[Sayang, berikan nomor rekening kamu!]
Adelia langsung tersenyum karena dia tahu, itu dari Carlton.
"Tahu darimana dia nomor ponselku?" ucapnya.
Adelia langsung mengetik untuk membalasnya.
[Ya!]
[ 8936xxxxx itu nomor rekening aku, Carlton!]
Pesan itu pun terkirim dan Adelia melanjutkan kembali pekerjaannya membereskan semua piring bekas makan Carlton.
Sementara itu, uang pun sudah masuk dan Adelia melihat notifikasi pesan masuknya.
"Ini ...."
Mata Adelia membelalakkan matanya saat melihat nominal uang yang masuk.
"Carlton! Kamu gila!" teriaknya secara refleks.
Sampai membuat Adrian yang sedang istirahat pun terkejut mendengar suara teriakan Adelia.
"Sial! Kenapa bocah itu berteriak sekeras itu!" umpat Adrian.
"Adel, jangan teriak-teriak! Kamu sengaja ya, mau membunuhku, hah!" teriak Adrian.
Adelia segera menutup mulutnya.
"Ma-af kak! Aku
Tok ' tok' tok'Jeffran dan Carlton menghentikan perbincangan mereka."Siapa yang datang?" gumam Carlton."Carl! Ada yang datang," ucap Jeffran."Ya, aku tahu!" jawab Carlton, dia pun segera berteriak."Masuklah!" Krekkk!Pintu pun terbuka."Permisi, maaf sudah mengganggu waktunya," ucap seorang wanita dengan riasan yang tebal dan pakaiannya cukup terbuka.Melihat itu, Carlton mengernyitkan dahi."Siapa kamu? Kenapa bisa ada di sini?" tanyanya dengan tegas.Wanita itu tersenyum canggung dan segera berjalan masuk tanpa dipersilahkan sama sekali."Emmm ... Maaf! Saya ke sini atas pesan dari ... Papa saya untuk menemui mas Carlton." wanita itu tersenyum malu-malu dan suaranya sengaja di buat lemah lembut.Membuat Carlton semakin jijik saat melihatnya."Papa? Siapa papa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke Perusahaan saya tanpa seizin saya, hah?!" bentak Carlton.Wanita itu segera menundukkan kepalanya."Sa-saya! Saya tidak tahu! Pokoknya papa saya yang membawa saya ke sini," jawabnya dengan
"Eh! Ini ...."Jeffran menatap beberapa saat, lalu melirik ke arah Carlton."Ka-kamu sudah menikah?" tanyanya dengan tatapan tak percaya.Carlton menganggukkan kepalanya."Ya, sudah! Tapi baru secara negara saja. Nanti setelah selesai, kami akan menikah secara keyakinan," jawabnya dengan santai.GLEK!Jeffran menelan ludah berkali-kali, dia masih tidak percaya dengan ucapan cucunya itu."Carl! Jangan bercanda kamu! Bagaimana bisa kamu menikah seperti itu? Setidaknya kamu harus ...."Carlton tersenyum."Harus ada acara lamaran, pesta pernikahan yang mewah dan mengumumkan pada seluruh dunia, kalau aku sudah menikah, ya kan?" jawabnya.Jeffran mengangguk setuju."Ya seperti itu! Bukan seperti ini yang tiba-tiba sudah memiliki buku pernikahan dan menunda upacara pernikahan lainnya. Carlton! Jangan mempermalukan keluarga kita!" Bentak Jeffran, dia kesal pada cucunya itu."Ckck ... Aku pun in
PRANG!"Arghhh!"Wanita muda sedang mengamuk dan semua barang yang ada di dalam kamarnya hancur berantakan akibat ulah darinya."Nona, tenangkan diri anda! Anda ....""Diam! Kalian tidak diizinkan bicara di sini!" Sela wanita itu yang kembali menghancurkan sisa barang yang ada di kamarnya.Membuat dua orang pelayan wanita yang berdiri di depan pintu tak berani membuka mulutnya, mereka takut dengan majikannya itu.Sehingga keduanya hanya bisa diam menonton kegilaan sang majikan yang sedang melampiaskan amarahnya."Carlton! Kenapa kamu tidak bisa aku dapatkan? Kenapa?! Apa kurangnya aku? APA?!" dia terus berteriak melampiaskan semua amarahnya, saat mengingat apa yang terjadi kemarin malam."Sial! Kamu benar-benar sulit untuk di dapatkan! Bahkan bisa-bisanya aku tidak bisa masuk ke kamar kamu!" teriaknya dan wanita itu segera duduk lemas, ketika sudah tak ada lagi benda yang
Keesokan paginya.Semilir angin pagi dengan cuaca yang sedikit mendung pun, memasuki celah jendela kamar Adelia yang saat ini, masih memejamkan matanya."Adelia, kamu harus M-A-T-I! Kamu tidak pantas dengan dia! Karena dia itu milikku! Hanya milikku!" ucap seorang wanita yang sedang memegang sebuah pisau dan tatapan penuh kegilaan membuat Adelia ketakutan."Ja-jangan! Jangan mendekat! Jangan ....""Ahhh!" Adelia segera membuka matanya dan dia pun langsung duduk dengan detak jantung yang sangat cepat."Hah! Hah!" Adelia terus mengatur nafasnya dan keringat dingin membasahi dahinya."Ya Tuhan! Untung saja hanya mimpi, bukan kenyataan," ucap Adelia sambil menghapus keringat di dahinya."Untung saja hanya mimpi, kalau itu nyata ... A-aku tidak tahu harus bagaimana? Tapi siapa wanita itu? Kenapa wanita itu bisa masuk ke mimpiku sedangkan aku tak mengenal dia!" Adelia terus memikirkan wanita yang ada di dalam mimpinya."Siapa dia? Kenapa dia marah padaku dan kenapa dia ingin membunuh aku? P
"Ka-kamu! Kenapa kamu bisa ada di sini?" Adelia terkejut saat melihat sosok Carlton berdiri di depan pintu."Kenapa terkejut? Memangnya aku tidak boleh menemui istriku sendiri, hah?!" jawabnya dengan santai.Secepatnya, Adelia menutup mulut Carlton dengan telapak tangannya."Diam! Jangan bicara sembarangan! Na-nanti kakakku mendengarnya!"Carlton segera memindahkan telapak tangan Adelia yang menutupi mulutnya."Ya! Bagaimana keadaan kakak kamu? Dia sudah jauh lebih baik kah? Atau mau dibawa ke rumah sakit?" tanyanya sambil menatap ke dalam rumah.Adelia terdiam sejenak."Emm ... Tidak usah! Kakak aku sering seperti ini dan dia selalu menolak untuk di bawa ke rumah sakit, ya! Walaupun ini paling parah, tapi aku ...." belum selesai Adelia bicara, dia mendengar suara dering ponselnya yang membuat dia segera mengalihkan fokusnya."Tunggu sebentar!"Carlton mengangguk."Ya, aku menunggu tapi jangan terlalu lama,"
"Eh! Tapi i-ini ... Tidak perlu! Aku bisa sendiri." Adelia segera menarik tangannya dari genggaman Carlton."Tidak bisa! Aku mau mengantar kamu! Pokoknya tidak ada penolakan!" jawab Carlton yang semakin mengeratkan genggamannya.Melihat itu, Adelia mendesah pelan dan dia tahu kalau dia takkan menang melawannya."Baiklah! Kamu menang sekarang! Kalau begitu ... Aku mau siap-siap dulu! Kamu tunggu sebentar!" jawab Adelia yang kembali menarik paksa tangannya.Carlton tersenyum melihatnya."Tidak usah dilepas! Aku ikut kamu," jawabnya.Adelia menaikkan alisnya."Ta-tapi kalau tidak dilepas, nanti aku ....""Sudah! Ayo aku antar!" sela Carlton.Membuat Adelia menghela napas panjang."Haistt! Sudahlah! Ayo ikut aku!" ajak Adelia yang bergegas masuk ke dalam.Carlton pun mengikutinya dengan tangan yang terus menggenggam.Diam-diam Adelia melirik ke arah tangannya yang digenggam erat oleh Carlton."Histt! Sudah seperti lansia mau menyebrang saja!" gerutu Adelia.Carlton hanya mengulas senyum s
BRUKK!Adelia menutup kembali pintu yang baru kebuka sedikit itu."Sial!" Adelia mengumpat sambil menyandarkan kepalanya di punggung kursi."Ada apa? Kenapa kamu terlihat tidak senang? Memangnya ada seorang yang ...." Carlton membulatkan matanya, ketika dia melihat sosok dua orang yang pernah dia lihat di Hotel kemarin."Pantas saja!" gumamnya dan dia mengerti jika dua orang itu yang sudah membuat Adelia berubah dalam sekejap."Masih pagi tapi sudah membuat mood wanitaku hancur, lihat saja nanti! Aku pasti akan membuat perhitungan pada kalian berdua!" gumam Carlton dengan tatapan kesal.Lalu, secepatnya mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyuman manis saat menatap Adelia."Sayang! Kamu yakin mau masuk kerja hari ini?" tanya Carlton sambil mengelus lembut bahu Adelia.Adelia langsung tersentak, membuka matanya."Ahhh! A-aku ...."Adelia segera menarik nafas dalam-dalam supaya lebih tenang."A-aku ... Aku baik-baik saja! Tentu saja aku harus bekerja hari ini! Kalau tidak, nanti aku bis
Saat Adelia sudah masuk ke dalam gedung Perusahaan tempat dia bekerja. Dia pun segera mengisi absensi lebih dulu. "Syukurlah tidak terlambat," ucapnya dengan senyuman lega, saat melihat sisa waktu sepuluh menit dari waktu masuk kerjanya. "Saatnya bekerja! Semangat Adel!" Adelia berusaha menyemangati dirinya sendiri agar bisa fokus bekerja ditengah hatinya yang sangat hancur dan tentunya, dia pasti akan bertemu dengan dua orang yang tadi dia hindari. "Semoga saja tidak bertemu dengan mereka, setidaknya untuk hari ini saja, ya Tuhan!" harap Adelia. Setelah selesai melakukan absensi. Adelia bergegas menuju loker tempat untuk menaruh tas miliknya dan setelah itu, dia bersiap untuk ke ruangan tempat berkumpul sebelum melakukan pekerjaan, akan ada meeting sebentar dari atasannya. Adelia pun berjalan dengan cepat agar tidak terlambat. "Semoga saja masih terkejar!" Adelia pun berlari karena takut datang terlambat. Hingga, tidak lama kemudian. Akhirnya Adelia sudah sampai di ruangan ya