LOGINBab 4
Malam itu di rumah keluarga Collins. Serena berdiri di depan pintu ruang kerja ayahnya, ia akan membicarakan mengenai biaya rumah sakit untuk ibunya sekarang juga. Sebelum masuk, Serena menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu. “Masuk,” suara Richard Collins terdengar tegas dari dalam. Serena membuka pintu dengan hati-hati. Ia bisa mencium bau asap rokok dan minuman beralkohol. Sang ayah duduk di kursinya, sibuk menandatangani dokumen dengan wajah serius. Serena melangkah mendekat, menahan diri agar tidak salah bicara. “Ayah,” sapanya selembut mungkin. Richard mengangkat kepala sebentar. “Ada apa, Serena? Sudah malam, seharusnya kamu beristirahat.” Serena menggenggam ujung gaunnya, ragu sejenak sebelum bicara. “Aku baru saja dari rumah sakit siang tadi. Aku menemui Ibu.” Richard berhenti menulis, menegakkan bahunya lalu bersandar di kursinya. “Bagaimana kondisinya?” “Tidak ada perkembangan, Ayah. Dokter bilang Ibu harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar, dengan peralatan yang lebih lengkap. Kalau tidak, keadaannya bisa semakin parah.” Richard menatap Serena, matanya dingin tapi penuh perhitungan. “Berapa biayanya?” Serena menunduk. “Cukup besar, Ayah. Aku tahu ini memberatkan, tapi… ini untuk Ibu.” Hening tercipta sesaat. Richard mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, lalu menjawab datar, “Bicarakan dengan Claudia. Dia yang mengatur semua urusan rumah tangga. Kalau dia setuju, Ayah tidak masalah.” Serena menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan kesal yang ingin meledak. Mengapa ayahnya selalu menyerahkan keputusan penting tentang ibunya kepada Claudia? Bukankah ini istri sah Richard sebelum Claudia datang? “Baik, Ayah,” ucap Serena akhirnya, berusaha terdengar tenang. Ia menunduk hormat, lalu keluar dari ruangan itu dengan kepala tertunduk. **** Claudia sedang duduk santai di ruang pribadinya, mengenakan gaun sutra berwarna merah anggur, wajahnya dihiasi senyum angkuh seperti biasa. Serena berdiri di ambang pintu, mengetuk pelan sebelum masuk. “Ibu tiri,” panggilnya singkat. Claudia mengangkat alis, matanya menilai Serena dari atas hingga bawah. “Ada apa malam-malam begini?” Serena menahan diri, mencoba bersuara sopan. “Aku ingin membicarakan soal Ibu kandungku. Dokter menyarankan beliau harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar. Aku harap Ibu tiri bisa mempertimbangkan biaya pengobatannya.” Claudia terkekeh, matanya berkilat sinis. “Oh, jadi kamu datang padaku untuk meminta uang?” Serena mengepalkan tangannya. “Bukan begitu. Aku hanya… Ibu tahu bagaimana kondisi ibuku. Dia butuh perawatan lebih.” Wanita itu meneguk wine di tangannya, lalu menatap Serena dengan pandangan merendahkan. “Serena, kamu terlalu naif. Kau pikir semua uang di rumah ini bisa kau gunakan sesuka hati? Ingat, ibumu bukan lagi bagian dari keluarga Collins. Aku yang menjadi nyonya rumah ini sekarang.” Serena menahan napas, menahan amarah yang hampir meluap. “Dia masih istri Ayah. Dan masih ibuku. Dia berhak mendapatkan yang terbaik.” Claudia mendengkus, lalu menatapnya dengan senyum tipis. “Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang bekerja lebih keras untuk membiayai ibumu? Jangan mengandalkan harta keluarga ini.” “Anda juga penyebab ibu saya sakit, kalau saja anda tidak datang ke keluarga kami. Pasti ibuku masih sehat dan bahagia.” “Haha…” Claudia tertawa mengejek. “Gadis bodoh, jangan salahkan aku jika mengalahkan ibumu. Dia saja yang tidak pandai menjaga suami.” Serena tidak tahan lagi mendengar perkataan Claudia, ia pergi dari sana dengan amarah yang terpendam. Seperginya Serena, Claudia meminum wine nya kembali. “Ibumu terlalu polos dan baik Serena, dia sendiri yang memasukan aku ke rumah ini. Tentunya aku hanya mengambil apa yang menjadi bagianku. Soal dia yang jatuh sakit, itu masalahnya.” **** Saat melewati koridor, langkah Serena terhenti di depan kamar Marissa. Pintu itu sedikit terbuka, dan suara Marissa yang nyaring terdengar jelas. Serena tidak berniat menguping, tapi kata-kata itu langsung menghentakkan dadanya. “Ethan, aku capek seperti ini. Aku nggak mau jadi simpanan kamu terus,” ucap Marissa terdengar tajam, bukan lagi manja seperti biasanya. “Aku sudah muak sembunyi-sembunyi begini. Aku ingin kamu memilih. Hentikan perjodohan bodoh itu sekarang juga!” Serena menggigit bibirnya. Kata-kata itu seperti tamparan. Di seberang sana, suara Ethan terdengar lebih rendah. “Marissa, kamu tahu ini bukan sesederhana itu. Orang tuaku yang mengatur semuanya. Mereka maunya Serena. Aku nggak bisa membatalkan semuanya dalam satu malam.” “Alasan!” Marissa mendesah keras. “Selalu orang tua kamu! Aku yang selalu ada buat kamu, aku yang kamu cari untuk kesenangan, aku yang kamu bilang kamu cintai, tapi kamu masih berlindung di balik perjodohanmu dengan dia! Kapan aku jadi satu-satunya buat kamu?” Serena memejamkan matanya. Dadanya sakit mendengar itu. Ethan terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku sayang sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa sembarangan lawan keluarga. Kalau aku melawan, aku kehilangan segalanya. Aku butuh waktu.” “Waktu?” Marissa hampir berteriak. “Aku sudah ngasih kamu waktu selama ini, Ethan! Kamu pikir aku nggak punya harga diri? Semua orang sudah mulai ngomongin aku di belakang. Mereka ngira aku cuma perempuan simpanan kamu. Kamu tahu rasanya jadi aku?!” Ethan menghela napas berat. “Jangan bicara begitu. Kamu tahu aku tetap memilih kamu di hatiku. Serena itu hanya formalitas keluarga.” Serena bisa mendengar suara Ethan meninggi sedikit. Marissa terdiam, lalu suaranya berubah lebih rendah tapi menusuk. “Aku muak, Ethan. Kalau kamu benar-benar sayang sama aku, buktikan malam ini. Biar aku tahu kamu masih milikku.” Ethan terdiam beberapa detik. Suaranya kemudian terdengar berat, seperti sedang berpikir keras. “Datanglah ke apartemenku malam ini. Kita akan bicara, kita akan bersama. Aku merindukanmu.” Serena menahan napas, tubuhnya bergetar. Kata-kata itu menusuk jauh lebih dalam. Ia merasa seolah seluruh dunia memudar di sekitarnya. Serena mundur selangkah, tubuhnya bergetar hebat. Air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. Kata-kata itu terdengar begitu jelas, menusuk hingga ke ulu hati. Dengan langkah gontai, ia kembali ke kamarnya. Ia masuk dan segera menutup pintu rapat-rapat, memutarnya kunci dengan tangan gemetar. Begitu punggungnya menyentuh pintu, air matanya pecah kembali. Serena jatuh terduduk, memeluk lututnya erat-erat. Malam itu, ia menangis sejadi-jadinya. Semua kepedihan menumpuk menjadi satu. Perjodohan, ibunya yang sakit, sikap ayahnya, ibu tiri yang kejam, dan kini Ethan yang menegaskan bahwa hatinya bukan untuknya. Di dalam kamar yang terkunci, Serena merasa benar-benar sendirian.Steave menangkap mata Serena yang mulai berkabut. Ia membawa wanita itu ke balik pohon besar di belakang mereka, lalu berciuman panas. Steave sebenarnya merasa aneh dengan Serena yang tampak selalu bergairah sekarang. Biasanya, wanita itu akan malu-malu dan membutuhkan waktu untuk membangun suasana. Tapi kali ini, Serena seolah tidak sabar dan sangat menginginkannya.Steave tidak mempermasalahkan hal itu. Ia malah senang karena Serena tidak terpaksa lagi untuk berhubungan dengannya. Setelah berpisah beberapa hari, ia merindukan sentuhan dan ciuman Serena. Bahkan gairahnya hampir tidak bisa ditahan karena mereka selalu melakukannya setiap hari. Ciuman keduanya semakin dalam dan menuntut. Tangan Steave mulai menjelajahi tubuh Serena, membelai setiap inci kulitnya dengan yang masih ditutupi pakaian. Serena mendesah, merasakan sensasi yang menjalar ke seluruh tubuhnya."Steave," desahnya, memohon lebih.Steave mengerti permintaannya. Ia mengangkat Serena dan merebahkannya di atas rumput
Ethan, berjalan dengan penampilan kusut dan mata memerah. Menggenggam erat tangannya hingga memperlihatkan urat nadinya yang panjang. Lalu membuka pintu apartemen dengan kasar, sontak saja tindakan Ethan mengejutkan Marissa yang tengah bersantai di ruang tamu.Wanita itu memang tinggal di sana sekarang karena permintaan Ethan, agar ia tidak mengacaukan pernikahannya dengan Serena. Nyatanya, video mereka berhubungan intim malah tersebar.Ethan mengira kalau wanita itu pelakunya."Apa yang sudah kau lakukan?!" bentak Ethan, suaranya menggelegar di seluruh ruangan.Marissa tersentak kaget, menatap Ethan dengan tatapan bingung. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura bodoh! Kau yang menyebarkan video itu, kan?!" tuduh Ethan, menunjuk Marissa dengan jari telunjuknya.Marissa membelalakkan matanya, tidak percaya dengan tuduhan Ethan. "Apa? Aku menyebarkan video apa? Kau gila ya? Kenapa aku harus melakukan itu?""Video kita saat berhubungan. Kau melakukannya karena kau cemburu! Kau tidak rela aku
Serena tidak percaya dengan apa yang dikatakan ayahnya. Mengapa ibunya yang berselingkuh? Selama ini, yang ia tahu, ayahnya lah yang berselingkuh dengan Claudia. Dan ibunya mengalami kecelakaan saat mengetahui hubungan gelap mereka hingga koma di rumah sakit sampai sekarang "Tidak mungkin," ucap Serena lirih, menggelengkan kepalanya. "Ibu tidak mungkin melakukan itu."Richard menghela napas panjang, menatap putrinya dengan tatapan sedih. "Ayah tahu ini sulit dipercaya, Sayang. Tapi itu kenyataannya. Ayah punya bukti-buktinya. Foto, rekaman percakapan, semuanya.""Tapi kenapa? Kenapa Ibu melakukan itu?" tanya Serena, air matanya mulai menetes."Ayah tidak tahu pasti apa alasannya. Mungkin dia tidak bahagia dengan Ayah. Dan mencintai pria lain itu lebih dari Ayah. Ayah tidak tahu pastinya," jawab Richard. "Yang Ayah tahu, Ayah sangat terpukul dan kecewa saat mengetahui kebenarannya.""Lalu, apa yang terjadi setelah itu?" tanya Serena, penasaran."Ayah mencoba berbicara dengan Ibumu, me
Acara pernikahan berantakan dan langsung batal. Sontak saja, video Ethan dan Marissa langsung viral menghebohkan dunia Maya.Semua orang berkumpul di kediaman Richard Collins. Serena sudah sadar dari pingsannya sejak beberapa menit lalu dan ingin ikut untuk pembicaraan ini.Ethan dan Mamanya Evelyn juga berada di sana. Sementara Claudia, ibu tirinya Serena, duduk tak jauh dari mereka. Suasana berubah tegang dan canggung.Richard duduk di samping Serena, merangkul putrinya dengan protektif. Evelyn duduk di seberang mereka, menatap Serena dengan tatapan menyesal. Begitupun Ethan yang mengambil posisi di samping mamanya. "Serena, Sayang. Tante minta maaf atas kelakuan Ethan," ucap Evelyn, memecah keheningan. "Tante tidak tahu kalau dia bisa melakukan hal seperti ini. Kami semua sangat malu."Serena tidak menjawab, ia hanya menunduk, menatap tangannya yang saling bertaut."Serena, aku bisa jelaskan," kata Ethan, melangkah mendekat. "Video itu, itu terjadi karena tidak sengaja. Aku khilaf
Serena berdiri di depan kaca besar, memandangi dirinya yang sudah dibalut gaun pengantin. Hari ini adalah pemberkatan pernikahannya dengan Ethan. Pemberkatan itu diadakan di St. Paul's Cathedral, London. Bangunan megah dengan arsitektur klasik itu memberikan kesan sakral dan mewah. Gaun pengantin putih yang ia gunakan terasa hampa. Serena merasa seperti mengenakan topeng, menyembunyikan kebingungan dan keraguannya. Ia pernah bermimpi, pernikahan yang akan ia lakukan ada kedua orang tuanya dan pria yang akan hidup bersamanya adalah seseorang yang ia cintai.Tapi, pernikahannya yang sekarang tidak lebih dari sekedar balas dendam. Setelah itu, ia akan mengakhiri hubungan dengan ayahnya. Pergi jauh dari kehidupan Steave. Ini cara terbaik untuk melanjutkan hidup.Serena, lakukan lah yang terbaik. Batinnya."Nona Serena, sudah siap?" suara seorang pelayan membuyarkan lamunannya.Serena menoleh dan melihat pelayan itu berdiri di ambang pintu, tersenyum padanya. "Sudah," jawab Serena juju
Beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit, Serena kembali beraktivitas seperti semula. Bekerja lagi sebagai asisten Steave, sebenarnya pria itu ingin Serena beristirahat saja dan tidak perlu memikirkan pekerjaan lagi. Namun, Serena tidak mau, ia sudah banyak bergantung pada Steave, dan tidak ingin menambah lagi yang akan memperkuat ikatan mereka.Dua hari lagi adalah pernikahannya dengan Ethan, tapi hubungan mereka justru semakin jauh. Ethan terlihat selalu bimbang setiap kali bertemu Serena, seolah ada beban yang ia sembunyikan.Namun, Ethan selalu mengiriminya pesan atau sekedar menanyakan kabar Serena melalui panggilan ponsel. Setidaknya, pria itu semakin perhatian padanya daripada dulu.Di tengah kesibukan dengan lamunannya, Serena dikejutkan oleh rekan kerjanya, Maya. Wanita itu menyodorkan sebuah tablet yang menampilkan berita terbaru.Steave dan Viviane resmi bercerai."Benarkah?" tanya Serena, matanya membulat tak percaya.Maya mengangguk, "Iya, beritanya baru saja keluar.







