Share

Bab 7 - Dendam

"Bagaimana jika aku tidak mengizinkanmu?" tekan Cinta pelan demi membuat orang-orang sekitarnya tidak curiga.

Kini dia menyadari sesuatu dan mata indahnya seketika membulat penuh, lalu turun menelisik penampilannya sendiri. Pakaian juga riasan yang dia kenakan saat ini benar-benar jauh dari seleranya.

Cinta seperti melihat orang lain dalam dirinya sendiri.

"Kenapa? Apa kau berpikir bakal mendapat hak sebesar itu dariku?" Pertanyaan Zaki memberondong, tetapi tidak langsung dibalas olehnya.

Ya, karena Cinta lebih fokus pada busana apa yang dikenakannya sekarang. Sore tadi, Alfian sang asisten datang ke rumah bersama seorang penata rias yang membawa setelan busana. Lalu memintanya berdandan menurut keinginan Zaki.

Parahnya, dia baru menyadari kalau penampilan tersebut sangat mirip dengan wanita yang baru dilihatnya tadi, Farahdina. Kini Cinta mulai menangkap celah.

"Bisa dijelaskan kenapa aku harus berdandan seperti ini?" desaknya dengan tatapan tajam meminta penjelasan.

Zaki berdehem, mendorong Saliva ke tenggorokan bersamaan jakun maskulinnya bergerak sensual.

"Untuk membayar tuntas semua fasilitas yang telah kau nikmati selama berada di rumahku."

Sekali lagi mulut Cinta nyaris mengumpat kata yang tidak seharusnya. Namun, dia memilih menahan diri karena saat ini beberapa mata sudah mulai memerhatikan gelagat mereka.

"Padahal aku berharap bisa memakai gaun hasil desainku sendiri. Merias wajah dengan ciri khas yang kumiliki demi memperkenalkan karya terbaruku kepada dunia. Tapi, kau malah merusaknya dengan busana tak jelas begini?"

Jiwa berontaknya meronta. Merasa dipermainkan oleh suami sendiri.

Zaki mencela, "Aku tak peduli dan tidak mau tahu soal itu."

Celaan yang menampakkan sisi acuh tak acuh begitu melekat dalam dirinya.

Cinta menggerutu kesal. Dia hampir saja meraih kesempatan besar seperti yang sudah-sudah, mengenalkan terobosan baru karyanya kepada semua orang. Namun, kemunculan Farahdina memboyong dandanan menyerupai dirinya secara tidak langsung telah membalikkan semua harapan.

"Gila saja dia mengubah penampilanku menjadi seperti wanita itu?!" celetuknya geram dan sangat pelan, lebih tepat berbicara pada diri sendiri.

Zaki mengangguk samar seolah paham. "Dengar Cinta. Sebelumnya kau yang telah menantangku." Tatapannya berubah dingin.

Cinta melirik singkat. Dilihatnya pemilik rahang tegas itu menyeringai dengan salah satu sudut bibir terangkat.

"Sekarang lihat, apa yang bakal kulakukan kepadamu," tekannya angkuh.

Cinta mendecak merutuki kebodohannya. Dia bahkan sampai melupakan ucapannya sendiri. Minggu lalu dia memang telah mengusir Zaki dengan kasar. Namun, Cinta tidak menduga bakal dibalas Zaki dengan cara begini.

Wanita pemilik rambut coklat itu kini mendongak mantap, tidak ingin terlihat lemah.

"Tidak! Pokoknya kau tidak boleh bertindak seenaknya."

"Cinta Papilaya!” Nama lengkapnya dipanggil, pertanda Zaki tidak main-main. “Kau bahkan sudah mengusirku waktu itu. Lalu apa yang sedang ingin kau tunjukkan dari sikapmu ini?” lanjutnya dengan seringai jahat. Memamerkan kebekuan pada tampang berewoknya yang mulai melebat.

Cinta ikut tenggelam dalam kebekuan.

"Apa kau mulai mengharapkan perhatianku?"

Celetukan Zaki itu kembali terdengar kelakar dan meremehkan. Apa daya, Cinta sudah berupaya menahan, tetapi pria itu lebih berkuasa di atasnya.

Kini dia hanya bisa tercenung memandang punggung Zaki yang menjauh. Ucapan sinis suaminya tadi  terus saja mengganggu pikiran.

"Tidak. Ini tidak normal. Untuk apa terpancing dengan umpanannya?"

Meski begitu, perkataan Zaki ada benarnya. Giliran sekarang diabaikan, Cinta malah merasa seolah tidak dipedulikan oleh seorang suami.

Sebenarnya apa yang dia harapkan dari pria yang telah mengungkung hidupnya ini? Mungkinkah dia menginginkan perhatian Zaki?

'Apa aku mulai gila?' batinnya terbahak. Satu yang pasti, dia tidak suka dipermak menjadi seperti wanita bernama Farahdina karena secara tidak langsung wanita itu telah menjadi rivalnya.

Sepanjang malam ini menjadi momen paling membosankan bagi Cinta sebab Zaki pergi sejak tadi dan enggan kembali, seolah benar-benar telah melupakannya.

"Oh! Enak sekali dia bersenang-senang di sana."

Cinta hanya bisa merutuk keadaannya sambil menikmati kesendirian di sudut paling sepi. Menonton dari jauh pasangan-pasangan elit berdansa ria tanpa bisa berbuat apapun. Berulang kali mata kuyunya turun melirik arloji di tangan.

Cinta mulai gusar dan memutuskan untuk mencari keberadaan Zaki. Saat dia mulai bergerak menyisir lorong di luar area ballroom, terdengar obrolan dari sekumpulan wanita modis yang membicarakan perihal hubungannya dengan Zaki.

“Beruntungnya jadi istri belia apalagi punya suami seperti Zaki.” Seorang wanita berbadan kurus kembali berucap, “Asyiknya dimanjai terus.”

Cinta meringis dalam hati. Hidupnya sungguh ironi. Penilaian yang didengar dari semua orang tentang rumah tangganya sangat berbeda dengan fakta yang dialaminya.

“Lebih beruntung Farah. Padahal sudah bertahun-tahun dia meninggalkan Zaki, tetapi masih saja dikekep,” balas salah satunya lagi yang memakai gaun seksi. Pernyataan kali ini lebih alami Aketimbang sebelumnya. Dia seperti memahami realita yang ada.

“Ah, yang benar saja?”

“Benar, kok. Orang istrinya juga ditinggal sejak tadi cuma buat mengejar mantan.”

Obrolan sumbang tersebut cukup membuat telinga panas. Sepertinya dia harus secepat mungkin bertemu dengan suaminya agar tak ada lagi gunjingan pedas.

“Aku harus mencarinya.” Dengan cepat dia menyisir area luar ballroom yang terlihat lengang sebab sudah banyak tamu yang mulai pulang.

Belum juga emosinya mereda, Cinta kembali ditampar kenyataan. Suara yang menggaung di balik dinding itu sepertinya suara Zaki yang sangat dia hafal, tetapi sedikit berbeda.

“Kemana saja selama ini? Aku sangat merindukanmu.”

Suara parau yang selama ini menurutnya selalu kasar dan kaku itu, malam ini  terdengar begitu lembut dan penuh penghayatan.

“Maaf membuatmu menunggu lama. Tapi, kenapa kau tega menikah sebelum aku kembali, Zaki?” Cinta tahu, itu suara wanita yang tadi membawa pergi suaminya.

“Maafkan aku, Farah. Itu hanya untuk memenuhi permintaan ayahku saja.”

“Tapi kau sudah membuatku cemburu, Zaki.”

“Hei, kau itu wanita berstandard. Mana mungkin bisa cemburu melihat aku dekat dengan gadis kecil seperti dia?”

Cinta kalap. Zaki menyebutnya sebagai gadis kecil di depan wanita masa lalunya.

“Ini tidak bisa dibiarkan.” Cinta memaksa mendekat. Yang membuatnya lebih terperanjat lagi saat mendapati Zaki dalam keadaan memeluk erat wanita bernama Farahdina tersebut.

Cinta berdehem keras. Zaki yang melihatnya serentak melepas pelukan. Tatapan ala predatornya mendominasi seperti biasa. Namun, Cinta sudah terpancing emosi hingga dia merasa tatapan tersebut berubah menjadi tatapan seekor kucing liar yang tidak perlu diladeni.

“Suamiku, kurasa ini sudah waktunya untuk pulang.” Cinta sengaja menekan kata ‘suami’ sembari mengangkat tangan memperlihatkan arloji di tangannya. Zaki hanya bungkam dan memilih meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun.

Cinta melangkah maju dan berdiri tepat di depan wanita tersebut.

“Sangat tidak pantas mengganggu privasi orang lain tanpa permisi, Gadis kecil.” Sindiran pedas itu membuatnya seketika terbahak sumbang.

“Maaf, Nona. Kurasa Anda wanita dewasa yang berilmu. Seperti kata suamiku, Anda juga wanita berstandard. Maka sangat tidak pantas meminjam suami orang lain dari istrinya hanya untuk dicumbui. Iya, kan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status