MasukKinanti buru-buru menghapus air matanya menggunakan punggung tangan. Kelopak matanya memerah, hidungnya bergetar menahan sesenggukan. āAyah⦠Ibu, aku pergi membeli makanan duluā¦ā ucap Kinanti pelan, berusaha terdengar normal meskipun suaranya serak. Dia berbalik. Pandangannya dan pandangan Ganendra bertemuāsingkat, tapi cukup untuk membuat dada keduanya terasa sesak. Ingin sekali pria itu menarik tubuh Kinanti ke dalam pelukannya, menghapus air matanya satu per satu, sambil berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun keberadaan orang tua Kinanti menahan gerakannya. Kinanti mengangguk pelan, lirih. āAku duluan⦠Ganendra.ā ucapnya. Saat ia melangkah melewati lelaki itu, jemari mereka sempat bersentuhan. Hanya sepersekian detikāringan, tidak disengajaātapi cukup untuk membuat napas Kinanti bergetar. Sentuhan itu seperti pengingat bahwa dia tidak sendiri, meski dunia terasa kacau. Setelah Kinanti keluar, Ganendra maju beberapa langkah mendekati Gibranāmenunjukkan sopan santu
šš¤š§š šØšš¤š„ ššš£šš£š©š. āKak⦠tempat embroidery biasa cancel,ā ucap Hana begitu membuka pintu ruang desain Kinanti tanpa sempat menarik napas.Kinanti yang sejak tadi fokus pada sketsa gaun pengantin untuk klien VIP langsung mendongak. Ia melepas kacamatanya pelan, menaruh pensil di atas meja kaca, lalu memusatkan perhatian pada asistennya itu.āHah? bagaimana bisa?ā tanyanya cepat, suara sudah penuh tegang.Hana menelan ludah sebelum menjawab, āIya, Kak. Barusan dia kirim email⦠semua pesanan untuk tiga bulan ke depan di-cancel. Katanya⦠dia harus menemani ibunya berobat ke luar negeri.āDalam hitungan detik, wajah Kinanti berubah pucat.Bukan karena marahātapi karena membayangkan efek domino dari masalah itu.Kebanyakan klien mereka adalah keturunan Chinese, dan elemen seperti embroidery, beading, serta detail kerajinan tangan tradisional adalah napas utama kualitas gaun yang ia buat. Jika bagian itu berhenti, reputasi workshop bisa porak-poranda.āYa Tuhanā¦ā Kinanti memij
āKatakan padaku⦠apa yang Bara lakukan padamu di dalam mobil semalam?ā Deg! Pertanyaan itu menghantam jantung Kinanti seketika. Tangannya yang semula memegang sisir terhenti di udara, sementara tatapannya membeku menatap bayangannya sendiri di cermin. Jantungnya berdetak cepat, seolah darahnya berhenti mengalir. Ia tidak menoleh, tidak juga menjawab. Suasana ruangan langsung berubah senyap, hanya terdengar suara detik jam di dinding dan desiran napas Ganendra di belakangnya. Pria itu mempererat pelukannya lagi, kini bukan karena manja, tapi karena khawatirādan marah pada waktu yang sama. āAku melihatnya, Kinanti,ā lanjutnya pelan namun tegas. āAku melihat Bara menarikmu dengan kasar malam itu. Aku bahkan sempat menyuruh sekuriti datang ke arah mobilnya.ā Mata Kinanti perlahan terpejam. Air hangat mulai menggenang di sudut matanya, tapi ia tetap diam. Ganendra menunduk lebih dekat ke telinganya. āKau tidak perlu berbohong padakuā¦ā bisiknya nyaris tak terdengar. āAku hanya ingin
āGanendraā¦ā Dan dengan langkah tenang, ia mulai melepas satu per satu pakaiannya, membiarkan gaun tidurnya meluncur jatuh ke lantai marmer. Setelah itu, tanpa ragu, ia melangkah masuk menuju kamar mandi Kinanti membuka sisa kain ditubuhnya, dan masuk ke bilik shower menghampiri Ganendra. Grepp! āApa kau merindukan ku? ābisik Kinanti. Ganendra tersenyum smirk, lalu berbalik. āAku sengaja menunggumu di dalam sini, Kinan...āucap Ganendra. āAku akan membantumu, menyabuni tubuhmu...ābisik Kinanti. Dia mengambil satu pump sabun cair ke tangannya, lalu mulai menggosok telapak tangannya hingga menghasilkan busa. Kinanti mulai menyabuni bagian dada bidang Ganendra. āKita saling menyabuni... Bagaimana?āTanya Ganendra. āIde yang bagus... Lebih efisien, dan menghemat waktu.ājawab Kinanti. Ganendra mulai melakukan hal yang sama, setelah tubuh Kinanti basah oleh air dari shower. Dia mulai memakaikan sabun ke setiap lekuk tubuh Kinanti. āNngghhhh... āKinanti mulai m
Keesokan paginya, suasana di kamar rawat Tuan Gibran masih tenang. Aroma antiseptik samar bercampur dengan wangi bunga segar di vas kecil di atas meja. Dari kamar mandi terdengar suara lembut air mengalirāKinanti baru saja selesai membersihkan diri setelah semalaman menunggui ayahnya yang sempat tak sadarkan diri. Begitu keluar dengan rambut yang masih agak lembap, wanita anggun itu melihat sosok sang ayah sudah terbangun. Tuan Gibran bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit, tampak lemah tapi sadar sepenuhnya. Di sisi ranjang, Nimasāibunda Kinantiāsedang menyuapi bubur hangat perlahan, memastikan setiap sendoknya habis. Kinanti tersenyum kecil dan segera mendekat. āAyahā¦ā panggilnya lembut. Nimas menoleh, wajahnya sedikit lega. āAyahmu baru bangun, Kinanti. Barusan saja, pas kamu masih di kamar mandi.ā Namun, tidak ada balasan dari Gibran. Tatapannya tidak diarahkan pada putrinya, seolah sengaja menghindar. Wajahnya kaku, dingin, dan penuh ganjalan. Kinanti menarik napas dal
Kinanti menarik napas dalam sebelum membuka pintu mobil. Ia menatap Ganendra yang masih menunggu dengan tatapan lembut di balik kemudi.āSebaiknya kau pulang, Ganendra⦠aku harus kembali ke ruangan ayah. Ibu di sana bersama Bara,ā ucapnya pelan.Pria itu menoleh, menatapnya dengan cemas.āApa kau sudah merasa lebih baik sekarang?āKinanti mengangguk kecil, lalu jemarinya yang halus menyentuh sisi rahang Ganendra dengan lembut.āAku merasa lebih baik setelah bertemu dan memelukmu,ā katanya tulus.Ganendra tersenyum. āBaiklah⦠besok aku akan menjenguk Tuan Gibran. Aku bawakan makanan untukmu, ya?āKinanti menatapnya sebentar, lalu mengangguk lagi.āTerima kasih, Ganendraā¦āIa membuka pintu dan bersiap turun.āLangsung pergi saja setelah ini, ya. Jangan berlama-lama di sini⦠aku takut ada wartawan yang mengintai,ā ucapnya cepat, sedikit cemas.āBaiklah, hati-hati, Tuan Putri,ā balas Ganendra dengan nada lembut yang membuat wanita itu tersenyum tipis sebelum menutup pintu.Mobil itu perla







