Masukmaaf ya, cuman 1 bab, author kurang enak badan, mulai besok author bakalan update di jam satu siang aja ya, jadi kalian gak bingung lagi up nya kapan, krn udah ada jam tayang pastinya.
Keesokan paginya, Elyssa terbangun saat sinar mentari muncul dari celah-celah gorden. Ia mengerjapkan mata beberapa kali lalu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi.Tanpa membuang waktu, Elyssa pun bergegas ke kamar mandi, hendak membasuh wajahnya. Setelah itu, ia langsung menuju dapur, ingin memasak.Elyssa tahu, Mereka berdua butuh tenaga untuk menjalani sandiwara di acara anniversary ayah dan ibu mertuanya nanti. Untunglah, acara dimulai pukul sepuluh pagi, jadi Elyssa masih punya banyak waktu untuk bersiap-siap.Setelah selesai memasak, Elyssa kembali ke kamar. Albert sudah bangun. Pria itu tampak kelelahan, bahunya bersandar lemah di kepala ranjang."Mas, ayo sarapan," ajak Elyssa.Albert mencoba beranjak, namun ia langsung meringis kesakitan. Punggungnya terasa perih. Sangat perih.Perasaan iba yang tak diinginkan muncul kembali di diri Elyssa. Ia tidak tega melihat Albert kesulitan. “Gak usah deh, Mas. Kamu tungguin aja di situ. Jangan gerak!”Pada a
"Sayang? Kenapa nelpon jam segini? Maaf, aku lagi gak mantau aplikasi penyadap. Kamu… baik-baik aja, kan?” tanya Sean, suaranya berbisik dan tegang.Elyssa menjawab, "Aku baik-baik aja kok, Mas. Dengerin aku. Kita harus membatalkan rencana besok."Hening sesaat di ujung telepon.Tak lama, terdengar suara Sean yang memekik telinga."Apa?! Batalkan? Elyssa, kamu gila? Bukti kita udah siap semua loh! Acara besok adalah waktu yang sempurna untuk ngancurin mereka!" seru Sean, nadanya naik dan terdengar tidak terima."Aku tau, Mas. Tapi situasinya berubah," balas Elyssa. “Ayah mertuaku ngancem Papa. Dan... dan ibu mertuaku terluka karena mencoba menolong Albert yang dihukum sama Papanya. Aku gak tega, Mas. Albert bilang anniversary itu adalah acara yang paling ditunggu-tunggu ibunya. Mau serumit apapun situasinya, acara itu harus berjalan lancar. Ini semua demi ibunya.”"Lalu kamu menurutinya?! Elyssa, kamu sudah terlalu banyak berkorban! Jangan biarkan rasa iba menguasaimu! Ini kesempatanmu
Albert kembali mendongak, matanya yang merah kini memancarkan sedikit cahaya lega. "Makasih, Elyssa. Aku...""Jangan berterima kasih," potong Elyssa cepat.Ia menjatuhkan handuk itu di pangkuan Albert, lalu menunjuk kemeja suaminya yang berlumuran darah di lantai. "Aku melakukan ini bukan untukmu. Aku melakukan ini untuk Mama Ana yang rela terluka demi putra yang tidak tau diuntung sepertimu.""Sekarang bangun! Bersihkan dirimu! Aku mau nyari obat pereda nyeri dulu. Kamu harus tetap kuat karena sandiwara ini harus berjalan mulus. Gak boleh ada orang yang curiga," perintah Elyssa.Albert mengangguk, isakannya mereda, digantikan oleh kepatuhan. Ia tahu, ia baru saja mendapatkan kesempatan terakhir dari istrinya.Elyssa pun berbalik, meninggalkan Albert untuk mengambil kotak obat, tetapi ia tidak bisa menghentikan air mata yang tiba-tiba menetes dari matanya.Ia menangis bukan karena iba pada Albert, tetapi karena pahitnya kenyataan bahwa ia harus kembali berbohong untuk menutupi kebobrok
Melihat luka Albert, kebencian Elyssa pun lenyap seketika, kalah oleh rasa kasihan. Saking tak tahan melihatnya, Elyssa pun buru-buru berdiri mencari kotak P3K. Walau benci, ia merasa harus mengobati suaminya.Saat itu juga, Albert langsung berlutut di lantai yang dingin, memeluk erat kaki Elyssa. Isakannya pecah dan terdengar memilukan. Air matanya membasahi kain piyama Elyssa."Aku sadar selama ini, aku sudah banyak menyakitimu, Elyssa. Aku jahat. Aku pantas menerima semua ini," lirih Albert, suaranya serak dan penuh penyesalan.Elyssa diam, merasakan bobot tubuh Albert dan getaran rasa sakitnya."Kalau kamu mau bercerai, silakan. Aku gak akan membela diri lagi," lanjut Albert. "Kalau pun kamu mau menuntutku, silakan juga. Aku pantas mendapatkannya."Albert lalu mendongak, menatap Elyssa dengan deraian air mata, wajahnya penuh memar dan lelah. "Tapi aku mohon, Elyssa. Sekali saja. Bisakah kamu bersikap normal, layaknya pasangan yang harmonis di acara besok?""Mas Albert! Bisa-bisany
Valeria meraih tangan Elyssa, air matanya sudah menetes. “Elyssa, please. Sekali aja, kasih aku kesempatan. Maafkan aku.”Elyssa menarik tangannya kasar. “Pergi dari sini, Valeria!”“Aku gak mau, Elyssa. Aku tidak akan pergi dari rumah ini!” balas Valeria dengan sangat berani.Elyssa terkejut melihat Valeria yang melawan.Valeria pun kembali berdiri. “Sampai kiamat pun aku tidak akan meninggalkan tempat ini! Ini rumahku! Rumah yang dijanjikan Albert untukku! Aku calon ratu di sini! Ratu yang sesungguhnya.”Mendadak, Elyssa memandang Valeria miris. “Sungguh, Val? Kau percaya dengan janji murahan seperti itu?”“Aku mencintai Albert. Dia juga sama! Sumpah, aku sama sekali tidak pernah berniat untuk merebut suamimu! Dia yang datang sendiri padaku! Dia bilang pernikahannya sudah lama bermasalah.”"Cinta? Kau mencintai Albert yang pengecut, yang hanya berani menyentuhmu di belakangku? Pria seperti itu yang kau sukai, ya?”Valeria tertampar. Ia ingin melawan lagi, tapi Elyssa sudah lebih dul
Setelah mendapat dukungan dari ayahnya, Elyssa sudah terlihat lebih tenang. Wanita itu menyeka air matanya lalu menarik napas dalam.Charlie menatap putrinya dengan mata khawatir. "Ayo, Ely. Malam ini kamu pulang saja ke rumah Papa. Kamu tidak perlu tidur di sini," bujuknya. "Papa takut kalau Albert kembali, dia akan menyakitimu lagi."Marina pun ikut membujuk, suaranya terdengar cemas. "Benar, Lis. Kamu ikut ke rumah ya? Soal perceraianmu dan lain-lainnya tinggalkan saja dulu. Besok pagi baru kita pikirkan lagi. Tapi sekarang kamu istirahat dulu, tenagamu sudah banyak terkuras. Mama takut kamu jatuh sakit nantinya.”Namun, Elyssa menggeleng, menolak dengan tegas. Ia tahu, misinya belum selesai. Ia harus membongkar semua kebusukan Albert tepat di acara anniversary esok hari, mempermalukannya di depan semua tamu undangan."Aku gak bisa, Pa, Ma. Kalau aku pergi sekarang, itu sama saja aku menyerahkan semuanya ke wanita itu."Elyssa beralih, memandang Valeria yang masih berdiri mematung







