Share

4. Ibu Mertua Datang.

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-04-14 09:40:38

"Ugh, sial! Tali anjing ini benar-benar menyebalkan!" keluhku sambil menatap bayanganku di cermin. Wajah cantikku tetap memesona, meski ada penghinaan yang mengikat leherku.

Pagi hari, aku terbangun di atas ranjang Rigen tanpa tahu siapa yang memindahkanku ke sini.

Bibirku mengulas senyum sinis, menyentuh tali itu dengan jari gemetar. Aku mungkin anak haram yang tak diinginkan, tapi sekarang, aku adalah istri Rigen Ataraka—raja takhta tertinggi di negeri ini.

"Bahkan dengan tali anjing seperti ini, wajahku masih sangat cantik," gumamku dengan ekspresi bangga.

Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung sekejab karena suara yang tiba-tiba menyela.

"Wah, percaya diri sekali, Riel."

Suara tawa rendah itu menghantamku. Aku menoleh, dan di sana, Rigen berdiri di ambang pintu. Mata keemasannya menelanjangiku, menusuk hingga ke dasar keberadaanku.

"R-Rigen?"

Suaraku nyaris berbisik, malu karena dia mendengar gumamanku.

Dia melangkah maju, auranya mendominasi, membuat udara di ruangan menipis. "Tadinya kupikir akan melepas tali itu hari ini. Tapi melihatmu begitu menikmatinya, mungkin aku harus menundanya."

"Aku tidak menikmatinya!" protesku, memelototinya, berusaha tegar.

Rigen menyeringai, menyentuh daguku dengan ujung jarinya, menciptakan percikan panas yang merayap ke seluruh tubuhku. "Benarkah, hm?"

Aku menelan ludah, mencoba menahan getaran di dadaku. "Jadi, kapan kamu akan melepasnya, Suamiku Sayang?"

Sengaja kumemanggilnya sayang untuk membuat Rigen bersikap sedikit lunak.

Namun, dia hanya mengangkat bahu, acuh tak acuh. "Entahlah."

Sungguh, melihat wajah sombongnya itu, aku sangat ingin mencakarnya!

Namun, sebelum sempat bergerak, Rigen mendekat dan merendahkan wajahnya, membuat napasku tercekat.

"Lakukan, Riel," bisiknya, tantangan terpampang jelas di wajahnya.

"A-apa?"

"Ekspresimu mengatakan kamu ingin mencakar wajahku," ejeknya, dengan senyuman sinis.

Aku terkesiap saat merasakan jarak kami terlalu dekat, sehingga spontan berteriak. "T-tidak!"

Rigen tertawa kecil. "Sayang sekali. Seandainya tadi kamu berani mencakarku, mungkin aku akan memasukkanmu ke dalam sel pribadiku."

Mendengar itu, aku menggeram. Sial, penjahat gila ini! Aku harus segera melepaskan diri!

Rigen memandangku dengan ekspresi main-main, jarak di antara kami semakin dekat sehingga jantungku berdetak kencang, aku tak tahu apa yang dia ingin lakukan tapi aura berbahaya yang mengelilinginya, membuat aku menjauhkan punggungku darinya.

Tiba-tiba, Jovian menerobos masuk dengan wajah tegang. "Tuan, ibu Anda datang berkunjung!"

Ekspresi Rigen yang tadi tampak santai, langsung berubah. "Pastikan dia tak tahu aku sadar. Buat rumah ini seperti ditinggali pria koma."

Aku ternganga melihatnya berubah dalam sekejap. Namun, sebelum aku bisa memproses semuanya, Rigen menatapku tajam dan berkata. "Jovian, ganti talinya."

Dia memberi isyarat untuk melepaskan tali anjing dari leherku.

"Baik, Tuan."

Sigap, Jovian membuka sebuah kotak beludru, sebuah kalung yang indah terlihat, saat Jovian mendekat ke arahku untuk melepaskan tali anjing dari leherku dan menggantikannya dengan kalung yang ia pegang, Rigen tiba-tiba mengangkat tangan.

"Jangan sentuh Ariella. Aku sendiri yang akan melakukannya."

Dia mendekat, dan dengan gerakan penuh kuasa, melepaskan tali anjing itu. Napasku tercekat saat sesuatu yang dingin melingkari leherku

"Ariella, ingat."

"Apa yang ada di kalung ini," bisiknya, jari-jarinya membelai kulitku, membuat tubuhku meremang, "Bisa memantau setiap gerakan dan ucapanmu. Jangan main-main dengan ibu."

Aku mengangguk cepat. Aku tahu ancaman ini bukan main-main.

Beberapa saat kemudian, Rigen berbaring di ranjang, memerankan pria koma dengan sempurna.

Semua persiapan akhirnya selesai, Jovian sudah turun untuk menyambut ibu Rigen, sedangkan aku ditinggal sendirian di kamar menemani Rigen yang sedang 'koma'.

Seharusnya itu hanya butuh beberapa menit.

Rencananya adalah, membiarkan ibu mertuaku melihat keadaanku dan Rigen, lalu Jovian dengan sopan akan menuntun wanita itu pergi meninggalkan kediaman Rigen Ataraka.

Namun anehnya, beberapa menit sudah berlalu tapi ibu mertuaku belum juga muncul di hadapan kami.

"Aku bosan."

Kugoyangkan jari kakiku dengan tatapan memandang sekeliling. Tatapanku berakhir pada Rigen yang tengah berbaring.

"Hm?"

Mataku menyipit saat melihat ujung hidung mancung Rigen, tampak dihinggapi seekor lalat.

"Hah? Ini bahaya. Bagaimana jika gara-gara lalat itu dia bersin dan ketahuan kalau pura-pura koma?"

Panik, aku yang tengah duduk di pinggir ranjang pun dengan reflek mendekat ke arah Rigen, bermaksud mengusir lalat dari hidung Rigen dengan lembut. Tapi....

"Ahhh!"

Aku sedikit terpeleset dan tubuhku malah menimpa badan Rigen dan bibirku menyentuh bibirnya!

Menyadari bahwa Rigen paling benci disentuh orang, aku jadi semakin panik dan berusaha menghindari bersentuhan dengan Rigen secepat mungkin.

Namun, kakiku malah terpeleset dan bibirku... menyentuh bibir Rigen.

Duniaku seakan berhenti.

Aku ingin menjauh, tetapi sebelum aku sempat bereaksi—

"Ya ampun… Sayang!"

Suaranya melengking, membekukan darahku. Ibu mertuaku berdiri di ambang pintu, matanya membesar.

Aku terlonjak, panik. "I-ini tidak seperti yang Anda pikirkan!" seruku, mencoba memberikan penjelasan.

Namun, wanita itu justru tersenyum penuh arti.

"Ramalan itu benar… kamu benar-benar mencintai putraku. Aku bisa mati dengan tenang sekarang."

Wanita itu mengucapkan sesuatu yang mengejutkan.

Melihat betapa anehnya kejadian ini, mataku hanya berkedip kedip, bingung.

"M-maksud Ibu?" tanyaku, semakin bingung.

Dia justru tersenyum dan melontarkan pertanyaan lain. "Sayang, siapa namamu kemarin?"

Dada terasa sesak. Aku ingin menangis. Wanita yang menikahkanku dengan Rigen bahkan tidak tahu namaku. Namun, meskipun hatiku mencelos, aku tetap menjawab dengan sopan.

"Itu... namaku—"

"Ariella Smith, Nyonya."

Tiba-tiba Jovian menyela.

Aku menoleh padanya, menatap dengan curiga.

Kenapa dia begitu sigap menjawab? Apakah dia takut aku mengaku sebagai Megan—saudari tiriku yang seharusnyamenikah dengan Rigen?

Untungnya, ibu mertua hanya mengangguk acuh. "Ya, ya, terserah namanya siapa. Nah, Ariella sayang, ini untukmu."

Dia mengulurkan blackcard ke arahku dengan gerakan santai.

"Aku merasa tenang sekarang setelah melihatmu memeluk putraku dengan penuh cinta. Aku mengakuimu sebagai menantuku," ucapnya, dengan senyum yang tampak murni dan tulus.

Aku menatap benda itu dengan mata berbinar, tak percaya. "Ini… untukku?"

"Ambillah, Sayang."

Tangannya yang lembut menepuk punggung tanganku dengan hangat. Aku menelan ludah, terharu. "T-terima kasih banyak, Ibu."

Bahkan ayahku tidak pernah memberiku harta sebanyak ini saat mengorbankanku untuk menikahi pria koma. Tapi ibu mertuaku…

Sepertinya dia orang baik.

Setelah berbicara denganku, wanita itu lantas menatap Rigen yang terbaring lemah, sorot matanya penuh luka.

"Ah, seandainya dia…" katanya lirih, lalu menarik napas panjang. "Sudahlah. Aku tak tahan melihatnya seperti ini. Ibu pamit dulu."

"Baik, Ibu. Hati-hati di jalan."

Aku ingin mengantarnya sampai ke pintu rumah, tapi Jovian dengan lihai menciptakan alasan, hingga ibu mertuaku memutuskan aku cukup mengantar sampai depan kamar saja.

Sebelum pergi, dia menatapku dengan sendu.

"Tolong jaga putraku, Ariella. Dia pria yang luar biasa… Jika saja kecelakaan itu tidak terjadi."

Matanya berkabut. Suaranya bergetar.

Aku menatap punggungnya yang perlahan menjauh dengan perasaan bercampur aduk.

Wanita yang memberi seseorang uang dengan begitu mudah pasti orang baik.

Sayang sekali, dia telah ditipu oleh putranya sendiri.

Setelah ibu mertuaku pergi, aku hendak kembali ke tempat tidur, tetapi tiba-tiba—

Klik.

Pintu terkunci.

"Hah?"

Belum juga aku tersadar dengan keterkejutanku, Suara dingin Rigen menggema, menusuk nadi.

"Apa mencium seseorang yang tak berdaya itu hobimu, Riel?"

Aku menoleh perlahan. Rigen bangun, mata hitamnya membara. Tatapannya terkunci padaku—pemangsa yang baru saja menemukan mangsanya.

Sial… Aku dalam bahaya besar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Abut Thoyyib
suami kejam
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   5. Hukuman!

    "H-hah? Tidak. Rigen, tunggu, aku bisa menjelaskan! Tadi…!" Suara panikku terdengar lemah dibandingkan aura mengerikan yang terpancar dari pria itu. Langkahnya panjang, anggun, dan mengancam. Tatapannya menusuk hingga meremukkan keberanianku. Refleks, aku mundur. Namun, tiap langkahku ke belakang, Rigen semakin mendekat. "Penjelasan seperti apa?" Nada suaranya tenang, tapi justru itulah yang membuat bulu kudukku meremang. Ketakutan mencengkeramku lebih kuat daripada rantai anjing yang pernah dipasangkan di leherku. "I-Itu.…" Tenggorokanku tercekat. Aku ingin menjelaskan, tapi suaraku lenyap begitu saja. Sebelum aku sempat mengucapkan satu patah kata— Jemari Rigen yang kuat mencengkeram daguku, mengangkat wajahku paksa. Napasnya yang panas menyentuh kulitku saat jarak di antara kami menguap menjadi hampir nol. "Wajahmu tampak begitu polos, tapi ternyata kamu licik juga, ya?" Matanya bersinar keemasan, tajam, dan berbahaya. Aku seperti tikus kecil yang terperangkap di depa

    Last Updated : 2025-04-14
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   6. Jangan Memancing Kemarahanku.

    “Ini. Sudah kutandatangani semuanya.” Esoknya, tanpa ekspresi, aku menyerahkan beberapa dokumenpada Rigen. Jemariku sedikit gemetar, tapi aku menahannya agar tak terlihat lemah di hadapan pria itu. Rigen menerima dokumen itu dengan tenang, tanpa sepatah kata. Tatapan dinginnya menelusuri tulisan di atas kertas, seolah memeriksa setiap detailnya. “Cukup bagus.” Itu saja yang keluar dari mulutnya. Tak ada pujian. Tak ada sindiran. Tak ada reaksi yang bisa memberiku sedikit kepastian bahwa sikapku yang berubah lebih dingin ini berpengaruh padanya. Dan seperti biasanya, Rigen berbalik dan berjalan pergi. Sama sekali tak peduli pada apa pun yang ada di ruangan ini. Tak peduli padaku. Aku memandang punggung tegapnya yang menjauh, rasa frustrasi dan sakit hati memenuhi dadaku. Bagaimana mungkin pria ini bisa begitu acuh? Padahal, kemarin… bibirnya ada di bibirku. Tangannya menelusuri wajahku. Napasnya menyentuh kulitku. Namun, sekarang? Seakan semua itu tak ada arti

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   7. Ciuman Berbahaya.

    Meski takut, aku mencoba tenang dan menjawab dengan suara menantang. "Itu bukan urusanmu, Rigen. Kita hanya menikah kontrak," ucapku lirih, mengingatkan bahwa hubungan ini tidak seharusnya penuh dengan keterikatan seperti ini. Namun, kata-kataku justru menjadi pemicu yang membuatnya bergerak cepat. Dalam sekejap, rahangnya mengeras, dan sebelum aku sempat menarik napas, bibirnya sudah menabrak bibirku dengan kasar. Ciumannya tidak lembut, tidak penuh kasih—ini adalah tanda kepemilikan. “R-Rigen!” Aku terkejut, tanganku mendorong dadanya, berusaha menjauh, tapi tubuh Rigen seperti batu, tak bergeming sedikit pun. Bibirnya terus memburu bibirku, menekan, menuntut, menandai. Ia tidak memberiku kesempatan untuk bernapas, untuk berpikir, seolah ingin menghancurkan semua pertahananku. Aku merintih pelan di antara lumatan panasnya. Aku ingin melawan, mengingatkan bahwa pernikahan ini hanyalah kontrak, tapi bagaimana aku bisa bertahan saat ia terus menenggelamkanku dala

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   8. Hukuman Panas!

    Rigen melepas kemejaku dengan sekali tarik, kekuatannya membuat seluruh kancingnya berterbangan. "Riel, ingat-ingat. Beginilah hukumanmu kalau tidak patuh." Setelah berkata seperti itu, Rigen lantas menempelkan bibirnya kembali ke dadaku. Kelembutan bulat payudaraku menghilang di antara bibirnya, yang hangat dan lembap. "R-Rigen.... " Napasku seakan tertahan, sehingga mengeluarkan suara seperti tercekik. "Ah-Ahh!" Tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat saat Rigen mulai menjilati ringan puting ku dengan lidahnya, sebelum ia secara bertahap meningkatkan kecepatannya, menghisapnya dengan penuh semangat seperti anak kecil yang sedang menyusu pada ibunya. “Ah! Hnng, mmnh…” Kututup mulut rapat-rapat dengan tangan, saat suara desahan yang memalukan bocor keluar. Sensasi sentuhan Rigen sungguh aneh dan tak terlukiskan. Rasa panas yang menusuk menjalar dari dadaku, menyebar ke seluruh tubuh. Kehangatan yang tak biasa itu menetap di perut bagian bawahku, membuat jari-jar

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   9. Berhenti Menggoda Laki-laki Lain

    Mataku seketika membelalak kaget, tidak terima dengan tuduhannya. "Hey, siapa pun yang di sentuh seperti itu...!" Aku hendak mengajukan sederet alasan, tapi wajahku memerah karena malu. Apalagi ketika aku menyadari tatapannya, yang tertuju tajam di antara kedua kakiku. Bingung, secara naluriah aku mencoba menutupnya, tetapi tangan kokoh Rigen menghentikannya, dengan lembut menahannya agar tetap terbuka lagi. “Jangan… jangan lihat. Itu memalukan.” Aku mengeluarkan suara merintih. “Kenapa? Kamu sudah lihat punyaku. Lagipula… aku harus melihatnya jika akan memasukkannya.” Mendengar jawaban blak-blakannya, aku mengerutkan kening. Dia tidak salah, tetapi apakah dia benar-benar perlu mengatakannya dengan begitu gamblang? "Ta, tapi, Rigen.... " Aku merasa kehilangan kata-kata saat jari-jari panjang Rigen dengan lembut membelah daging sensitif ku. Kehangatan sentuhannya menyusul, menekan kulit licin yang sudah basah karena gairah. “Ah! Berhenti, jangan—hnng!”

    Last Updated : 2025-04-30
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   10. Ditinggalkan Di Tengah Puncak Gairah.

    Lidah Rigen yang kasar kini menggoda kemaluanku dengan rakus, memutar dan menjentikkannya dengan penuh semangat. Mulutnya yang panas menutup puncak kemaluanku yang sensitif, mengisap dengan keras seolah menikmati hidangan penutup yang manis. Tak puas hanya fokus pada satu bokong, tangan Rigen yang bebas menjelajahi lekuk tubuh wanita itu yang lain, dengan penuh semangat menggenggamnya. “Haa, ahh, Rigen. Tidak, tidak. Tolong berhenti!” Mukaku merah padam antara rasa malu dan gairah, tapi Rigen sepertinya tak ada niatan menghentikan hukuman ini. Tangan besar Rigen meremas pantatku yang lain dengan posesif, jari-jarinya mencubit dan memutar-mutar kemaluanku dengan intensitas yang semakin meningkat. Saat rangsangan yang tak henti-hentinya berlanjut, aku merasakan cairan lengket yang basah berkumpul di antara kedua kakiku. Sensasi aneh itu membuatku kehabisan napas, napasku semakin berat setiap detiknya. Mulut Rigen bergerak dengan penuh nafsu, bibirnya terbuka untuk mengh

    Last Updated : 2025-04-30
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   11. Fakta Komanya Rigen

    Asap rokok melayang pelan dari sela jari Rigen, membentuk siluet kabur di udara yang hening. Ia duduk di kursi kulit hitam, bersandar dengan mata terpejam dan rahang mengeras. Di balik kelopak matanya, adegan semalam kembali berputar. Ariella. Sentuhan hangatnya. Tatapan mata yang penuh tanya. Tubuh yang terlalu dekat, terlalu lekat, hingga Rigen nyaris kehilangan kendali. Untuk sesaat, dia lupa. Lupa bahwa Ariella bukanlah siapa-siapa. Hanya istri kontrak yang dipaksakan oleh keluarga. Gadis yang ia tak tahu, musuh atau sekadar bidak permainan lain dalam rencana besar yang belum ia pecahkan. Detik itu, jantungnya berdetak terlalu kencang. Nafasnya tak beraturan. Namun, akal sehat Rigen menyelamatkannya di saat terakhir. Dengan dingin, ia menarik diri, membalikkan situasi, dan meninggalkan Ariella sendirian di kamar yang terlalu sunyi. Kini, hanya sunyi dan asap tembakau yang menemaninya. Tapi bukan rasa bersalah yang menghantuinya—melainkan rasa penasaran. Siapa sebenarn

    Last Updated : 2025-04-30
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   12. Mencurigai Ariella.

    "Hah. Setelah kuperlakuan seperti itu, dia masih bisa tertidur lelap?" Rigen yang melihat Ariella tertidur dengan begitu nyenyaknya di sofa dengan televisi yang menyala, mencibir. "Sial. Semuanya berantakan gara-gara dia," desahnya, mengusap wajah dengan lelah. Rigen menatap gadis cantik yang meringkuk di sofa dengan tatapan kesal, beberapa hari ini dia bahkan harus berlarian ke sana kemari untuk menyusun kembali rencana yang berantakan gara-gara Ariella yang memergoki dirinya ternyata pura-pura koma. Rigen Ataraka tak yakin sampai kapan gadis bodoh itu akan tutup mulut. Seharusnya semua rencananya sempurna, dia bersembunyi di vila besar yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, untuk menyembunyikan semua rencana besar yang ia susun untuk melawan Jason yang licik. Namun, ibunya malah mengirim gadis antah berantah ini ke sini, menjadi istrinya. "Aku sudah bilang pada ibu untuk tidak menikah. Kenapa dia terus menerus mengirim wanita ke ranjangku?" desah Rigen, mengusap

    Last Updated : 2025-05-01

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   19. Kamu Berdandan Untuk Pria Lain?

    Menjelang pesta dimulai. Berdiri di depan cermin, aku sekali lagi memastikan gaun yang kupilih sudah sempurna. Warna navy yang kupakai membalut tubuhku dengan elegan, membuatku terlihat lebih anggun dari biasanya. Dengan rambut yang tergerai indah, serta riasan yang tidak berlebihan, tapi cukup untuk menonjolkan fitur wajahku, membuat penampilanku malam ini sempurna. "Ayo pergi," ucapku, mengangguk pada diri sendiri. Aku hampir berhasil. Aku hampir keluar dari rumah ini tanpa insiden apa pun. Namun, saat aku baru saja mengambil tas kecilku, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari arah belakang. Aku berbalik, dan di sana, di ambang pintu, berdiri pria yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Rigen. Dia mengenakan kemeja hitam yang lengannya sedikit tergulung, tampak berantakan seolah habis menghabiskan waktu berjam-jam di balik meja. Mata tajamnya langsung mengunci ke arahku, menyapu setiap detail dari atas ke bawah. Kulihat jelas bagaimana raha

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   18. Aku Berubah Pikiran

    "Kamu sudah mengizinkanku tadi pagi, Rigen," jawabku sambil meremas jemari, berusaha tetap tenang. Rigen tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih terasa seperti ancaman daripada ketulusan. "Aku berubah pikiran, Riel." Jantungku berdebar keras. Aku tahu ini akan terjadi. "Tapi aku harus pergi, Rigen. Sungguh," kataku dengan suara lebih tegas. Rigen menatapku lekat-lekat, lalu tangannya tiba-tiba melingkar di pinggangku, menarikku lebih dekat ke tubuhnya. "Jadi kamu lebih memilih menghadiri pesta pria lain… daripada tinggal bersamaku?" Merasakan betapa dinginnya nada suaranya, aku menutup mata, mencoba menenangkan diriku sendiri. "Bukan begitu, Rigen. Aku... aku hanya menepati janji yang sudah kubuat," elakku, menggeleng tegas. "Ohya? Tapi kenapa ya rasanya kamu seperti sangat bersemangat pergi ke pesta itu? Rasanya... tidak seperti hubungan biasa," balasnya, tersenyum dingin. "Rigen..... " Aku tahu, aku harus membujuknya lagi. Tapi bagaimana? Menelan lud

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   17. Bolehkah Aku Pergi?

    "Tidak mungkin. Aku dengar jelas. Kamu bilang ‘terima kasih’. Kenapa? Untuk apa?" kejarku, tak sabar sambil mengerucutkan bibir, menolak menyerah. Rigen mendekat, setiap langkahnya membuat napasku semakin memburu. Namun aku tetap bertahan, menatap matanya penuh tantangan. "Kamu ingin aku mengatakannya lagi, Riel?" Rigen menunduk, wajahnya begitu dekat hingga napasnya menyapu kulitku. "Kenapa? Apakah kata-kata itu begitu berarti bagimu?" "Tentu saja," jawabku cepat. "Karena aku tahu kamu bukan tipe orang yang mudah mengucapkannya. Jadi, katakan lagi." Dia menyeringai dan melontarkan ejekan. "Memaksa Rigen Ataraka untuk mengulang kata-kata manis? Berani sekali kamu, Riel." "Aku memang berani," balasku, meski jantungku berdebar keras. "Jadi ulangi. Atau... apakah kamu takut?" tantangku, menatap tengah matanya. Tantanganku rupanya berhasil. Mata Rigen menyala, campuran antara godaan dan rasa tergelitik. Namun alih-alih menjawab, dia tiba-tiba menarikku mendeka

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   16. Ciuman Yang Dalam.

    Rigen bersandar santai di ranjang, matanya menatapku dengan kilatan tajam penuh ejekan. Senyuman miring menghiasi wajahnya, membuatku semakin gelisah. "Jadi, Riel." Suaranya rendah, teramat dalam, seolah setiap katanya sengaja diucapkan untuk menusukku. "Kamu benar-benar tidak tergoda dengan tawaran manis Jason?" Menyembunyikan gemetar karena aura Rigen yang mendominasi, aku mengepalkan tangan di pangkuanku, mencoba mempertahankan ketenangan. "Aku sudah menjawabnya, Rigen. Aku tidak tertarik. Berapa kali harus kukatakan hal ini agar kamu percaya padaku?" jawabku, menatap matanya dengan berani. Dia tertawa pelan melihat wajah lelahku, dengan tatapan penuh sindiran. "Tapi kenapa aku merasa jawabanmu terlalu... muluk? Apa kamu berusaha meyakinkanku, atau dirimu sendiri, Ariella?" Mendengar itu, aku mengalihkan pandangan, tak ingin membiarkan matanya menelanjangi isi hatiku. "Percaya atau tidak, itu terserah kamu." Akhirnya, aku memilih jawaban yang aman. Rig

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   15. Ayo Kita Bunuh Rigen

    "T-tentu. Aku harus menjaga suamiku. Tentu saja aku sering ke sini untuk merawatnya," jawabku, dengan nada yang sengaja sedikit ketus agar Jason sadar diri dan pergi. Namun, bukannya pergi, langkah Jason justru perlahan mendekat. "Setia sekali. Tapi... tidak bosan, menunggui seseorang yang bahkan tak bisa merasakan kehadiranmu, Sayang?" bisiknya, memainkan ujung rambut panjangku. Dia kini bahkan berani berbisik di telingaku dan memanggilku sayang! Aku meremas jemariku, mataku melirik sekilas ke arah Rigen. Meski aku tahu dia sedang pura-pura koma, keberadaannya yang terdiam membuatku semakin gelisah. "Jason, kumohon jangan bicara seperti itu," ucapku dengan suara bergetar, mendorong tubuhnya menjauh. Namun Jason justru semakin mendekat. "Hey, kenapa? Apa yang kamu takutkan, Ariella?" Tangannya terulur, menyentuh ujung rambutku dengan lembut, membuat tubuhku menegang. "Aku hanya berpikir... seorang wanita secantik kamu pasti butuh lebih dari sekadar pria yang

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   14. Jason Datang!

    "Nyonya, Jason Ataraka, keponakan jauh Rigen, sepertinya akan datang berkunjung untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kalian. Anda tahu apa yang harus dilakukan, kan?" Jovian, sekretaris sekaligus tangan kanan Rigen, memberi tahu hal itu seraya mengulurkan padaku amplop tebal berisi informasi tentang Jason Ataraka yang harus kuketahui. "Aku tahu," jawabku, sambil mengatakan akan membaca informasi Jason Ataraka dengan hati-hati. "Tolong jangan membuat kesalahan apa pun, Nyonya." Jovian berkata dengan nada sopan, tapi aku tahu ada ancaman samar di dalamnya, tentang aku yang tak boleh membocorkan rahasia pura-pura komanya Rigen. "Jangan khawatir, aku tidak sebodoh itu," ujarku, memaksakan senyum. Jovian mengangguk dan pergi, tanpa mengatakan apa pun. Namun, entah kenapa, rasanya dia tak mempercayaiku sama sekali. Setelah membaca semua info tentang Jason, aku menunggu keponakan jauh Rigen, yang diambil anak oleh ibu Rigen dan usianya tak jauh dari Rigen, dengan gelisah d

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   13. Serangan Balik, Tapi Gagal!

    "Ahhhh. Kamu sangat menyebalkan, Rigen!" Aku berteriak dengan frustasi, suaraku menggema di kamar yang sunyi. Entah sudah berapa kali aku melontarkan kalimat itu sejak kejadian kemarin. Bayangan Rigen meninggalkanku di tengah puncak kenikmatan masih membakar amarah di dadaku. Bukan karena sekadar ditinggalkan, tapi karena dia melakukannya dengan senyum penuh kemenangan. Alasannya? Menghukumku. "Alah, pasti cuma alasan saja! Sebenarnya dia juga menikmati menyentuh aku, kaaan??" tuduhku, curiga. Apalagi kalau mengingat bagaimana penis besarnya kemarin menjulang tinggi di depanku. Dia jelas-jelas juga terangsang. Sambil mengacak rambut dengan gusar, tubuhku berguling di kasur seperti anak kecil yang marah pada dunia. Harga diriku hancur berantakan, dikoyak begitu saja oleh pria yang kini menjadi suamiku. Entah apa sebenarnya dendamnya padaku hingga dia tega mempermainkanku seperti itu. "Padahal kita suami istri, bisa-bisanya dia seperti itu, huhhh!" dengusku, me

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   12. Mencurigai Ariella.

    "Hah. Setelah kuperlakuan seperti itu, dia masih bisa tertidur lelap?" Rigen yang melihat Ariella tertidur dengan begitu nyenyaknya di sofa dengan televisi yang menyala, mencibir. "Sial. Semuanya berantakan gara-gara dia," desahnya, mengusap wajah dengan lelah. Rigen menatap gadis cantik yang meringkuk di sofa dengan tatapan kesal, beberapa hari ini dia bahkan harus berlarian ke sana kemari untuk menyusun kembali rencana yang berantakan gara-gara Ariella yang memergoki dirinya ternyata pura-pura koma. Rigen Ataraka tak yakin sampai kapan gadis bodoh itu akan tutup mulut. Seharusnya semua rencananya sempurna, dia bersembunyi di vila besar yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, untuk menyembunyikan semua rencana besar yang ia susun untuk melawan Jason yang licik. Namun, ibunya malah mengirim gadis antah berantah ini ke sini, menjadi istrinya. "Aku sudah bilang pada ibu untuk tidak menikah. Kenapa dia terus menerus mengirim wanita ke ranjangku?" desah Rigen, mengusap

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   11. Fakta Komanya Rigen

    Asap rokok melayang pelan dari sela jari Rigen, membentuk siluet kabur di udara yang hening. Ia duduk di kursi kulit hitam, bersandar dengan mata terpejam dan rahang mengeras. Di balik kelopak matanya, adegan semalam kembali berputar. Ariella. Sentuhan hangatnya. Tatapan mata yang penuh tanya. Tubuh yang terlalu dekat, terlalu lekat, hingga Rigen nyaris kehilangan kendali. Untuk sesaat, dia lupa. Lupa bahwa Ariella bukanlah siapa-siapa. Hanya istri kontrak yang dipaksakan oleh keluarga. Gadis yang ia tak tahu, musuh atau sekadar bidak permainan lain dalam rencana besar yang belum ia pecahkan. Detik itu, jantungnya berdetak terlalu kencang. Nafasnya tak beraturan. Namun, akal sehat Rigen menyelamatkannya di saat terakhir. Dengan dingin, ia menarik diri, membalikkan situasi, dan meninggalkan Ariella sendirian di kamar yang terlalu sunyi. Kini, hanya sunyi dan asap tembakau yang menemaninya. Tapi bukan rasa bersalah yang menghantuinya—melainkan rasa penasaran. Siapa sebenarn

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status