Kemewahan
Monalisa berjalan dengan cepat memasuki sebuah toko yang ada di mall ternama, ya toko tas yang menjual tas merk dunia dengan harga hampir setara mobil maupun rumah. Dia mendengar jika hari ini akan ada diskon di toko tersebut, diskon khusus untuk para member VVIP.
"Selamat sore nona Monalisa, ada yang bisa saya bantu," ucap salah seorang pelayan toko yang berpakaian rapi dengan setelan jas warna hitam, rambut mengkilap disisir rapi dan sepatu resmi hitam yang mengkilap.
"Tas seperti di foto ini," ucap Monalisa seraya menunjukkan sebuah foto.
"Oh iya, itu adalah model terbaru, ada harga khusus untuk member VVIP," ucap pelayan yang terlihat cukup tampan itu. Tangannya terbalut sarung tangan putih, semakin membuatnya terlihat begitu rapi dan berwibawa.
Kencan PertamaBeberapa menit sebelum Monalisa melihat Reynold dan Devanka."Aku sudah selesei dengan pekerjaanku," ucap Devanka yang sudah berdiri di hadapan Reynold yang duduk di teras depan kios, Devanka terlihat sudah menenteng tas rajut warna coklat yang berhias bunga matahari di bagian depan."Kau sudah selesei? baiklah, aku akan berpamitan dulu dengan bibi Rose," ucap Reynold."Baiklah, aku tunggu di sini, tadi aku sudah bertemu dengan bibi Rose," ucap Devanka. Setelahnya Reynold masuk ke dalam kios, terlihat berbincang sebentar dengan bibi Rose. "Sudah beres, kita bisa pergi sekarang," ucap Reynold."Kita mau ke mana?" tanya Devanka.
Ingatan LamaMobil Reynold sudah sampai di jalan Merpati Putih, jalan rumah Devanka, berhenti tepat di depan rumahnya sesuai dengan arahan dari Devanka. Setelah mobil berhenti, tiba tiba Reynold terdiam. Ingatannya melayang ke waktu yang begitu ingin dia lupakan, tiba tiba kilatan ingatan itu muncul. Jalan Merpati Putih, suara kencang dan teriakan seorang wanita. "Tidak!" tiba tiba Reynold memekik kecil, seraya memegang kepalanya. Devanka yang melihat itu mulai bingung dan sedikit panik."Rey, Rey," ucap Devanka berusaha menyadarkan Reynold yang sepertinya mulai kalut dan entah sedang memikirkan apa. Reynold terdiam, berusaha menenangkan hati dan pikirannya.
Cinta Adalah CanduJam menunjukkan pukul 11.30, sebentar lagi adalah waktu untuk istirahat siang. Reynold terlihat mengendari mobilnya, seorang diri. Melintasi jalanan ibu kota yang masih begitu padat merayap, di waktu siang, berburu makan siang dan tempat untuk sekedar beristirahat. Sekitar kurang lebih tiga puluh menit, mobil Reynold sudah terparkir di depan Rose Florist, dia hendak menemui Devanka. Reynold dengan santai masuk ke dalam kios, mencari sosok Devanka. "Dev," ucap Reynold singkat. Devanka yang terlihat sibuk dengan beberapa karangan bunganya spontan menoleh mencari ke arah sumber suara."Reynold, bagaimana keadaanmu? Aku semalaman
Rahasia Besar"Laksanakan tugasmu dengan baik, aku akan memberikan sesuai yang aku janjikan," ucap Monalisa pada seseorang yang dia telephone. Wajah Monalisa menyiratkan suatu kemarahan yang tergambar jelas. Ada sesuatu yang mengganjal dan itu harus segera diseleseikan.Monalisa mengambil kunci mobil, bergegas meninggalkan apartemennya, dia melaju membelah keramaian jalan ibu kota, ada satu tempat yang akan dia tuju, dia harus memastikan semuanya baik baik saja. Di kantor, Reynold terlihat menjalankan rutinitas seperti biasa. Duduk nyaman di kursi kerjanya, mengerjakan pekerjaan kantor yang begitu banyak, sangat sibuk, semua bekerja, pikiran, tangan bahkan hati. Dalam kesibukannya, sesekali Reynold menyelipk
Tantangan BesarJam menunjukkan pukul 17.00 Reynold keluar dari kantornya, dia berjalan bersama sekretaris Pete menuju ke arah parkiran mobilnya."Klunting" handphonenya berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Reynold menghentikan langkahnya, dia meraih handphone yang ada di sakunya, ternyata ada pesan yang masuk. Dia segera membaca pesan tersebut."Rey, sepulang kerja bisa mampir ke Rose Florist?" Itu adalah pesan yang terbaca dari layar handphone Reynold. Pesan itu adalah dari Devanka, kemarin mereka bertukar nomor handphone dan ini adalah pesan pertama dari Devanka. Reynold tersenyum, pesan itu seketika merubah suasana hatinya."Ada apa tuan muda?" tanya Sekretaris Pete yang ternyata juga mengamatinya. "Ti-tidak, sekret
Terbukanya rahasia besar"Kau senang hari ini?" tanya Reynold pada Devanka sebelum mengantarnya pulang. "Iya, terimakasih untuk semuanya," ucap Devanka. Mereka berdua berjalan menuju ke arah mobil. Reynold melirik ke arah jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 20.00, dia dan Devanka harus segera pulang karna malam sudah semakin larut. Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, dengan hati yang bahagia namun menyisakan rasa yang cukup mengganggu mana kala Devanka menantang seseorang yang tadinya ingin menjadikannya kekasih, Devanka tidak ingin menjadi seorang kekasih melainkan seorang istri. Reynold belum memberikan kata kata apapun untuk hal itu, tidak ada tanggapan, dia hanya diam, berusaha membahas hal yang lain seolah mengelak.
Foto lamaMalam semakin larut, Reynold kembali ke kamarnya. Hatinya sudah mulai tenang, namun kegundahan dan perasaat yang bercampur tidak karuan membuatnya tetap memiliki beban pikiran yang seolah begitu sulit untuk diringankan. Reynold duduk di atas tempat tidurnya, matanya menerawang tak tentu arah, dia ingat akan sesuatu. Dia beranjak berdiri dari posisi duduknya, berjalan ke arah lemari baju, dibukanya pintu lemari baju berwarna putih tinggi dan mewah itu. Dia mengambil kotak kayu berwarna coklat tua, seperti peti kecil. Setelah dia mengambil kotak itu dia kembali ke posisi duduknya. Beberapa saat dia memandangi kotak kayu itu. Ingatannya menerawang, menyelami memori mengenai kotak kayu tua yang begitu istimewa.
PraharaJam menunjukkan pukul sebelas, Reynold terlihat berjalan ke arah pintu keluar, melepas jasnya dan dia bawa di tangan kirinya. Dia terlihat masuk ke dalam mobil, mengendarai mobilnya sendiri. Aldo terlihat menundukkan badan, dia tau tuan mudanya akan pergi ke suatu tempat, sendirian dan masih menjadi rahasia.Reynold terlihat mengendarai mobilnya cukup kencang, dia akan mendatangi sebuah tempat yang sebenarnya tidak direncanakan, dia ingin menemui seseorang yang seharusnya sudah dia temui beberapa tahun lalu. Jalanan ibu kota masih tetap sama, ramai penuh sesak, seolah tak pernah sepi, penuh, riuh dan panas diterpa sinar matahari, bahkan AC mobil seolah tidak ada gunanya. Reynold mengendarai mobilnya,