Gea terhenyak. Wanita yang ada di hadapannya seperti angin lalu. Bayang-bayang wajah Nina terlintas di pikirannya.
Gadis yang biasanya aktif, murah senyum, apalagi dengan gingsul kiri yang manis itu, kini terbaring lemah tidak berdaya. Entah bagaimana rambut hitam lurusnya itu, sudah dua hari dia terbaring. Mungkin rambut Nina sudah kusut. Terlebih, wajahnya yang selalu ceria, sekarang berubah pucat. Gea tidak bisa membayangkan itu. “Dok, tapi dia tidak apa-apa, kan?” “kita harus menyuntikkan vitamin dan protein ke dalam infus agar penyakit gerd dan mualnya sembuh.” “Tolong, Dok, tolong beri dia infus. Saya janji, besok saya lunasi semua biayanya! Saya sudah bekerja dan saya akan mendapat gaji besok pagi. Setelah kerja, saya janji datang dan mengurus semua admininstrasi anak saya!” “Mohon maaf sebelumnya, Ibu, kita memiliki peraturan yang harus ditaati. Ibu harus melunasi biaya rawat inap agar kita bisa menjalankan penanganan!” “Pliss, Dok, saya benar-benar tidak memiliki uang sama sekali. Saya mohon…” “Sekali lagi kami ingatkan, Bu Gea, kita tidak akan melakukan perawatan sebelum Ibu Gea melunasi semua biayanya. Kami akan memberi Bu Gea waktu sampai besok malam. Apabila…” “Kalian dokter, tapi tingkah laku kalian seperti pembunuh!” Gea tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia meluapkan itu semua. Pandangan orang-orang di lobby perusahaan terfokus ke Gea. Entah, dia seperti kehilangan akal. Dia tidak peduli cacian atau tatapan hina para pegawai yang lalu-lalang di lobby utama. Yang dia mau hanyalah, Nina segera mendapat perawatan. Itu saja. “Ibu Gea, kami tegaskan lagi. Sampai besok malam Ibu Gea tidak membayar biayanya, kami akan memindahkan Nina ke puskesmas terdekat. Terima kasih!” Tut! Telepon ditutup. Gea masih terpaku, sedangkan Rena, wanita di hadapannya berjalan menghampiri. Rena coba menenangkan Gea, tapi Gea sudah kehilangan dunianya. Sampai mulut Rena terbuka dan Gea menyimak dengan seksama. “Ada satu cara yang bisa Bu Gea lakukan, tapi saya hanya memberi opsi. Saya tidak menyarankan Ibu Gea mengambilnya. Yang pasti, hanya ini satu-satunya cara agar Ibu Gea dapat melunasi biaya pengobatan Nina.” Gea menggoyang-goyangkan pundak Rena. Emosinya terguncang dan pikirannya sudah gelap. “Katakan! Katakan apa yang harus aku lakukan! Aku siap melakukan apapun demi Nina, meski aku harus terluka bertubi-tubi!” Rena kemudian mendekat dan berbisik. Gea awalnya menyimak solusi dari Rena, tapi tak berselang lama, wajahnya berubah pucat. “Hanya itu solusinya? Apa tidak ada solusi lain yang lebih masuk akal?” “Saya hanya memberi opsi, Bu Gea. Terlepas Ibu mau melakukannya atau tidak, semua terserah Ibu.” Rena memberikan cek senilai lima juta dan kartu akses masuk Hotel Viceroy. Tak lupa, dia juga meninggalkan beberapa kontak mucikari yang bisa dihubungi Gea untuk menyewa wanita malam. Tanpa basa-basi, dia coba mengontak satu per satu mucikari yang ada di kertas yang diberikan Rena tadi. Gea kemudian menyeleksi wanita malam yang dijadikan satu dalam booklet, dikirim melalui surel. Dia terkejut, ternyata dunia sekretaris terlalu gelap untuknya! Wanita diperjualbelikan seperti menu makanan. “Sial, mereka semua cantik!” gerutu Gea. Dia tidak menyerah karena dia ingat, Jonathan ingin wanita dengan ciri-ciri tertentu. “Panas dan jago di ranjang”, lirih Gea, sembari menirukan ucapan Jonathan. Dari semua yang diseleksi Gea, umur mereka rata-rata di bawah 25 tahun. Kalaupun ada yang di atas 25, wajah mereka penuh make-up dan kecantikannya tidak natural sama sekali. Gea masih bimbang, ada dua pilihan wanita malam. Satu usia 24, bernama Rasya, satunya 26 bernama Midova. Rasya adalah gadis lokal yang perawakannya sangat bagus, sintal, kemudian dadanya bulat-padat. Berbeda dengan Midova, gadis blasteran Rusia dengan rambut pirang-blonde khas Barat. Mempertimbangkan kriteria yang diberikan Jonathan, sekaligus terpikir tentang wajah anaknya yang kembali terlintas di pikirannya, Gea diam cukup lama. Dia mengambil keputusan; keputusan yang sesuai dengan solusi yang diberikan Rena. “Saya sudah menemukan wanita malam yang cocok untuk Pak Jonathan. Saya sudah memintanya datang ke lokasi, sesuai yang Bapak minta. Saya yakin sekali, Bapak pasti cocok dengan wanita itu. Saya juga pastikan, wanita ini cantik, sintal, menggairahkan, dan tentunya, mahir bermain di ranjang, sesuai keinginan Bapak.” Gea menjelaskan panjang lebar melalui pesan yang dia kirim langsung ke Jonathan. Di bagian akhir, Gea menyelipkan tiga kata. “Jangan terkejut melihatnya!” Tepat pukul delapan, Jonathan baru membuka ponselnya. Dia tersenyum puas dan tidak mengira, Gea bisa membuatnya penasaran seperti ini. Setelah turun, pria itu meminta Rasya, sopir pribadinya, untuk mengantarnya ke hotel Viceroy. “Pasti tuan akan melakukan tabiat nya seperti biasa, mencari kepuasan.” gumam Rasya di dalam hatinya. Drrtt. Ponsel Jonathan kembali berdering pesan masuk dari sekretaris barunya. [Pesanan sudah sesuai permintaan, Tuan. Kamar 1205 sudah siap.] Begitu dia tiba di hotel Viceroy, Jonathan bergegas turun dari mobil dan masuk ke dalam gedung hotel. Langkahnya tegas dan penuh wibawa. Tangannya terulur membuka pintu kamar hotel itu dengan cardlock yang tadi sudah diberikan resepsionis hotel padanya. Tapi, begitu dia masuk … Jonathan dibuat terjengkang. Wanita malam itu berdiri dengan wajah pucat dan tubuh bergetar. Dia mengenakan pakaian seksi, sebuah lingerie tipis berwarna merah, menampilkan belahan dada 36C miliknya yang terbuka. Sembari tersenyum, wanita itu mengangguk ke arah Jonathan. Jonathan menatapnya dengan kening mengkerut. “Ge-Gea? Kenapa kamu ada di sini?”Setelah beberapa menit kemudian momen intim Jonathan dan Gea di ranjang akhirnya selesai. Jonathan tertidur lelap di samping Gea, berbeda dengan Gea yang Masih terjaga sambil menatap langit-langit kamar.“Aku harus pergi ke klinik sekarang!” gumam Gea sambil menuruni ranjang dan memakai kembali pakaiannya usai membersihkan diri di kamar mandi.Sebelum dirinya meninggalkan kamar hotel, tatapannya beralih pada Jonathan yang Masih terlelap di atas ranjangnya.“Saya harus pergi sekarang, Pak. Anak saya pasti sudah menunggu, dan saya … harus segera membayar biaya berobatnya di klinik.” ucap Gea lirih, hatinya bahkan terasa perih seperti diiris oleh pisau yang tajam.“Terima kasih atas bantuannya,” ucapan sebelum benar-benar meninggalkan kamar hotel.Hujan turun dengan derasnya tepat saat Gea melangkah keluar dari pintu hotel Viceroy. Langit mendadak berubah kelam, menggantungkan awan gelap yang pekat seolah ingin menumpahkan semua beban dunia sekaligus. Gea menatap langit dengan raut kece
Gea sudah pasrah dengan semua nya, demi uang Gea akan rela melakukan apapun.Tangan kekar Jonathan mulai menarik tali lingerie Gea, mulai melepaskan pakaian tipis itu dari sang pemilik tubuh.Sementara Gea dibawah kungkungan Jonathan menelan ludahnya kasar, saat melihat tubuh kokoh Jonathan di atasnya.“Saya akan mencoba kamu malam ini, jika saya merasa puas dengan permainan kamu, maka saya akan terus melanjutkannya! Namun jika permainan kamu buruk, saya akan segera mendepak kamu dari hadapan saya Gea.” Ucap Jonathan suaranya berat dan serak, tapi matanya tak lepas dari tubuh Gea yang berada dibawah kungkungan.Gea mengalunkan tangannya pada leher Jonathan, wajahnya tersenyum penuh godaan.“Main saja dulu pak, baru bapak bisa menilai permainan saya.” bisik Gea lembut tepat di telinga Jonathan.“Kebetulan punya saya memang sudah menegang.”Tangan kekar mengusap lembut punggung belakang Gea, sementara lidah panjangnya membasahi cuping telinga Gea. Dengan penuh godaan. Gea mendesah ket
Jonathan merasa heran dengan keberadaan Gea di kamar ini. Bukannya dia meminta Gea untuk memesankan wanita malam?Tapi kenapa justru Gea sendiri yang ada di sana?“Kenapa malah ada kamu disini?” tanya Jonathan dingin, melangkah maju mendekati Gea, tatapan pria itu sinis.Tubuh Gea semakin gemetar.“Jangan diam saja! Cepat jawab!” bentak Jonathan, tangannya terulur mencengkram dagu Gea—agar wanita itu menatapnya.Gea menggigit bibirnya kuat. Ia sadar akan apa yang dia lakukan saat ini. Mengingat kondisi sang anak, serta biaya pengobatan—ia harus tegas mengatakan sebenarnya.“Saya butuh uang, Pak. Jadi saya yang akan memuaskan Bapak. Saya sudah berpengalaman, dan saya yakin … saya bisa membuat Bapak puas,” jawab Gea gugup.Jonathan terdiam sejenak, tatapannya masih tertuju pada Gea.“Kamu yakin bisa memuaskan saya? Permainan ranjang saya sangat kuat, kamu yakin bisa kuat bermain dengan pria maniak ranjang seperti saya?” ucap Jonathan tepat di dekat telinga Gea, suaranya pelan namun begi
Gea terhenyak. Wanita yang ada di hadapannya seperti angin lalu. Bayang-bayang wajah Nina terlintas di pikirannya.Gadis yang biasanya aktif, murah senyum, apalagi dengan gingsul kiri yang manis itu, kini terbaring lemah tidak berdaya. Entah bagaimana rambut hitam lurusnya itu, sudah dua hari dia terbaring. Mungkin rambut Nina sudah kusut.Terlebih, wajahnya yang selalu ceria, sekarang berubah pucat.Gea tidak bisa membayangkan itu. “Dok, tapi dia tidak apa-apa, kan?”“kita harus menyuntikkan vitamin dan protein ke dalam infus agar penyakit gerd dan mualnya sembuh.”“Tolong, Dok, tolong beri dia infus. Saya janji, besok saya lunasi semua biayanya! Saya sudah bekerja dan saya akan mendapat gaji besok pagi. Setelah kerja, saya janji datang dan mengurus semua admininstrasi anak saya!”“Mohon maaf sebelumnya, Ibu, kita memiliki peraturan yang harus ditaati. Ibu harus melunasi biaya rawat inap agar kita bisa menjalankan penanganan!”“Pliss, Dok, saya benar-benar tidak memiliki uang sama se
“Ini hari pertamaku, aku harus bersiap. Aku tidak boleh menyerah demi anak semata wayangku, aku harus bisa membiayai pengobatannya!”Baru saja kakinya hendak melangkah menuju lift, suasana langsung hening ketika seorang pria berwajah tegas memasuki lobi.Postur tubuhnya tegap, langkahnya mantap, dan sorot matanya dingin namun memikat. Semua karyawan menunduk memberi salam.Itu adalah Jonathan, CEO muda yang terkenal karismatik sekaligus ditakuti oleh para kalangan pengusaha yang bahkan sudah lama berkecimpung di dunia bisnis.Jonathan bersama asistennya langsung memasuki lift sambil membawa aura dominannya, sementara Gea masih tercengang karena kharisma pria muda itu.“Permisi,” sapa seseorang membuat Gea kaget.“Gea, kan?” wanita itu tersenyum “Mari ikut saya.”Gea, wanita itu menarik napas dalam-dalam sebelum menyusul wanita yang menyapanya tadi naik ke lantai atas menggunakan akses lift karyawan.Setibanya mereka di lantai tiga puluh lima, Gea langsung diarahkan ke meja kerjanya ya