Share

Lelaki Tak Berperasaan

"Apa uang yang aku kirim sudah habis?"

Sebuah pertanyaan yang Raka tanyakan ketika menelpon istrinya, kedua orang itu sedang melakukan panggilan video call sekarang. Mona terlihat begitu senang karena bisa melihat wajah sang suami tercinta. Walau pun mungkin tidak bisa dia lakukan secara langsung.

Namun ada satu hal yang disayangkan, karena Raka tidak menanyakan keadaan sang istri. Dia malah sibuk dengan uang yang mungkin Mona masih miliki.

"Kau jangan pikirkan tentang hal itu, karena uang yang kau berikan masih aku simpan. Dan mungkin sudah membengkak di rekening."

Mona menjawab dengan nada penuh kekecewaan, apakah suaminya hanya memikirkan tentang uang? Apakah dia tidak berfikir bagaimana perasaan sang istri sekarang? Mona sudah sangat merindukan suaminya itu, namun dia masih belum pulang ke rumah untuk menemuinya.

"Sayang, kapan kau akan pulang? Bukankah ini sudah hampir tanggal 30? Kenapa masih belum pulang ke Indonesia?" Tanya Mona dalam panggilan video itu.

Raka terdiam sebentar, dia seperti orang yang tengah bingung. Bukan karena tidak ingin pulang, namun dia memiliki begitu banyak pekerjaan di sana. Semua ini juga dia lakukan demi kebahagiaan Mona, kesejahteraan sang istri sendiri.

"Maafkan aku sayang, sepertinya aku tidak bisa pulang bulan ini. Pekerjaan begitu menumpuk, dan bukan itu saja. Aku juga memiliki proyek yang cukup menguntungkan."

Mona menghela nafasnya panjang, hatinya begitu kesal ketika mendengar apa yang di ucapkan oleh sang suami. Raka benar-benar tidak memiliki hati, bahkan kepada wanita yang menjadi belahan jiwanya itu. Dia lebih mementingkan pekerjaan dan juga posisinya di dalam pekerjaan, padahal Mona tidak pernah meminta apapun yang membebani Raka selama ini.

"Apa kau tidak merindukanku Raka? Aku di sini sangat kesepian. Tidak ada satupun orang yang bisa aku ajak bicara, bahkan ketika aku merasa rindu, kau tidak ada di sini. Sayang, tidak bisakah kau meminta seseorang untuk tetap di sana? Sedangkan kau, bisa pulang kemari."

Mona mencoba untuk memohon, bahkan membuat Raka agar mau pulang dengan cepat. Namun seperti yang kita tahu, jika lelaki itu seolah tidak pernah perduli.

"Tentu saja aku sangat merindukanmu sayang, tapi pekerjaan tidak bisa aku tunda. Kau sendiri tahu bukan? Ibu pasti akan sangat marah jika aku pulang, apalagi sampai meninggalkan pekerjaan yang penting ini. Kau itu istri yang sangat baik, jadi aku harap kau bisa memaklumi kesibukanku ini. Aku janji, jika semua sudah selesai maka aku akan segera pulang. Aku juga akan mengajakku pergi kemari jika memang itu perlu. Intinya untuk sekarang, kau harus bersabar sedikit lagi," ucap Raka dalam panggilan video itu.

"Iya aku paham, aku tahu jika Ibu pasti tidak akan pernah setuju jika kau pulang. Tapi, tidak bisa kah kau memahami istri mu sedikit? Aku juga pantas untuk kau hargai. Aku juga memiliki hak untuk memintamu pulang ke rumah," ucap Mona kepada suaminya.

"Kau itu manja sekali Mona! Bukankah kau sudah terbiasa hidup sendirian? Kenapa sekarang malah jadi begini? Aku bekerja dan  mencari uang untuk dirimu juga. Tapi kau tidak pernah mengerti diriku!"

Lelaki itu terlihat begitu marah, padahal Mona hanya sedang mengeluarkan isi hatinya. Dia sudah sangat menderita karena harus menanggung kesepian seorang diri. Tidak ada kasih sayang atau pun perhatian yang dia dapatkan, setiap hari Mona hanya merasakan penderitaan. Jika tidak ada Andri yang mengunjunginya, maka siapa lagi yang bisa dia ajak bicara?

Sejak mereka menikah, Raka tidak pernah boleh bergaul dengan tetangga. Bahkan untuk pergi keluar bersama teman-temannya saja, Mona tidak di ijinkan. Dan sekarang? Disaat wanita itu merasa sangat kesepian, Raka tidak ada di sana.

Hanya air mata yang menjadi saksi betapa hancurnya hati Mona saat ini. Jika boleh memilih, kenapa harus dia mencintai lelaki seperti Raka?

"Apa kau sedang menyinggungku Raka? Sejak kecil aku memang sudah hidup sendirian. Tapi kenapa kau harus memperjelas semuanya? Apa kau senang membuat istrimu ini menderita?" Ucap Mona dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Raka terlihat mengusap wajahnya, dia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya sedang berusaha membuat Mona memahami dirinya, namun yang terjadi malah sebaliknya. Dia tidak pernah ingin ada pertengkaran diantara keduanya, jadi lebih baik Raka menghindar saja.

"Aku malas bertengkar denganmu, lebih baik kau tidur dan lupakan semua yang terjadi. Selamat malam Mona."

"Raka!"

Tut

Raka mematikan panggilan video itu, jelas membuat Mona semakin frustasi. Pertengkaran mereka belum selesai, bahkan Mona belum puas mencurahkan isi hatinya. Raka benar-benar tidak berperasaan, dia pergi begitu saja. Mengabaikan sang istri yang tengah menangis.

"Dasar, laki-laki tidak berperasaan! Awas saja Raka, lihat apa yang akan aku lakukan pada pernikahan ini. Kau yang membuatku sampai seperti ini, dasar bedebah!"

Mona membanting ponsel itu ke lantai, merasakan amarahnya memuncak. Raka seolah sedang mempermainkan pernikahan yang sedang mereka jalani. Padahal, lelaki itu tahu jika sang istri tidak akan pernah bisa hidup berjauhan dengannya.

Sampai sebuah ide buruk pun melintas di pikiran wanita cantik ini, dia ingin mencari seorang pengganti. Orang yang bisa mengerti Mona lebih dari suaminya, lelaki yang mampu membahagiakan tanpa harus meninggalkan luka.

Mona menangis tersedu-sedu. Bahkan saking lelahnya, wanita itu sampai tertidur pulas. Dan ketika pagi sudah datang, wanita itu masih saja tertidur di sofa. Pintu rumah tidak dia kunci, bahkan jendela rumah pun sebagian masih terbuka. Untung saja komplek perumahan yang Mona tinggali aman, karena jika tidak akan sangat berbahaya sekali.

Brum

Suara motor berhenti tepat di depan rumah wanita cantik itu, turun seorang lelaki tampan yang tidak lain adalah Andri. Dia mengetuk pintu rumah kakak iparnya, namun tidak ada jawaban. Sampai Andri pun memberanikan diri untuk masuk, apalagi ketika tahu jika pintu itu tidak di kunci.

"Kak Mona?"

Lelaki itu terdiam. Matanya membulat sempurna ketika melihat Mona tidur di atas sofa. Wanita itu terlentang dengan dress pendek yang terangkat. Memperlihatkan paha mulusnya.

Sebagai seorang lelaki normal, kejantanan Andri pun seketika merespon pemandangan indah itu. Rasanya mulai menegang, bahkan keras sedikit.

"Astaga Andri, sadarlah! Dia itu Kakak ipar mu, bukan wanita jalang!"

Andri merasakan celananya mulai mengetat sehingga dia memalingkan wajahnya, tidak ingin terus menatap paha mulus yang terpampang jelas di hadapannya

Dug!

"Aduh!"

Kaki lelaki itu menendang meja yang ada di hadapannya, dia refleks mengumpat karena sakit. Bahkan hingga membuat wanita yang tertidur lelap itu bangun.

"Loh, Andri? Kapan kau datang?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status