Share

Putus Asa dan Hampa

last update Last Updated: 2025-09-13 23:56:13

Bab 4

Malam itu di rumah keluarga Collins. Serena berdiri di depan pintu ruang kerja ayahnya, ia akan membicarakan mengenai biaya rumah sakit untuk ibunya sekarang juga. Sebelum masuk, Serena menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu.

“Masuk,” suara Richard Collins terdengar tegas dari dalam.

Serena membuka pintu dengan hati-hati. Ia bisa mencium bau asap rokok dan minuman beralkohol. Sang ayah duduk di kursinya, sibuk menandatangani dokumen dengan wajah serius. Serena melangkah mendekat, menahan diri agar tidak salah bicara.

“Ayah,” sapanya selembut mungkin.

Richard mengangkat kepala sebentar. “Ada apa, Serena? Sudah malam, seharusnya kamu beristirahat.”

Serena menggenggam ujung gaunnya, ragu sejenak sebelum bicara. “Aku baru saja dari rumah sakit siang tadi. Aku menemui Ibu.”

Richard berhenti menulis, menegakkan bahunya lalu bersandar di kursinya. “Bagaimana kondisinya?”

“Tidak ada perkembangan, Ayah. Dokter bilang Ibu harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar, dengan peralatan yang lebih lengkap. Kalau tidak, keadaannya bisa semakin parah.”

Richard menatap Serena, matanya dingin tapi penuh perhitungan. “Berapa biayanya?”

Serena menunduk. “Cukup besar, Ayah. Aku tahu ini memberatkan, tapi… ini untuk Ibu.”

Hening tercipta sesaat. Richard mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, lalu menjawab datar, “Bicarakan dengan Claudia. Dia yang mengatur semua urusan rumah tangga. Kalau dia setuju, Ayah tidak masalah.”

Serena menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan kesal yang ingin meledak. Mengapa ayahnya selalu menyerahkan keputusan penting tentang ibunya kepada Claudia? Bukankah ini istri sah Richard sebelum Claudia datang?

“Baik, Ayah,” ucap Serena akhirnya, berusaha terdengar tenang. Ia menunduk hormat, lalu keluar dari ruangan itu dengan kepala tertunduk.

****

Claudia sedang duduk santai di ruang pribadinya, mengenakan gaun sutra berwarna merah anggur, wajahnya dihiasi senyum angkuh seperti biasa. Serena berdiri di ambang pintu, mengetuk pelan sebelum masuk.

“Ibu tiri,” panggilnya singkat.

Claudia mengangkat alis, matanya menilai Serena dari atas hingga bawah. “Ada apa malam-malam begini?”

Serena menahan diri, mencoba bersuara sopan. “Aku ingin membicarakan soal Ibu kandungku. Dokter menyarankan beliau harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar. Aku harap Ibu tiri bisa mempertimbangkan biaya pengobatannya.”

Claudia terkekeh, matanya berkilat sinis. “Oh, jadi kamu datang padaku untuk meminta uang?”

Serena mengepalkan tangannya. “Bukan begitu. Aku hanya… Ibu tahu bagaimana kondisi ibuku. Dia butuh perawatan lebih.”

Wanita itu meneguk wine di tangannya, lalu menatap Serena dengan pandangan merendahkan. “Serena, kamu terlalu naif. Kau pikir semua uang di rumah ini bisa kau gunakan sesuka hati? Ingat, ibumu bukan lagi bagian dari keluarga Collins. Aku yang menjadi nyonya rumah ini sekarang.”

Serena menahan napas, menahan amarah yang hampir meluap. “Dia masih istri Ayah. Dan masih ibuku. Dia berhak mendapatkan yang terbaik.”

Claudia mendengkus, lalu menatapnya dengan senyum tipis. “Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang bekerja lebih keras untuk membiayai ibumu? Jangan mengandalkan harta keluarga ini.”

“Anda juga penyebab ibu saya sakit, kalau saja anda tidak datang ke keluarga kami. Pasti ibuku masih sehat dan bahagia.”

“Haha…” Claudia tertawa mengejek. “Gadis bodoh, jangan salahkan aku jika mengalahkan ibumu. Dia saja yang tidak pandai menjaga suami.”

Serena tidak tahan lagi mendengar perkataan Claudia, ia pergi dari sana dengan amarah yang terpendam.

Seperginya Serena, Claudia meminum wine nya kembali. “Ibumu terlalu polos dan baik Serena, dia sendiri yang memasukan aku ke rumah ini. Tentunya aku hanya mengambil apa yang menjadi bagianku. Soal dia yang jatuh sakit, itu masalahnya.”

****

Saat melewati koridor, langkah Serena terhenti di depan kamar Marissa. Pintu itu sedikit terbuka, dan suara Marissa yang nyaring terdengar jelas. Serena tidak berniat menguping, tapi kata-kata itu langsung menghentakkan dadanya.

“Ethan, aku capek seperti ini. Aku nggak mau jadi simpanan kamu terus,” ucap Marissa terdengar tajam, bukan lagi manja seperti biasanya. “Aku sudah muak sembunyi-sembunyi begini. Aku ingin kamu memilih. Hentikan perjodohan bodoh itu sekarang juga!”

Serena menggigit bibirnya. Kata-kata itu seperti tamparan.

Di seberang sana, suara Ethan terdengar lebih rendah. “Marissa, kamu tahu ini bukan sesederhana itu. Orang tuaku yang mengatur semuanya. Mereka maunya Serena. Aku nggak bisa membatalkan semuanya dalam satu malam.”

“Alasan!” Marissa mendesah keras. “Selalu orang tua kamu! Aku yang selalu ada buat kamu, aku yang kamu cari untuk kesenangan, aku yang kamu bilang kamu cintai, tapi kamu masih berlindung di balik perjodohanmu dengan dia! Kapan aku jadi satu-satunya buat kamu?”

Serena memejamkan matanya. Dadanya sakit mendengar itu.

Ethan terdiam sejenak sebelum menjawab. “Aku sayang sama kamu. Tapi aku juga nggak bisa sembarangan lawan keluarga. Kalau aku melawan, aku kehilangan segalanya. Aku butuh waktu.”

“Waktu?” Marissa hampir berteriak. “Aku sudah ngasih kamu waktu selama ini, Ethan! Kamu pikir aku nggak punya harga diri? Semua orang sudah mulai ngomongin aku di belakang. Mereka ngira aku cuma perempuan simpanan kamu. Kamu tahu rasanya jadi aku?!”

Ethan menghela napas berat. “Jangan bicara begitu. Kamu tahu aku tetap memilih kamu di hatiku. Serena itu hanya formalitas keluarga.”

Serena bisa mendengar suara Ethan meninggi sedikit.

Marissa terdiam, lalu suaranya berubah lebih rendah tapi menusuk. “Aku muak, Ethan. Kalau kamu benar-benar sayang sama aku, buktikan malam ini. Biar aku tahu kamu masih milikku.”

Ethan terdiam beberapa detik. Suaranya kemudian terdengar berat, seperti sedang berpikir keras. “Datanglah ke apartemenku malam ini. Kita akan bicara, kita akan bersama. Aku merindukanmu.”

Serena menahan napas, tubuhnya bergetar. Kata-kata itu menusuk jauh lebih dalam. Ia merasa seolah seluruh dunia memudar di sekitarnya.

Serena mundur selangkah, tubuhnya bergetar hebat. Air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. Kata-kata itu terdengar begitu jelas, menusuk hingga ke ulu hati.

Dengan langkah gontai, ia kembali ke kamarnya. Ia masuk dan segera menutup pintu rapat-rapat, memutarnya kunci dengan tangan gemetar. Begitu punggungnya menyentuh pintu, air matanya pecah kembali.

Serena jatuh terduduk, memeluk lututnya erat-erat. Malam itu, ia menangis sejadi-jadinya. Semua kepedihan menumpuk menjadi satu. Perjodohan, ibunya yang sakit, sikap ayahnya, ibu tiri yang kejam, dan kini Ethan yang menegaskan bahwa hatinya bukan untuknya.

Di dalam kamar yang terkunci, Serena merasa benar-benar sendirian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Membara Paman Tunanganku   Masuk Dalam Jebakan

    Ruang kerja yang di desain maskulin dan dengan warna yang tajam. Steave duduk di kursinya dengan santai, lengan kanannya menopang dagu, sementara jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja. Paul, asistennya yang paling ia percaya, berdiri tegak di hadapan tuannya. Wajahnya terlihat serius, namun sedikit gugup. Ia membuka map cokelat yang dibawanya, lalu menghembuskan napas sebelum bicara.“Tuan, semua sesuai dengan prediksi anda,”Steave menyeringai licik, ia memasang umpannya dengan tepat.“Kondisinya?”“Belum ada pergerakan dari Serena, Tuan. Ia juga tidak mendatangi Tuan Ethan untuk meminta bantuan.”Steave menegakkan tubuhnya, jemarinya berhenti mengetuk meja. Ia bersandar santai di kursi kulit hitam yang mewah itu, lalu menatap Paul dengan tatapan penuh maksud. “Persiapkan sisanya,” ucapnya pada sang asisten. “Tamu kita tak lama lagi akan datang.”Paul mengangguk, meski dalam hati ia merutuki kegilaan boss nya ini.Ia menyesap sedikit anggurnya, lalu meletakkan gelas itu di meja de

  • Gairah Membara Paman Tunanganku   Putus Asa dan Hampa

    Bab 4Malam itu di rumah keluarga Collins. Serena berdiri di depan pintu ruang kerja ayahnya, ia akan membicarakan mengenai biaya rumah sakit untuk ibunya sekarang juga. Sebelum masuk, Serena menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu.“Masuk,” suara Richard Collins terdengar tegas dari dalam.Serena membuka pintu dengan hati-hati. Ia bisa mencium bau asap rokok dan minuman beralkohol. Sang ayah duduk di kursinya, sibuk menandatangani dokumen dengan wajah serius. Serena melangkah mendekat, menahan diri agar tidak salah bicara.“Ayah,” sapanya selembut mungkin.Richard mengangkat kepala sebentar. “Ada apa, Serena? Sudah malam, seharusnya kamu beristirahat.”Serena menggenggam ujung gaunnya, ragu sejenak sebelum bicara. “Aku baru saja dari rumah sakit siang tadi. Aku menemui Ibu.”Richard berhenti menulis, menegakkan bahunya lalu bersandar di kursinya. “Bagaimana kondisinya?”“Tidak ada perkembangan, Ayah. Dokter bilang Ibu harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar, dengan per

  • Gairah Membara Paman Tunanganku   Kabar Buruk Bagi Serena

    Pagi itu kantor sudah ramai oleh para karyawan. Suara telepon berdering bergantian, bunyi ketikan keyboard bersahut-sahutan. Serena duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan mata lelah.Tumpukan dokumen di mejanya seolah tidak ada habisnya. Ia memijat pelipis sambil mencoba fokus. Meski pikirannya berkali-kali melayang pada kondisi ibunya di rumah sakit, ia tetap memaksa dirinya menyelesaikan pekerjaan.“Serena, ini laporan keuangan bulan lalu. Cek ulang sebelum diserahkan ke direktur,” kata salah satu rekan kerjanya sambil meletakkan map tebal di atas meja.Serena tersenyum tipis. “Baik, aku periksa dulu.”Belum sempat ia membuka laporan itu, ponselnya bergetar di samping laptop. Nomor rumah sakit terpampang jelas di layar. Jantung Serena langsung berdegup kencang. Dengan tergesa ia mengangkat telepon.“Halo, Nona Serena?” suara seorang perawat terdengar dari seberang.“Ya, saya sendiri. Ada apa?”“Dokter meminta Anda datang ke rumah sakit hari ini. Ada hal penting yang h

  • Gairah Membara Paman Tunanganku   Tamu Tak Terduga

    Serena menatap rumah besar keluarga Collins yang malam itu tampak lebih ramai dari biasanya. Lampu-lampu halaman menyala terang, biasanya sang ayah hanya akan menghidupkan lampu itu untuk menyambut tamu penting.Yang dilihat Serena, mobil-mobil mewah berjajar rapi di depan pintu utama.“Apa ada seseorang yang datang? Pasti rekan bisnis Ayah,” gumamnya.Begitu pintu besar dibuka, sosok Claudia, ibu tirinya, menyambut dengan senyum penuh kepalsuan. Senyum yang begitu janggal hingga membuat Serena hampir mengerutkan dahi."Serena, sayang. Akhirnya kamu pulang juga. Ayahmu sudah menunggumu," ucap Claudia terdengar lembut, seolah penuh kasih sayang.Serena berhenti sejenak. Rasanya ingin tertawa, karena Claudia jarang sekali atau bahkan tidak pernah menyapanya seperti itu. Biasanya wanita itu hanya bicara seperlunya, dengan nada setengah angkuh yang sering membuat Serena malas menjawab."Iya, Bu," jawab Serena singkat, mencoba menutupi rasa curiga yang menggelayut. Ia melangkah masuk.Di r

  • Gairah Membara Paman Tunanganku   Penghianatan Mereka

    Sore menjelang malam, suasana London masih terasa hawa dinginnya setelah hujan. Trotoar di depan apartemen modern itu berkilau oleh pantulan lampu jalan. Serena Collins berjalan riang, penuh semangat meski rintik air hujan yang tersisa hampir saja merusak blow-dry rambutnya. Tangannya menggenggam payung kecil yang kini sudah dilipat, sementara hatinya penuh bunga.Hari ini ia dan Ethan, pacarnya, berjanji bertemu. Tidak ada momen istimewa sebenarnya, tapi Serena tipe gadis yang selalu bisa menemukan alasan untuk merasa bahagia. Mungkin karena Ethan jarang punya waktu, jadi setiap janji bertemu terasa seperti perayaan kecil.“Pasti dia sudah menunggu,” gumamnya sambil menaiki anak tangga menuju lantai tiga, tempat apartemen Ethan berada.Meski hanya beberapa lantai, apartemen ini hanya dihuni kalangan elit.Sesampainya di depan pintu nomor 3B, Serena menarik napas panjang. Tangannya terulur hendak mengetuk, tapi sesuatu menghentikannya. Entah kenapa firasatnya jadi buruk saat hendak m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status