Share

Bab 3 Berubah Keputusan

“Ke mana aja kamu? Aku khawatir karena kamu gak pulang-pulang.”

Tak ada yang lebih mengejutkan, ketika seseorang yang ada dalam pikiran tiba-tiba muncul di depan mata. Seperti malam ini, saat aku hendak membuka pintu apartemen, tiba-tiba seseorang membukakan pintu dari dalam. Begitu pintu terbuka, mataku terpana karena yang muncul di depanku adalah Leo. Sontak aku terpaku  dan tanpa bisa menolak, Leo tiba-tiba memelukku.

Sebentar. Sampai di sini, sepertinya ada sesuatu yang keliru. Aku melihat Leo membukakan pintu. Dia bahkan memelukku sekarang. Tapi, mengapa suaranya berbeda? Itu lebih terdengar seperti suara Bima. Menyadari bahwa itu adalah Bima, aku langsung meninju perutnya hingga ia tersungkur.

Bima mengaduh. Ia lalu protes karena aku tiba-tiba memukulnya. “Kenapa aku ditinju?”

“Aku kesal sama kamu!” jawabku yang lantas menutup pintu. Lalu aku melewatinya menuju sofa.

“Ya tapi gak harus mukul perut juga. Kalo gini namanya KDRT,” komentarnya seketika.

“Ini bukan KDRT. Ini bentuk peringatan supaya kamu gak mengabaikan isi kontrak yang sudah disepakati. Poin nomor 5. Dilarang kontak fisik berlebihan kecuali untuk keperluan pura-pura,” jelasku. Mengingatkan Bima tentang kontrak pernikahan yang baru diperbaharui.

Benar. Bima adalah sahabat sekaligus partner bisnis yang kini berstatus sebagai suami pura-pura juga. Kami sepakat menikah sebagai upaya penolakan terhadap sesuatu yang disebut perjodohan. Menurut kami, daripada menikahi orang baru yang belum dikenal, lebih baik pura-pura menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah kita kenal. Begitulah aku dan Bima bekerjasama dalam pernikahan kontrak ini.

“Ishh ...,” Bima mendesis kesal. “Iya aku paham. Tapi kali ini tuh situasinya beda,” lanjutnya memberi alasan.

“Beda bagian mananya?”

“Itu ...,” Bima terlihat bingung untuk menjelaskan. Ia tampak kesulitan untuk mencari alasan. “Ya udah, gak usah dibahas!” ucapnya kemudian.

“Ya udah,” balasku spontan.

Aku lalu menyalakan TV, memilih tontonan yang paling menarik perhatian. Sementara itu, kulihat Bima menuju area dapur. Ia mengambil air, lalu memasak sesuatu. Sepertinya mie instan. Karena setelah itu, ia mengambil telur dan sayuran dari dalam kulkas.

“Lagian, jam segini baru pulang. Abis dari mana sih? Pake matiin HP lagi,” lanjut Bima sembari mengambil wadah.

“Dari rumah Kak Venus,” jawabku singkat.

“Rumah Venus? Ngapain?” nampaknya Bima mulai penasaran.

“Aku habis ... mengakui sesuatu.”

“Mengakui sesuatu. Maksudnya?”

Aku tak menjawab.

“Kamu ... gak bilang tentang bisnis rahasia kita kan?” tebak Bima hati-hati.

“Tenang aja. Aku gak seceroboh itu.”

“Terus?”

“Ini tentang yang terjadi di hari pernikahan mereka.”

“Kamu bilang ke Venus kalau Leo adalah mantanmu?” tebak Bima lagi.

“Tidak secara langsung. Aku menceritakan kejadian sebenarnya, tapi gak bilang kalau laki-laki itu adalah Leo,” jelasku.

“Terus?”

“Ya dia kaget lah. Dia sama sekali gak nyangka dengan apa yang terjadi di hari itu. Terus, endingnya aku suruh Kak Venus buat jaga hubungan pernikahannya.”

“Kamu bilang gitu?” Respon Bima seakan tak percaya atas apa yang kulakukan.

Aku pun mengangguk pasti. Tetapi Bima tak merespon lagi. Ia fokus mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasaknya.

“Kenapa diam? Kamu kecewa?” tanyaku kemudian.

“Aku hanya penasaran. Gimana dengan Leo?”

“Leo? Leo ...,” kalimatku menggantung. Lalu aku teringat pada momen di depan pintu, saat aku hendak pulang dari rumah Venus. Ya, momen di mana sebuah pertemuan tak terduga itu terjadi. Momen pertemuan kembali setelah berbulan-bulan tanpa kabar.

“Kamu ketemu Leo?” tanya Bima lagi karena aku tak juga meneruskan kalimatku.

“Hanya sebentar sebelum aku pulang,” jawabku.

“Oh, baguslah kalau begitu,” katanya.

Dalam hati aku menggerutu. “Dasar cowok aneh. Dia bilang bagus, tapi di sisi lain dia mau membuatku melihat Leo lebih sering lagi.”

“Jadi, setelah melakukan pengamatan langsung, apa yang mau kamu lakukan sekarang?” tanya Bima kemudian. Aku paham ke mana arah pembicaraannya kali ini.

Namun, bukannya menjawab seperti yang dia harapkan, aku malah tertarik untuk memberikan jawaban lain. “Aku mau mandi!” pungkasku mengakhiri topik percakapan itu. Aku lalu bergerak menuju kamar mandi.

“Gak usah mandi, udah malem! Kalo sakit, nanti aku yang repot!” seru Bima memperingatkanku.  

“Tenang aja! Kalo sakit, aku gak akan nyusahin kamu!” sahutku dari balik pintu kamar mandi.

Selang beberapa detik, aku keluar lagi untuk menanyakan sesuatu. Bima yang baru saja memasukkan mie instan ke dalam air mendidih, otomatis kaget karena aku tiba-tiba muncul di belakangnya. Spontan, dia pun bertanya. “Apa lagi?”

“Kayaknya, tadi aku lihat mobil kamu di sekitaran rumah Venus. Kamu ke sana?” tanyaku memastikan. Tapi Bima malah sewot menjawab pertanyaanku. “Ngapain aku ke sana? Kayak gak ada kerjaan aja!” katanya. Lalu berbalik badan membelakangiku.

Melihatnya begitu, aku pun kembali ke kamar mandi. Aku heran. Aku kan cuma bertanya. Kenapa dia jadi sensi?

Selesai mandi, aku menghampiri Bima yang sedang makan mie di depan TV. Kulihat, di meja ada semangkuk mie nganggur yang belum tersentuh sama sekali. Melihat itu, aku pun bertanya. “Itu buat aku ya?”

“Kamu mau?” tanya Bima kemudian.

Aku mengangguk penuh antusias.

Lantas, Bima membagi dua mie di mangkuk itu dan memberikannya padaku. Jujur, aku agak kecewa. Kupikir, dia membuatkannya untukku. Ternyata dia hanya masak untuk dirinya sendiri. Meski begitu, aku tetap menerima setengah mangkuk mie itu karena aromanya yang menggunggah selera.

Sembari makan, Bima kembali mengulas tentang kasus spesial itu.

“Tentang kasus Venus, kamu gak mau berubah pikiran?” tanyanya padaku.

“Mmm ... gimana ya?”

“Yakin, gak mau bantu kakak kamu?”

“Kenapa aku harus melakukannya?”

“Kamu gak penasaran gitu sama Leo?” tanyanya lagi yang membuat aku terdiam.

Kalau ditanya penasaran, jujur saja aku memang penasaran. Rasa ingin tahuku sudah meronta-ronta sejak melihat kondisi Venus secara langsung. Venus terlihat tidak baik. Badannya lebih kurus dari sebelumnya. Matanya juga terlihat sayu seperti memendam banyak kesedihan. Sikap Venus yang tidak mau jujur padaku, juga membuatku bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Rumahnya yang berantakan tak terurus, membuatku ingin tahu ada apa di balik itu semua. Namun, haruskah aku menangani kasus itu? Untuk siapa? Untuk Venus? Atau untuk diriku sendiri? Atau ... untuk Bima?

“Kamu tahu kan, Leo menikahi Venus bukan karena cinta?” ucap Bima lagi.

“Iya, aku tahu. Tapi ini udah hampir satu tahun. Masa iya selama mereka menikah, gak timbul rasa cinta sama sekali?”

“Why not? Cinta itu gak bisa dipaksakan, Sagi. Dan bukan gak mungkin, dia menemukan cinta lain di luar rumah.”

“Jadi?” ucapku meminta kesimpulan.

“Jadi saranku, kalau kamu penasaran dengan apa yang terjadi sama Leo, bantu aku untuk menyelidiki kasus tersebut. Kita buktikan bareng-bareng apakah dugaan Venus benar atau tidak,” jelas Bima dengan begitu yakin.

“Lagipula, ada banyak kejanggalan dalam pernikahan mereka,” terus Bima.

“Sudah sangat jelas Leo begitu menyukaimu, tapi dia malah memilih wanita yang belum dikenalnya dengan baik. Dia bahkan bersikeras untuk menikahinya saat kamu memohon untuk membatalkan perjodohan mereka. Bukankah itu agak aneh?” terusnya lagi.

“Jangan diteruskan! Itu bagian paling menyakitkan di hidupku,” responku.

“Maaf, Sagi! Aku hanya mengatakannya. Aku cuma mau kamu melihat Leo dari sudut pandang yang lain. Anggaplah kamu gak kenal Leo sama sekali. Dan lakukan tugasmu sebagaimana mestinya.”

Aku lalu mempertimbangkan perkataan Bima. Sampai, aku pun tiba pada sebuah keputusan.

“Kalau gitu ... oke, aku akan selidiki kasus itu,” kataku kemudian. Membuat Bima setengah percaya dengan apa yang kuucapkan. “Beneran?” tanya Bima memastikan.

Sebagai jawaban, aku pun mengangguk pasti.

“Nah, gitu dong! Itu baru Sagi!” pujinya spontan. Lantas, Bima memberikan telur gulung yang tersisa di piring  padaku, sebagai tanda bahwa ia sangat berterimakasih atas keputusanku yang berubah. “Nih, buat kamu!” katanya sambil senyam-senyum kegirangan.

Dengan senang hati, aku pun menerima makanan favoritku itu.

“Tapi, kita harus memulainya dari mana?” 

(*)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status