk berjudi dan mabuk-mabukan. 

Ingin rasanya bu Tuti mengakhiri semuanya, namun suaminya selalu mengancam akan menyakitinya dan anak-anak, jika sampai berani meninggalkannya.

Dengan langkah malas, bu Tuti pun kemudian membukakan pintu untuk suaminya itu.

Benar saja, aroma minuman keras segera merasuk ke indera penciuman nya, membuat wanita paruh baya itu segera menutup hidungnya.

"Mabuk lagi Kang??" gumam bu Tuti kesal.

"Sedikit Bune!! tadi di traktir sama calon menantu..hehehe" kekeh Pak Slamet, tertawa lebar. 

Bu Tuti tampak kesal mendengar itu. Itulah mengapa, dia nekat mengirim putrinya ke kota, rasanya sungguh tak rela, jika putrinya yang lemah lembut dan pintar itu, harus berakhir menjadi istri seorang kakek renta yang suka kawin dan mabuk-mabukan, seperti Juragan Gito. 

"Wudlu dulu sana Kang, cuci muka tangan dan kakinya dulu sebelum tidur!!" perintah bu Tuti kepada suaminya.

"Alah!!! kesuwen (Kelamaan) keburu ngantuk aku Bune!" tolak pak Slamet, langsung masuk kamar dan tidur.

Baru sebentar merebahkan diri, namun suara dengkur nya yang keras, langsung terdengar.

Ya Allah... gumam bu Tuti, tampak jijik melihat kelakuan suaminya itu. 

Akhirnya malam itu, bu Tuti memilih tidur di kamar putrinya, untuk beristirahat. Karena besok dia mungkin harus menghadapi kemarahan suaminya, saat mengetahui, kalau putrinya sudah tidak ada lagi di rumah.

*****

"Nduk, Ibu pulang dulu ya, kamu baik-baik disini. Kalau kamu ada perlu, atau mau memberi kabar pada ibumu, kamu bisa temui Ibu, setiap Senin Legi di pasar yang tadi itu, di tempat yang sama" ucap bu Lely, kepada Kanaya. 

"Nggih Bu, terimakasih banyak atas bantuannya" jawab Kanaya, kemudian mencium tangan bu Lely. 

"Oh iya Nduk, ini ada sedikit dari ibu, mudah-mudahan bisa sedikit membantu kamu, disini ya" ucap bu Lely lagi, mengangsurkan beberapa lembar uang merah, dalam genggaman tangan Kanaya. 

"Ya Allah, tidak usah bu, jangan repot-repot" tolak Kanaya, merasa sungkan.

"Sudah, tidak apa-apa. Ibu sangat yakin, kalau kelak kamu pasti akan menjadi orang yang sukses, seperti keinginan ibu kamu" ucap bu Lely tersenyum, dan mengusap kepala Kanaya. 

"Terimakasih banyak Bu" ucap Kanaya, tampak terharu, melihat kebaikan bu Lely. 

"Iya, ya sudah, ibu pulang dulu ya, keburu siang soalnya.." pamit perempuan paruh baya itu, segera menaiki mobil pickup nya.

Mata Kanaya tampak berkaca-kaca, melihat kepergian bu Lely. 

Mulai hari ini, dia akan berjuang sendiri, menghadapi kerasnya hidup, di ibukota Jawa tengah itu...

"Ayo dek Naya, duduk disini dulu, nanti setelah saya selesai bantu Bapak jualan, saya anterin cari kost di dekat kampus" ucap Mbak Rani, putri dari penjual sarapan, yang pagi itu mereka singgahi.

"Nggih Mbak" jawab Kanaya tersenyum, kemudian mengikuti gadis yang baru di kenalnya itu.

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status