Home / Young Adult / Gairah Liar Ibu Kos Cantik / 2. Ketegangan di lantai 1

Share

2. Ketegangan di lantai 1

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-09-19 10:13:34

“Untuk biaya sewa, satu juta sebulan. Masih wajar kalau kamu bandingkan dengan harga kos lain di sekitar sini.” Karina kembali melanjutkan. Tangannya terlipat di depan dada.

Dimas tak langsung menanggapi. Tatapannya justru menancap ke arah yang membuat Karina ikut menunduk, menyusuri arah pandangan itu. Detik berikutnya, napas Karina tercekat. Panas menjalari wajahnya..

Rupanya, gaun yang dia pakai membuat garis dadanya menyembul naik. Buru-buru Karina membalikkan badan. Jantungnya berdegup gila-gilaan.

“Saya tempati kamar ini mulai malam ini. Ke mana saya bisa transfer pembayaran sewanya?” ujar Dimas tenang. .

“Ke nomor rekening saya.” ucapnya lalu melirik Dimas sekilas. “Simpan aja nomor saya. Kamu kirim pesan WA ke saya, nanti saya kirim nomor rekeningnya.”

Dimas mengangguk. “Oke.”

Usai memutar bahu sedikit menghadap Dimas, Karina mendiktekan nomor ponselnya.

“Ini sudah benar?” Dimas memiringkan layar ponsel, meminta Karina untuk mengoreksi.

Tak mampu melihat angka di layar dengan jelas, Karina melangkah mendekat.

Kini, jarak mereka nyaris tak bercela. Sebuah aroma samar, entah parfum atau aftershave dari kulit Dimas membuat otak Karina semakin sulit berpikir jernih. Saat Karina mencondongkan tubuh untuk memeriksa layar, pundaknya tak sengaja bersenggolan dengan lengan kekar Dimas.

Sederhana, namun dampaknya … tubuh Karina bagai tersengat listrik yang membuatnya kelu. Darahnya mengalir cepat.

Seakan tak cukup, fatalnya lagi … bagian dadanya tak sengaja menyentuh lengan Dimas saat Karina beranjak mundur untuk menjauh.

Kontan Karina tersentak. Jantungnya menghentak cepat. Diliriknya Dimas hati-hati. Pria itu kini mengerutkan kening, jakunnya naik-turun, seolah tengah menahan sesuatu.

Dan fakta itu … sukses membuat kedua mata Karina membelalak.

Ini sudah kelewatan.

“N-nomornya sudah benar.” ujar Karina tergesa. Dia mengambil langkah mundur. “Sudah malam. Saya ke bawah dulu.” Tanpa menunggu jawaban Dimas, Karina melangkah cepat ke luar. Rasa gugup, malu dan panik berpadu di dada, melengkapi satu rasa yang tak ingin dia akui kehadirannya.

Dalam pikirannya hanya satu, dia harus segera pergi sebelum semuanya menjadi semakin di luar kendali.

Sesampainya di ruang tamu lantai satu, Karina menutup pintu depan. Badannya disandarkan di pintu yang dingin. Tangannya menjangkau dadanya yang naik turun, megusapnya pelan. Berharap gerakan itu mampu menenangkan debar jantungnya.

Wanita itu menghela napas panjang. Pandangannya turun pada pakaian minimnya.

Ini semua karena dress sensual ini. Juga, tontonan dewasa yang dia nikmati akhir-akhir ini. Efeknya, ternyata membuat Karina mudah berfantasi. Padahal, tontonan itu dia harap bisa membantunya mencaritahu hal-hal apa yang memantik hasrat kaum adam.

Dia berharap, dengan cara itu dia bisa menarik hati suaminya, membuat pria angkuh itu menyentuhnya, menghamilinya, sehingga dengan begitu …

Dia bisa bebas dari pernikahan yang bagai penjara, yang menukar keturunan darinya kelak, dengan pelunasan utang.

Seandainya Reno tertarik padanya, tentu Karina tak perlu repot-repot menonton video dewasa atau berpakaian minim di rumah. Apalagi tempat tinggalnya menyatu dengan kosan pria. Hal-hal buruk yang mengancam harga dirinya bisa saja terjadi.

Mirisnya, Reno tak pernah peduli. Mana pernah dia cemburu? Bagi pria itu, Karina hanyalah penghalang yang diutus keluarga Reno agar memisahkannya dengan Rachel—pacar Reno yang beda keyakinan. Dianggap bagai angin terasa lebih familiar bagi Karina daripada diperlakukan selayaknya istri.

Reno akan pulang malam ini, setelah dinas selama satu minggu di Kalimantan—katanya. Entah benar atau tidak. Jika dugaan Karina tepat, pria itu pasti sedang menemui Rachel. Berperan bagai suami tanpa ikatan nikah.

Karina menghampiri dapur, hendak membuat kopi untuk Reno. Walau tidak ada kepastian jam berapa tepatnya pria itu pulang, Karina akan tetap menunggu.

Semoga saja cangkir kopi itu nantinya tidak melayang lagi.

*

Pukul dua dini hari ketika Dimas baru menyelesaikan meeting lintas zona waktu dengan kliennya di New York. Dimas menutup laptop dengan sebuah helaan berat. Sudah hampir setahun terakhir dia tidak bekerja di perusahaan mana pun.

Tepatnya, setelah kantornya itu melakukan PHK massal. Uang pensiunnya yang besar pun dia pertahankan untuk biaya hidup selama setahun.

Walau demikian, bukannya Dimas tak melakukan apa-apa. Setahun tak terikat kontrak kerja, Dimas fokus mengembangkan sebuah perangkat lunak pengelolaan karyawan berbasis AI. Siang-malam dia mengerjakannya selama nyaris 12 bulan hingga akhirnya dia jual dan ditawar oleh perusahaan asing asal Amerika.

Mereka sepakat membeli dengan angka yang fantastis—sepuluh miliar rupiah. Uang itu akan segera cair setelah Dimas menyelesaikan beberapa kustomisasi yang akan selesai dalam dua minggu.

Tidak berhenti sampai di sana, keberuntungan Dimas juga datang dalam bentuk pekerjaan baru. Seminggu yang lalu, Dimas mengikuti sebuah rekrutmen kerja untuk posisi software engineer di perusahaan teknologi yang berbasis di Kanada. Syukurnya dia lolos dan bisa mulai bekerja minggu depan—full remote dari rumah.

Namun, hal baik yang paling tidak diduga-duga justru datang dari lingkungan baru di kosan tempat tinggalnya: kehadiran wanita yang dulu hanya mampu dia kagumi—tanpa mungkin dia miliki. Walau sekarang, situasinya tak berubah—tetap mustahil memiliki, setidaknya dia cukup senang bisa kembali bertemu dan melihat wanita itu baik-baik saja.

Dimas melangkah ke luar, hendak merokok di area balkon depan. Ini masih dini hari, tetapi ada sebuah mobil memasuki pelataran. Matanya menyipit menemukan Karina, yang masih dengan gaun malam minimnya, melangkah keluar untuk menyambut mobil itu, lalu menutup pagar.

Seorang pria bertubuh tinggi, besar dan tegap turun dari kursi kemudi. Karina mendekat, tampaknya mengulurkan tangan untuk mencium hormat.

Ah, jadi itu suaminya.

Namun, alih-alih menyambut tangan Karina, pria itu malah menepisnya kasar. Kemudian melangkah masuk dengan ekspresi garang yang tak disembunyikan. Ada rasa iba yang menggelayuti batinnya kala melihat Karina tertunduk di tempat.

Dimas mendengus sinis. Pemandangan macam apa ini?

Dilihatnya, Karina melangkah masuk ke dalam rumah. Namun tak berselang lama …

PRAANG!!!

Dimas terkesiap. Suara pecahan kaca itu menyentak jantungnya. Sumber suara itu dari lantai satu. Tempat tinggal Karina.

Suara isak tangis perempuan menyusul.

“Kamu punya hati nggak sih?”

Jantung Dimas bagai remuk redam. Itu jeritan Karina.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

“Pulangin aja aku, Mas!”

“DIAM!” gertakan kencang itu menggelegar bagai aba-aba tentara militer.

Lalu suara teriakan, hantaman dan tangisan bersusulan. Pikiran Dimas melayang liar.

Sepuntung rokok yang masih panjang di tangannya dia lesakkan begitu saja ke asbak. Gegas dia menghampiri anak tangga. Namun, anak tangga yang menghubungkan teras lantai satu dengan balkon depan tempatnya berdiri sudah ditutup rapat. Dan pagarnya dikunci. Sialnya, Dimas tak punya kuncinya.

Karina dalam bahaya. Dia tidak bisa diam saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   10. Aku boleh masuk?

    “Dim, bercanda doang kali. Yang dibercandain juga bukan lo. Kok lo yang emosi?” tukas Jimmy. Tak ada guratan rasa bersalah sama sekali, baik di wajahnya maupun nada suaranya.Dan reaksi itu bagai bensin yang disiram ke bara api di dada Dimas.“Bercanda lo ngerendahin orang, sialan!” jawab Dimas dengan nada geram. Tangannya mengepal. Dan dia tahu, Agus dan Genta sudah melirik gentar ke arah kepalan tangannya.Agus berkedip, sedikit kikuk, menyenggol Jimmy seolah memberi kode. Jimmy membuang pandangan ke arah lain, tampak kesal. Sementara Genta mengangkat kedua tangannya, mencoba mencairkan suasana.“Udah, udah. Jangan panas gini ya, guys. Kita kan mau ngobrol. Nah, ini ada undangan nih. Jangan lupa datang ya.” Genta membagikan undangan satu per satu. Namun, Dimas berdiri. Meninggalkan ruangan kembali ke kamar. Brak! Pintu ditutup.Dimas menempelkan punggung di daun pintu. Tangannya mengusap wajah, lalu naik mencengkeram rambut. Matanya terpejam selagi napasnya dihela dalam-dalam.Sek

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   9. Komentar cabul

    Sambil memeluk segunung cucian kering di tangan, Dimas melangkah ke kamar setelah kembali dari balkon belakang. Dilihatnya Jimmy sedang berjongkok di ambang pintu kamarnya sendiri. Tangannya sibuk menggenggam ponsel yang berisik—ramai dengan bunyi notifikasi WA dan Line yang bersahut-sahutan.Dipikir-pikir, seharian ini Jimmy terus berada di kosan. Apa dia tidak bekerja?“Lo libur?” Dimas menegur dengan nada ringan. Tangannya membuka kenop pintu.“Oh, nggak. Ini kerja. Lagi mantau update-an.”“Kerja dimana lo?” Tanya Dimas sambil melangkah masuk ke kamar. Dibiarkannya pintu terbuka lebar, supaya suara Jimmy tetap bisa terdengar.“Menitdotcom. Jurnalis.” suara Jimmy terdengar samar. Tak lama, suara itu kembali menyapa telinga.“Eh, Dim. Ke sini bentar.”Dimas yang hampir melipat cucian lantas beranjak ke luar, bersandar di daun pintu kamarnya yang terbuka. Kedua alisnya naik saat pandangannya bertemu Jimmy.“Nanti malam ngumpul di depan ya, di situ depan TV.” Jimmy menggerakkan daguny

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   8. Di ujung tanduk

    Dimas hilang kendali. Sebelah tangannya mencengkeram sisi wajah Karina, sementara satu tangannya yang lain menahan pinggul Karina, menariknya merapat. Bibirnya menjelajah bibir Karina bagai kelaparan. Napas keduanya saling beradu, tersengal, tak beraturan, persis jantungnya yang memburu cepat.Udara pengap membuat tubuh mereka berkeringat. Namun bagi Dimas, pemandangan Karina yang menatapnya sayu dengan kulit menyemut peluh justru mendorong keluar seluruh jiwa buasnya.Erangan Dimas lolos ketika tangan Karina menjelajah masuk ke dalam kaosnya, meraba otot-otot perutnya yang keras. Makin merontalah bagian bawahnya. Dimas bergerak makin liar, wajahnya turun, menyusuri garis leher Karina, menikmati ceruknya.Entah seberapa tipis akal sehat Dimas yang tersisa. Karena detik selanjutnya, Dimas melepas kasar pengait bra Karina. Membiarkan benda itu meluncur ke lantai. Meninggalkan pemandangan Karina dengan bagian atas tubuhnya yang tak lagi berpenghalang.Di ujung batas akalnya, muncul sebua

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   7. Sisa kewarasan

    Dimas menunggu beberapa detik. Hanya terdengar suara tangis tertahan dari seberang. Dadanya ikut menegang.“Saya turun sekarang.” gumamnya setengah panik, lebih pada pernyataan daripada permohonan.Dimas mematikan sambungan telepon. Lalu beranjak menuruni anak tangga dengan langkah lebar. Udara pengap menyambut, suasana gelap yang sedikit remang karena cahaya matahari dari kisi-kisi di atas pintu depan menyergap pandangan.Pria itu menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kemungkinan Karina berada. Hingga, terdengar suara isakan samar yang tampaknya berasal dari sebuah kamar yang pintunya ditutup. Dimas melangkah menghampirinya.Tok! Tok! Tok!“Kar ….”Setelah beberapa saat, kenop pintu bergerak. Pintu berayun terbuka. Karina muncul di baliknya dengan wajah berlinang air mata.Dimas menghela napas berat. “Kamu dipukul lagi?”Karina tak menjawab. Namun matanya terus menatap wajah Dimas, tatapan memilukan yang mengajak Dimas ikut merasakan perih. Keduanya hanya saling menatap, hingga …

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   6. Mati Listrik

    Reno di lantai dua. Fakta itu bagai mimpi buruk yang mengacak-acak nyali Karina. “Aku harus keluar sekarang.” Karina menepis kasar tangan Dimas. Namun pria itu malah menarik tanganya.“Tunggu.”Karina mendongak, memicing sengit.“Kalau dia lukai kamu sekali lagi ….” Dimas mengambil jeda, tatapannya teguh, “Aku yang maju.” Karina membeku. Matanya berkilat sendu. Sesaat benaknya dipenuhi kecamuk dilema. Kenapa … ketika dia pada akhirnya menemukan rasa aman, datangnya justru dari laki-laki lain … yang bukan suaminya?“Karinaa!!” Suara garang itu kembali terdengar.Karina kembali menangkis tangan Dimas, lalu keluar dari ruangan kecil itu menuju ke dalam rumah. Di depan pintu balkon yang berhadapan langsung dengan tangga menuju lantai satu, dia bertemu Reno. Pria itu berdiri tegak di atas anak tangga tertinggi. Matanya menyorot tajam. Tangannya menekan susuran tangga begitu erat. Di sisi lain, ada Jimmy yang berdiri di depan pintu kamarnya sendiri. “Nah, itu Mbak Karina tuh Pak.” sahut

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   5. Mendadak sembunyi

    “Kar?” di tengah upaya mengatur napas, Dimas menatap tangannya yang dicekal, pandangannya lalu pindah ke wajah Karina.Wanita itu tampak mengernyit, seperti menahan sesuatu.“Dim … kamu ….” Karina meringis lirih. Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang bersenandung. Lagu metal yang dia nyanyikan sumbang, suaranya dibuat-buat serak setengah menjerit. Dan … suara itu mendekat.Kepanikan mendesak Dimas menarik Karina cepat, menyeretnya masuk ke dalam ruangan kecil mirip kamar mandi tak terpakai yang kini beralih fungsi jadi ruang mesin cuci.Dalam ruangan sempit itu, napas keduanya bersahutan. Saling memburu. Ruangan lembab itu terasa semakin pengap. Tubuh Karina bersandar di dinding, persis berhadapan dengan Dimas yang mencengkeram kedua bahunya. Dimas tersentak, tersadar sesuatu yang kini dia sesali.Buat apa dia menyeret Karina masuk ke sini? Merasa tertangkap basah melakukan hal mesum? Padahal kejadian tadi murni kecelakaan. Harusnya dia jelaskan saja kronologinya jikalau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status