แชร์

Chapter>09.

ผู้เขียน: ningsihaulya21
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-10 09:10:08

Gea merasa kaget ada yang memanggil nama nya, pas Gea menoleh ke samping. “Mas Aris?” seketika wajah Gea berubah terkejut dan matanya sampai melotot.

“Kenapa Mas Aris bisa ada disini.” ucap Gea didalam hati.

Jonathan juga ikut menoleh ke arah Aris yang memanggil Gea.

“Pak Jonathan pulang duluan saja, saya ada urusan.” ucap Gea dan langsung pergi sebelum Jonathan menjawab.

“Siapanya Gea itu?” ucap Jonathan bertanya pada dirinya sendiri, saat melihat laki-laki yang memanggil Gea.

“Apa Gea ada job lagi untuk jual diri? Sial, wanita itu!” entah mengapa Jonathan merasa kesal, hatinya bahkan seakan memanas.

*

*

*

“Mas kamu kok disini?” tanya Gea yang langsung menghampiri Aris suaminya.

Wajah Aris sudah terlihat tidak baik-baik saja. Gurawan emosi tercetak jelas di wajahnya itu.

“CK!” Aris berdecak sinis lalu tersenyum miring ke arah Gea. “Kenapa emangnya kalo gue disini? Lo takut ketahuan? Kalo Lo lagi jual diri di rumah sakit??” sindir Aris.

“Kamu jangan ngaco deh Mas, aku disini lagi lih
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>39.

    Jonathan yang sudah kepalang nafsu dan sudah tidak kuat lagi.Jonathan pun langsung menghampiri Gea lalu menarik Gea cukup kasar.“Ahh— Pak.” Gea ditarik lalu didorong di atas kasur, tenaga Jonathan yang lebih kuat dari Gea, membuat Gea tidak bisa apa-apa.“Kamu ingin balas dendam hmm?” ucap Jonathan, suaranya sangat berat dan serak-serak gitu.Tubuh Gea ditindih oleh tubuh Jonathan.“N-nggak Pak.” jawab Gea berbohong.“Kamu pikir saya gak tahu Gea? Kamu sengaja mau membiarkan saya gila dengan tingkah laku menggoda kamu tadi?”“Lihat saja setelah ini, kamu gak akan bisa jalan kembali seperti di Dubai.” ancam Jonathan sambil mencengkram tangan Gea ke atas.“Jangan itu sangat sakit.” Gea pun ketakutan dan tidak ingin seperti kemarin lagi.Jonathan memasang senyum sinisnya ke arah Gea.“Terserah saya dong! Kan malam ini kamu sudah menjadi milik saya, bebas dong— Hahaha!” Jonathan yang te

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>38

    Gea terbelalak, dadanya sesak seolah ada beban berat menindihnya. Matanya yang baru terbuka sulit menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang hangat dan familiar sekaligus asing. Sosok pria di depannya—Jonathan—sedang menatapnya dengan senyum tipis yang sulit diartikan. Jantung Gea berdetak tak beraturan, antara takut dan bingung. "Pak Jonathan?" suaranya bergetar, nyaris tak percaya. Jonathan mengangguk perlahan, matanya menampakkan campuran rasa bersalah dan ketulusan. "Gea... kamu sudah aman di sini," katanya lembut, mencoba menenangkan. Namun, di balik senyum itu, ada berat yang tak tersampaikan. Gea menggeliat lemah, mencoba merangkai ingatan yang berantakan. Ia ingat gelapnya perjalanan, rasa dingin tangan yang menariknya, dan pengkhianatan terbesar—ibunya sendiri yang menjualnya seperti barang dagangan. Tapi sekarang, dia berada di rumah Jonathan, ia merasa dunia seolah aneh. Tangan Gea bergetar saat mencoba duduk, matanya terus menatap Jonathan penuh tanya dan luka. "Kenapa ak

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>37.

    “Kenapa sih dia? Kenapa dia terus memegang pahaku? Memangnya paha ku ini tempat untuk di pegang-pegang oleh tangannya? Mentang-mentang dia seorang bos, dia boleh gitu seenaknya kepada ku?” “Kalau saja aku tidak butuh pekerjaan ini, sudah ku tikam sejak lama pria ini.” “Dia pikir aku takut dengan nya gitu? CK! Aku sama sekali tidak takut kepada-nya.” Gea menggerutu di dalam hatinya, merasa jengkel saja dengan tangan Jonathan yang nakal ini. Gea merasa sedikit risih, apalagi ada Nina putrinya. Walaupun iya Nina tidak melihat, tetapi Gea tetap takut. “Kenapa kamu kesal padaku?” Jonathan yang melihat ekspresi Gea yang cemberut kesal. Jonathan pun langsung bertanya. “Nggak!” jawab Gea singkat sekali, bahkan matanya tidak menoleh sedikitpun kepada Jonathan. “Sudah tau aku kesal, masih saja dia menyentuh paha

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>36.

    Jonathan melangkah pelan menuju kamar kecil di dalam pesawat yang terasa sunyi dan hangat. Lampu redup menerangi ruangan mungil itu, di mana Gea dan Nina sudah tertidur lelap di atas ranjang yang cukup besar. Nafas Nina yang teratur dan hangat menenangkan suasana. Tanpa sadar, Jonathan tiduran di belakang Gea, tubuhnya terasa berat tapi tenang. Perlahan ia memeluk Gea dari belakang, merasakan kehangatan tubuh Gea yang kurus dan rapuh. Tetapi masih berisi di bagian tertentu. Gea yang sudah terlelap bersama Nina tidak menyadari kehadiran Jonathan, tangannya membelai lembut rambut Nina. Jonathan menutup matanya, membiarkan dadanya menempel erat ke punggung Gea, merasakan damai yang jarang ia rasakan selama ini. Dalam keheningan pesawat yang bergetar pelan, ketiganya terjebak dalam pelukan yang tak terucapkan, seolah waktu berhenti sejenak untuk memberi mereka secercah ketenangan di tengah perjalanan panjang. * “Ugh—” Gea terbangun mer

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>35.

    Gea pun dengan tidak enak hati menurut perintah Jonathan. Gea juga takut sih, jika tidak mendengarkan ucapan Jonathan, takutnya Jonathan akan marah.Apalagi sifat Jonathan itu tidak bisa ditebak sama sekali, membuat Gea harus selalu berhati-hati.“Kata Pak Rasya kita akan pulang sekarang ya Pak?” tanya Gea pelan dan hati-hati sekali.Gea sudah berbaring diatas ranjang.Sedangkan Jonathan tengah main handphone miliknya sendiri. Mata Jonathan tampak sekali fokus pada layar ponselnya.Gea bertanya saja seakan dicuekin oleh Jonathan.Gea yang melihat itu hanya bisa menghela nafas.“Sudah deh lebih baik tidur sebentar.” ucap Gea yang langsung berusaha memejamkan matanya.*Tak hanya fokus dengan handphone rupanya Jonathan ini, melainkan Jonathan juga fokus mengetik di laptopnya.Sepertinya Jonathan tengah bekerja seperti biasa. Wajar saja seorang bos itu memang sibuk, apalagi sudah memiliki perusahaan sendiri

  • Gelora Panas: Di Atas Ranjang.   Chapter>34.

    Lorong sempit itu hanya diterangi oleh satu lampu temaram yang bergoyang pelan diterpa angin malam. Bayangan dua sosok tampak saling berhadapan, wajah ibu-ibu itu memancarkan campuran antara rasa ingin tahu dan keserakahan yang sulit disembunyikan. Matanya melebar saat mendengar angka uang itu.“Apa satu miliar?” suaranya bergetar sedikit, namun ada kilatan tajam yang menandakan godaan besar.Pria di depannya hanya tersenyum sinis, seolah memegang kendali penuh atas situasi. “Iya, jika anda memiliki anak gadis yang cantik, lalu dijual kepada kami, anda akan mendapatkan uang sebesar satu milyar,” katanya dengan nada dingin, tanpa meninggalkan ruang untuk keraguan.Ibu itu mengerutkan kening, menatap pria itu dengan waspada namun juga tergoda. “Tenang saja soal itu, tapi ini bukan penipuan kan?” tanyanya, suara serak seolah menahan ketakutan yang mulai muncul.Pria itu tertawa pelan, suara dinginnya menggema di lorong yang sunyi. “Hahaha—

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status