Aarav heran melihat banyak mobil di halaman rumahnya.Pasalnya mobil-mobil itu adalah mobil yang dia kenal.Ada mobil Robert, Henry, Shawn dan mobil Alexa yang mana di mana ada Alexa pasti ada Britney.Rasanya tidak mungkin semua sahabatnya ada di dalam rumahnya saat ini.Detik berikutnya setelah pemikiran tersebut melintas dalam benak Aarav, pria itu berlari masuk ke dalam rumah.Aarav khawatir istrinya disakiti atau diintimidasi oleh para sahabat lucknut-nya mengingat Aarav sudah tidak pernah membalas pesan atau menjawab panggilan telepon dari mereka lagi.“Bellaaaa … sayaaaang.” Aarav berteriak dari ruang tamu lalu terdengar suara tawa canda pria dan wanita dari ruang televisi.Aarav bergerak ke sana kemudian menemukan ruang televisi penuh dengan para sahabatnya.Canda dan tawa renyah itu berhenti seketika begitu sosoknya masuk lebih dalam ke ruang televisi.“Apa yang kalian lakukan di sini?” Aarav bertanya dengan nada dingin serta sorot mata tidak bersahabat.“Kami ingin menjenguk
Aarav jadi senang menonton News akhir-akhir ini, tentu saja karena menayangkan skandal antara si Politikus dengan Abigail.Berita tentang terbongkarnya skandal antara Abigail dengan salah satu Politikus ternama Negri ini semakin panas diperbincangkan.Politikus itu ternyata memiliki banyak musuh yang menjadi keuntungan sendiri bagi Aarav karena sekali saja bukti skandal itu di-publish maka banyak sekali yang memanfaatkan demi menggulingkan sang Politikus.Sambil memangku Aghastya yang sedang terlelap, mata Aarav terpaku pada layar kaca mengikuti perkembangan kehancuran Abigail dan sang Politikus.“Kayanya rakyat Australia diberkahi Tuhan, karena sebelum sempat jadi Perdana Mentri—si Politikus udah dilengserkan sama Tuhan … Tuhan tahu lo enggak akan amanah, sok kegantengan banget sih lo … hobby olah raga, udah tua badan masih oke … udah tua mah buncit tuh perut … jangan sok-sokan tebar pesona … emang udah keliatan sih lo keganjenan,” kata Aarav bicara sendiri.“Ketemu sama si Abigail y
Arshavina tidak berhenti menangis sepanjang perjalanan udara.Dia yang paling dekat dengan opa dan sering berkomunikasi dengan beliau meski hanya bertukar pesan singkat karena sekarang Arshavina sibuk merawat ketiga anaknya yang masih kecil-kecil.Beruntung Kama membawa Nanny ikut serta guna menjaga tiga anaknya jadi dia bisa fokus menenangkan sang istri.“Aku harusnya lebih sering datang ke Sydney, aku semestinya lebih sering telepon … aku hiks … aku ….” Arshavina tidak mampu melanjutkan kalimatnya lantaran tidak sanggup menahan sesak di dada.Arshavina terus menyalahkan diri sendiri atas sesuatu yang di luar kuasanya.Matanya masih belum berhenti mengalirkan buliran kristal yang semakin deras.Kama menarik pinggang Arshavina, menenggelamkan tubuh mungil istrinya itu di dalam pelukan dan detik berikutnya terdengar suara raungan Arshavina yang teredam di dada Kama.Beberapa kursi di belakang mereka, ada Mommy yang juga sedang menangis di pelukan daddy.“Kamu tahu, Bee … andaikan papa
Semua yang terjadi ternyata sudah ditakdirkan, tidak ada yang kebetulan.Kama tidak kebetulan memiliki waktu cuti saat mommy mengajaknya ke Sydney untuk menengok anggota keluarga Marthadidjaya yang baru lahir ke dunia sehingga dia dan istri Arshavina-Marthadidjaya juga anak-anaknya bisa bertemu opa Beni.Aarash dan Rachel juga bukan kebetulan memiliki waktu luang saat mommy mengajak mereka ke Sydney.Begitu juga oma Aneu yang biasanya super sibuk namun selama satu minggu ke depan sedang tidak memiliki jadwal apapun.Tiba-tiba mereka semua dipermudah untuk pergi ke Sydney, bertemu opa untuk yang terakhir kali.Sepertinya opa Beni begitu bahagia dikelilingi anak, menantu, cucu, cucu menantu dan para cicitnya sampai mantan istri dan besan sehingga beliau meninggalkan mereka semua dalam keadaan tersenyum.Opa Beni juga mungkin sudah lega karena Aarav telah menikah dan dikaruniai anak serta kasus skandal yang menyeretnya telah selesai, berakhir dengan nama baiknya kembali.Kebahagiaan tadi
Aarav sedang menikmati momen kebahagiaan menjadi seorang ayah.Sebenarnya tidak pernah terpikir olehnya bisa sampai pada tahap ini bersama seorang perempuan mengingat dia pernah sangat trauma untuk menjalin cinta.Namun ternyata pernikahan yang dipaksakan dengan orang yang tepat bisa membuat Aarav percaya lagi dengan yang namanya cinta.Hari itu Aarav membawa Sifabella dan putra mereka pulang dari rumah sakit ke rumah opa lantaran keluarganya akan tinggal di sana selama beberapa hari ke depan.Otomatis suasana rumah menjadi sangat ramai oleh para balita, batita dan newborn dengan tawa, teriakan dan tangis.Opa merasa sangat bahagia, hidupnya terasa sempurna.Ruang televisi yang luas itu kini dipenuhi oleh keluarga Marthadidjaya.“Opa, foto donk sama cicit-cicit …,” cetus Arshavina membawa kamera profesional milik suaminya.“Iya … Opa foto sama para cicit, nih gendong.” Aarav memberikan Aghastya-putranya kepada Opa tanpa khawatir.Opa langsung menekukan lengannya menerima Aghastya, ter
Harvey memeluk Rossa sekaligus Aleia yang sedang digendong wanita itu.Tanpa segan—di depan Aleia—Harvey memberikan banyak kecupan di wajah Rossa.Aleia ikut-ikutan memberikan kecupan di sisi wajah Rossa yang lain.Hati Rossa terasa bergetar hebat, namun dia tidak bisa mengubah pikirannya.Dia tidak ingin anaknya nanti bernasib sama dengannya, menjadi anak brokenhome.Apalagi yang dicintai Harvey adalah sahabatnya sendiri.“Aunty … kapan Aunty akan datang lagi?” tanya Aleia menegakan tubuhnya begitu juga Harvey yang sudah berhenti menciumi Rossa.Mereka berdua melihat kantung mata Rossa basah oleh buliran kristal tapi tidak berani membahasnya.Refleks Rossa mengusap kelopak matanya menggunakan punggung jari.“Emmm … nanti Aunty telepon Aleia kalau mau ke sini ya, Aunty harus kerja dulu.” Rossa terus mengulang alasan kepulangannya itu agar Aleia tidak tantrum.“Jangan lama-lama ya Aunty, nanti Aleia rindu … Aunty Bella sekarang udah punya bayi jadi mungkin enggak akan main sama Aleia