Satu malam berlalu cukup lambat, membawa para penghuni bumi untuk melewati banyak hal dengan beragam perasaan. Ada yang harus bangun beberapa kali dari tidurnya yang tak tenang, ada yang terlelap begitu nyaman usai menjalani hari memuakkan, ada yang harus memaki diri sendiri kala rasa kantuk tak kunjung datang meski lelah fisik sudah menyiksa, ada yang menghabiskan malam dengan tangis maupun tawa, ada yang menuntaskan malam dengan kesadaran ala kadar, dan tentu ada pula yang harus menjalani malam dengan kesadaran penuh demi memenuhi tuntutan pekerjaan.Setiap manusia punya caranya sendiri untuk bertahan, dari berbagai masalah dan kekuatan mental yang berbeda. Terlepas dari semua yang telah dilalui, dan kejadian yang mungkin serupa, pada dasarnya manusia tetaplah makhluk yang kompleks dengan banyak perbedaan tak terhingga.Cahaya pagi meringsak masuk ke setiap ruang yang tertutup hingga yang tersembunyi, menyadarkan para penghuni bumi untuk kembali beraktivitas atau sekadar memberitahu
"Ran," panggil Kalil lagi dengan kosongnya pandangan, terlihat jelas bahwa pria ini masih berada di bawah pengaruh alkohol. "Mohon ampun untuk masa laluku. Pantas enggak sih kalau aku mau tetap bersamamu setelah ini? Aku takut kehilanganmu."Musik bergema keras, teriakan banyak orang yang asyik dengan sajian musik dan gemerlap malam, tempat yang sebenarnya hanyalah tempat dengan musik, aneka minuman, dan permainan lampu yang tidak bisa dikatakan sangat spesial. Namun, tempat ini memiliki kebebasan dalam banyak hal yang sangat dirindukan banyak orang, kebebasan untuk berteriak, menangis, memaki, membuang tenaga dengan tarian, meluapkan perasaan maupun pikiran tanpa rasa malu, dan bebas untuk menjadi diri sendiri tanpa perlu khawatir pada tanggapan orang lain. Bukan berarti tempat ini berisikan semua yang dikenal atau sebaliknya, tapi tempat ini adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang jadi diri sendiri, dan lelah dengan dunia tapi enggan untuk mati."Aku enggak pernah peduli dengan
Tok-tok."Permisi," sapa seorang pelayan membawa empat botol berisikan air berwarna biru dan dua seloki."Kamu pesan alkohol?" tukas Kalil terkejut melihat pelayan datang membawa botol berisikan air berwarna biru dan dua seloki, tanpa berpikir positif bahwa itu minuman bersoda atau varian lain, Kalil sudah tahu bahwa itu minuman beralkohol tinggi."Hm, kenapa memang?" sahut Rana acuh tak acuh, seraya mengeluarkan sisir lipat dari tasnya dan mulai merapikan rambut, "taruh sini saja, Mbak," lanjutnya pada pelayan yang membawa empat botol dan dua seloki di atas nampan itu.Bergegas pelayan itu menaruh tambahan ke meja, "terima kasih," ucap Rana saat pelayan hendak keluar ruangan, ucapan yang dijawab dengan senyum kecil sebelum pintu tertutup, meninggalkan Rana yang masih merapikan rambutnya."Ini semua kita yang menghabiskan?" tanya Kalil lagi dan lagi, melihat sajian makanan yang setara untuk delapan porsi. Meski tanpa nasi, tapi sajian yang berisikan aneka daging dan olahannya, sudah c
"Kakak tetap kontrol diri dan perasaan, pikirkan si kecil, Kak." Berucap Rana pada Jessica setelah memastikan pintu ruangan sudah tertutup lagi."Bagaimana kalau aku enggak menceraikan Tomi?"Deg!Tercekat napas Rana mendengar enam kata dalam pertanyaan itu, semua perjuangannya untuk melawan dan semua pengorbanannya seolah akan menjadi hal tidak berguna penuh kenangan pahit. Bergerak cepat ia melepas dekapannya dari sang Kakak, menatap Jessica dengan malas dan napas yang sedikit menggebu berat, "kenapa?" tanya Rana setelah menelan liurnya kala tenggorokan pun terasa kering.Rana tahu, Rana mengerti, dan Rana paham bahwa Jessica memang bisa dikatakan tidak memiliki pendirian, tidak memiliki prinsip teguh untuk dirinya sendiri, dan cenderung tidak bisa memilih atau membuat keputusan untuk hidupnya. Namun, haruskah mengacaukan rencana yang sudah disusun baik untuknya? Haruskah mengabaikan semua pengorbanan dan usaha orang lain agar hidupnya membaik?Bagi Rana, jika memang tidak bisa atau
Langkah tergontai-gontai, pandangan yang kabur, pendengaran kacau, dan badan yang seolah tidak lagi merasakan adanya gravitasi, terasa seperti mengambang dan melayang bebas di udara seperti burung yang terlepas dari sangkarnya. Kelopak mata yang berkedip perlahan, bibir mengerucut, dan pipi menggembung jelas menjadi hal menggemaskan di wajah oriental berkulit putih itu.Napas ditarik panjang dengan bebas dan terembus singkat cenderung kasar, sesekali terdengar erangan dari mulutnya yang juga meracau acak. Sampai satu gelas air hangat tersaji di depannya, mengerjap ia sebelum mendongak dan membuka mulut mempertanyakan gelas itu, "hah?""Diminum," jawab seseorang yang membawa gelas berisikan air hangat itu, diletakkannya perlahan di atas meja kecil depan sofa, "aku mau mandi dulu, jangan kemana-mana," ucapnya sambil mendekati pintu dan memutar kunci, turut membawa benda kecil itu ke kamar dan menyimpannya, mencegah segala hal yang mungkin saja terjadi."Ikut," sahut wanita
2×24 jam telah dilalui dengan segudang hal memuakkan, dengan sejuta hal yang membosankan, dan dengan banyaknya hal tak terduga. Terembus pendek dan malas napas seorang wanita seraya memejamkan mata sesaat, diletakkan sebuah map yang sedari tadi dipegangnya ke atas meja makan yang masih kosong.Satu pekan sudah berlalu sejak Rana memutuskan untuk membuka diri pada Kalil, dua pekan sudah berlalu sejak kesepakatan untuk tetap melakukan tes paternitas, tiga pekan sudah berlalu sejak teror mengerikan dari Tomi di rumah Jessica, dan satu bulan sudah berlalu sejak Kalil, Arhan, dan Denandra mendapat tawaran beraktivitas ranjang bersama Fafa. Sudah terlalu banyak hal yang dilewati dan dialami, dalam artian lain berarti dua bulan sudah Rana bekerja sama dengan tiga pria dan Diah untuk menjebak Rana, dan hampir dua tahun juga Rana menikah dengan Kalil sampai menerima banyak teror yang memuakkan.Terdiam orang-orang yang berada di ruangan itu, melihat Rana yang sedang menyebar pandanga