Gelora Hasrat Bos Mafia Berbahaya

Gelora Hasrat Bos Mafia Berbahaya

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-21
Oleh:  GustiBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
29Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Blair Firenze rela menjadi simpanan seorang mafia kejam berhati dingin, demi menyelamatkan kekasihnya yang mengalami kecelakaan hebat dan membutuhkan banyak uang.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

“Aahh–jangan khawatir, Tuan. Aku akan memuaskanmu malam ini.”

Langkah Blair terhenti saat mendengar suara tersebut. Desahan penuh kenikmatan, disertai kalimat menggoda itu membuat matanya tak tahan untuk melirik ke kiri. Pintu ruangan itu terbuka sedikit—tidak lebar, hanya beberapa sentimeter. Tapi cukup untuk melihat.

Dari posisinya, Blair bisa melihat seorang pria duduk di sofa kulit gelap. Bajunya terbuka sebagian. Tangannya mencengkeram rambut panjang seorang perempuan yang berada di atas pahanya, berlutut di antara kedua kakinya. Kepala perempuan itu bergerak naik-turun, menghasilkan suara-suara asing dair dalam mulutnya.

Tubuh Blair seketika membeku. Ia tidak menyangka akan menyaksikan hal tersebut.

Memang, ia bekerja di kelab malam yang sering dijadikan tempat bercumbu, tapi Blair tidak menyangka ia akan menjadi saksi malam ini.

Padahal Ia hanya berniat mengambil baki kosong di ujung lorong VIP ini.

“Aaahh–”

Suara desahan nyaring di dalam ruangan seketika menyadarkan Blair–ia tidak boleh ada di sini.

Segera, ia mundur, berbalik dan berjalan terburu hingga tidak sengaja tersandung sepatunya sendiri.

“Siapa di sana?”

Suara pria itu terdengar dingin. Berat, dan berbahaya. 

Blair yang berniat mengambil heels-nya jadi memutuskan untuk meninggalkannya begitu saja dan menuruni tangga secepat mungkin. 

Tangannya dingin. Jantungnya berdetak kencang. Selain rasa malu dan takut, ada sensasi perasaan asing yang belum pernah dia rasakan sebelumnya saat mengingat adegan tadi. Ia tidak paham perasaan apa itu, tapi ada satu hal yang ia yakini.

Semoga Blair tidak melihat pria itu lagi.

***

Tatapan Blair jatuh pada sesosok pria yang tengah berbaring di ranjang tempat tidur. Matanya tertutup rapat, sementara selang oksigen terpasang di hidungnya.

“Mateo .…” bisiknya.

Suaranya nyaris hilang tertelan bunyi mesin pemantau detak jantung.

Sepulang dari kelab dini hari seperti rutinitasnya yang biasa, Blair langsung ke rumah sakit untuk menunggui kekasihnya yang saat ini masih koma. Situasi inilahnyang membuat Blair bekerja di kelab tersebut–karena ia perlu biaya untuk membayar tagihan rumah sakit Mateo.

Pintu ruangan terbuka pelan. Blair mendongak cepat. Dokter Pradipta berdiri di ambang pintu, map hijau di tangan, wajahnya diliputi gurat lelah.

“Blair,” panggilnya. “Bisa bicara sebentar?”

Blair bangkit, merapikan sweater abu-abunya yang penuh noda kopi kering. Dia menoleh pada Mateo sekali lagi, menepuk tangan tunangannya seolah Mateo akan memprotes kalau dia tinggal.

Mereka pun berdiri di koridor.

“Bagaimana keadaan Mateo, Dok?” tanya Blair pelan.

“Keadaan Mateo memang tampaknya stabil, tapi … hasil tes menunjukkan bahwa ada penekanan di pembuluh otaknya. Kalau dibiarkan, bisa memicu pendarahan serius.”

Blair mengangguk pelan, meski kata-kata dokter tak sepenuhnya tertangkap utuh.

“Apa harus operasi?”

“Ya. Prosedur minor, tapi kami butuh alat dan obat yang tidak murah. Minggu depan harus sudah dilakukan. Kalau lewat dari itu, risikonya besar.”

Blair menahan napas, meremas lengan sweaternya.

“Berapa, Dok, biayanya?”

“Totalnya sekitar tiga ratus dua puluh juta.”

Suara Dokter Pradipta seolah menggema di kepala. Angka itu bergema di kepala, membuat perutnya mual.

“Kami butuh jaminan setidaknya separuh di muka, Blair. Rumah sakit tidak bisa menanggung semua biaya tanpa kejelasan. Aku paham ini berat, tapi kalau sampai Sabtu tidak ada kepastian terpaksa Mateo harus dirujuk ke rumah sakit pemerintah. Kamu tahu sendiri, risikonya di sana.”

Blair hanya mengangguk. Napas terasa berat, seperti ada batu besar menindih dadanya.

Padahal Blair sudah tidak punya uang. Ia belum mendapat gaji bulanannya, dan uang tips dari kelab pun hanya cukup untuk makan dan ongkos transportasi.

Sepeninggal sang dokter, Blair berdiri mematung di lorong, menatap hujan di balik kaca. Tiga ratus dua puluh juta. Bahkan seratus ribu saja terasa mustahil akhir-akhir ini. 

Entah berapa lama Blair di sana hingga akhirnya ia dikejutkan oleh seseorang yang memanggil namanya.

“Blair?”

Blair menoleh, mendapati Nia, rekan kerjanya di kelab. Baru kemudian Blair menyadari bahwa matahari sudah mulai naik dan rumah sakit sudah mulai ramai.

“Kenapa kamu di sini?” tanya Nia. Lalu seperti menyadari sesuatu, Nia bertanya dengan lebih lembut. “Pacarmu dirawat di sini?”

Blair tersenyum, lalu mengangguk singkat.

Nia tampak bersimpati saat melihat betapa mengenaskannya wajah Blair. Ia lalu menyentuh lengan Blair dan berkata, “Kamu pasti belum makan sejak semalam, kan? Ayo kita ke kantin dulu untuk makan. Aku punya waktu untuk menemani.

Blair menggeleng. “Tidak, Nia. Aku makan di rumah saja nanti.”

Alasan sebenarnya adalah karena Blair tidak punya uang.

Nia memandangi wajah Blair cukup lama.  “Biar aku yang bayar, Blair. Sekali-sekali,” katanya kemudian.

Namun, Blair menolak. Ia tidak merasa lapar. Tidak mungkin ia nafsu makan setelah mendengar nominal uang yang tadi disebutkan oleh dokter.

“Nia, Dokter bilang Mateo harus operasi minggu depan.” Blair berbisik pelan. Merasa harus mengeluarkan itu dari dadanya. “Kalau tidak, dia bisa pendarahan. Biayanya kamu tahu? Tiga ratus dua puluh juta.”

Nia menatapnya kaget, “Sebesar itu?”

Blair tersenyum pahit. Ia sudah mencoba banyak hal sebelum ini–karena memang biaya rumah sakit Mateo tidak sedikit. Ia bahkan bekerja di dua tempat sekaligus. Pagi hingga sore di kafe, lalu malamnya lanjut di kelab sampai pagi. Namun, masih belum cukup.

Dan sekarang, Mateo harus operasi.

Blair harus dapat uang dari mana lagi?

“Blair … aku bisa membantumu. Tapi aku ada pertanyaan terlebih dahulu.”

Blair langsung menatap rekan kerjanya tersebut. “Apa, Nia?”

“Apakah kamu masih perawan?”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
5 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status