Share

Chapter 4

Semua mata tertuju pada Ferrari LaFerrari berwarna biru safir yang sedang melaju di tengah tengah riuhnya mahasiswa beraktivitas.

 

Ada banyak selebriti yang berkuliah di kampus ini, ada beberapa alumni selebritis yang datang ke sini dengan mobil mewah, tapi belum pernah ada yang terlihat memakai mobil seperti ini. Bahkan Yezline tertegun menatapnya. Harga mobil ini bisa membeli sepuluh Maserati-nya.

 

Untuk mendapatkan Maserati ini saja Yezline harus menjadi orang yang aktif diatas ranjang Levian Ernest untuk waktu yang lama, baru Levan mau membelikannya.

 

Pintu mobil terbuka dan seorang pria bak pangeran Yunani keluar dari mobil itu.

 

Bramasta Moses. Dia memakai celana linen abu-abu muda dan kaos putih, tampak berpakaian sederhana dan natural.

 

Wajah arogannya ditampilkan di depan semua orang, terutama mata coklatnya yang bisa menarik jiwa semua orang.

 

Saat Caca melihat Bram, matanya melebar, segera, dia ingin menemukan celah untuk menghindar.

 

'Mati aku, Kenapa dunia ini sangat sempit? Aku baru tidur dengannya semalam, dan pagi ini sudah bertemu dengannya lagi,' ucap Caca dalam hati. Caca mengendap endap pergi dari situ  dengan menutupi wajahnya yang merah padam akibat panik menggunakan tangannya.

Bram melangkahkan kaki panjangnya dengan tenang ke arah Caca yang coba melarikan diri, tapi gagal saat baru beberapa langkah. Bram dengan cepat meraih bahunya dan tanpa Caca sangka Bram tiba tiba memeluknya dengan erat.

Seketika Caca terpaku dengan apa yang dilakukan teman tidurnya tadi malam ini.

 

Tatapan Yezline membuyarkan lamunan Caca akan kebingungan karena Bram yang tiba tiba muncul di hadapannya dan memeluknya.

 

"Kakak, ini…" Yezline memandang Bram dari atas ke bawah. 

 

“Eh?" Sadar dirinya sedang jadi sorotan para penghuni kampus, bahkan Caca rasa mahluk halus pun melihat wajah bodohnya. Caca mendongak melihat pahatan indah yang tuhan ciptakan di wajah Bram.

 

“Kamu lihat apa?!" Bram mengangkat alisnya dengan ekspresi heran di wajahnya. Ucapan Bram menyadarkan Caca dari pikiran Caca yang sedari tadi tanpa ia sadari sedang memuji indahnya paras Bram dari bawah.

 

Yezline tersenyum manis dan mengulurkan tangannya, “Sepertinya kamu pacar kakakku, halo, namaku Yezline, Aku adik perempuan Caca.”

 

Sementara itu, Bram melihat tangan Yezline yang terulur, tetapi tidak membalas uluran tangan itu.

 

“Oh.."  jawab Bram dengan acuh.

 

Melihat respon yang diberikan lelaki itu membuat Yezline merasa malu.

 

 

Caca tahu bahwa Yezline selalu tidak mau tersaingi olehnya, bahkan jika Caca memang punya pacar yang lebih dari dirinya, Yezline pasti akan menghancurkan hubungan Caca.

 

Bram bukan Pria yang bodoh, dia tahu macam-macam sifat wanita.

 

"Aku sibuk dan harus pergi ke perpustakaan, jadi tidak bisa mengobrol lagi." Caca segera pergi dari sana.

 

"Kalau begitu, aku tidak akan mengganggu kakakku, saat aku dan Laven bertunangan, Kamu harus membawa pacarmu, oke!" Yezline melambaikan tangannya dan pergi dengan Maserati kebanggaannya.

 

Caca melirik Bram, menghempas tangan Bram dan bergegas menuju perpustakaan dengan langkah besar.

"Hei," Bram meneriakinya.

 

Kerumunan disana tersebar, bubar.

 

Caca menggesek kartu mahasiswanya dan memasuki perpustakaan, menghela nafas lega. Perpustakaan ini tidak diperbolehkan untuk dimasuki oleh orang luar.

 

Dia benar-benar tidak ingin melihat pria itu.

Caca bolak-balik melewati bagian buku dan akhirnya menemukan buku yang dicarinya sesuai dengan indeks kapitalisnya, tetapi Caca tidak cukup tinggi, dan buku itu ditempatkan di rak paling atas.

 

Dia tidak bisa menurunkan buku itu bahkan setelah dua kali melompat, dan saat dia menatapnya tanpa daya, sebuah tangan yang panjang dan halus mengambilnya.

 

Begitu Caca mendongak, dia melihat smirk yang  Bram berikan padanya.

 

"Bagaimana Kamu bisa masuk ke dalam sini?"

“Itu tidak mudah, tapi beberapa kata rayuan mautku berhasil membuat wanita di pintu itu membukakan pintu untukku.” Bram mengangkat alis, penuh kebanggaan.

Caca menggertakkan gigi karena merasa kesal pada Wanita di depan pintu.

Selama empat tahun terakhir dia kuliah disini, sempat beberapa kali Caca lupa membawa kartu perpustakaannya, dan Wanita di depan pintu itu begitu keras kepala tidak mengijinkannya masuk.

Memang wanita suka lupa diri kalau sudah melihat laki-laki tampan.

"Bukankah kita setuju untuk tidak saling saling tidak berhubungan lagi setelah apa yang terjadi semalam!" Caca merendahkan suaranya,sambil mengamati sekeliling, takut ada yang mendengar pembicaraannya.

Saat ini perpustakaan cukup sepi sehingga siswa lain akan mendengar jika suaranya agak keras sedikit saja.

"Yang kamu katakan benar tadi malam. kita terlalu cepat, seharusnya kita memikirkan semuanya sebelum kita melakukannya."

"Cepat? Apanya yang cepat? Tidak jelas!" Caca menatap tajam ke arah Bram.

Bram mencondongkan tubuh ke dekat Caca dan berbisik di telinganya, "Maksudku aku tidak cepat kemarin, apa kamu ingin aku lebih cepat lain kali?"

Caca mengerti apa yang dimaksud Bram, wajahnya menjadi memerah dan dia menggigit bibirnya.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Kalau Kamu memang tidak menginginkan apa pun, coba beri aku gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi, kenapa Kamu ingin memiliki bayi itu."

Caca melirik Bram, "Ini benar-benar tidak ada hubungannya denganmu, bahkan kalau aku sampai benar-benar hamil, aku tidak akan pernah mengganggumu, kamu bisa pegang kata-kataku!"

Saat dia berkata, Caca terus mengamati sekeliling, takut ada teman sekelas atau guru yang datang.

Bram menaruh satu tangannya di rak buku, seluruh tubuhnya menghalangi wajah Caca dan mengurungnya di antara rak dan tubuh Bram.

Bram menunduk dan menatap wajah Caca yang memerah.

Caca mengangkat kepalanya untuk menatap mata Bram yang berbinar.

Ciri-ciri padat itu, wajah lembut itu, bibir seksi itu. Ah… Itu semua membuat pipi Caca semakin memerah.

Pria ini adalah monster. Hal pertama yang perlu Caca lakukan adalah meletakkan tangan nya di depan dada.

Saat dia segera menarik tangannya kembali, Bram tiba-tiba meraih salah satu tangannya dan menekan tangannya ke dadanya.

“Jika kamu ingin menyentuhnya, katakan saja. Saya tidak akan menagih Anda jika Anda terus menyentuhnya. "

Wajah Caca semakin memerah, seperti tomat matang, dan dia merasa tidak bisa bernapas cukup cepat.

"Siapa yang ingin menyentuhmu" Caca menoleh ke samping.

“Lalu kenapa wajahmu memerah?" bram melepaskan tangan Caca lalu berganti mengangkat dagunya sehingga wajah kecilnya yang merah menghadap ke arahnya.

Caca ingin melawan, meskipun dia memiliki banyak kekuatan, tetapi dia menghadapi pria besar!

Keduanya bukan tandingan Bram.

"Sakit" Caca merasa rahangnya akan hancur.

Saat itulah Bram melepaskan, "Jadi, Kamu akan mengatakannya atau tidak"

“Benar-benar tidak ada yang perlu dikatakan, kenapa kamu harus tahu, itu tidak ada hubungannya denganmu, kumohon padamu, biarkan aku pergi, anggap saja ini sebagai kencan satu malam dan kita tidak akan pernah mengenal satu sama lain lagi”

"Oh ya?"

Bram mendengus dan mengeluarkan ponselnya dari sakunya, mengambil gambar di album dan membawanya ke Caca.

"Aku akan menunjukkan sesuatu yang menarik".

Caca kaget saat melihat foto di layar ponselnya.

Dia telanjang di foto itu.

Ditambah dengan banyak cupangan di tubuhnya.

Dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel Bram dan Bram dengan cepat mengambilnya kembali, "Sekarang, katakan alasanya!"

“Kamu gila?!" Caca menatap tajam ke arah Bram, “untuk apa kamu diam-diam memotretku?" Tanya Caca dengan wajah memerah menahan amarah beserta malu menjadi satu.

“Ya, aku memang gila, dan kalau kamu tidak memberitahuku, aku akan jamin seluruh orang di kampus ini akan lihat foto ini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status