Beranda / Romansa / Godaan Kupu2 Malam / Obsesi yang Tak Disadari

Share

Obsesi yang Tak Disadari

Penulis: Ismi Kawai
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 22:21:49

Hari sudah siang saat Eva bersiap untuk pulang. Ia berdiri di depan cermin di kamar Bryan, mengikat rambutnya, lalu merapikan kemeja pria yang ia pinjam. Bryan, yang bersandar di pintu, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Kau benar-benar cantik, bahkan dalam bajuku,” gumam Bryan dengan suara rendah.

Eva meliriknya melalui pantulan cermin, lalu tersenyum tipis. “Dan kau benar-benar klise.”

Bryan tertawa pelan, melangkah mendekat dan menyentuh pinggang Eva dengan lembut.

“Aku serius. Aku rasa… aku mulai menyukaimu lebih dari yang seharusnya.” Diam-diam membaui aroma khas Eva yang memabukkan.

Eva membalikkan badan, menatap Bryan sejenak. “Itu bukan ide yang bagus.”

Bryan menghela napas, lalu mengangguk. “Ya, aku tahu. Tapi perasaan tidak bisa selalu dikendalikan, bukan?”

Eva tidak menjawab. Ia hanya menyentuh wajah Bryan sekilas, lalu beranjak pergi.

***

Sementara itu…

Steve duduk di dalam mobilnya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir dengan gelisah. Setelah menerima pesan dari Eva tadi malam, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Paul berdiri di luar, menunggu perintah dari atasannya yang tampak berpikir keras.

“Apa menurutmu Eva benar-benar sakit?” tanya Steve tiba-tiba.

Paul sedikit terkejut, tetapi menjawab dengan tenang, “Saya tidak yakin, Tuan. Tapi jika boleh berpendapat, Nona Eva terlihat baik-baik saja saat saya mengantar gaun itu kemarin siang.”

Steve menyipitkan mata. Pikirannya mulai berkelana ke kemungkinan lain.

“Cari tahu di mana dia tadi malam.”

Paul mengangguk. “Baik, Tuan.”

Steve menyalakan rokoknya, menghembuskan asap dengan kasar. Dadanya terasa sesak oleh sesuatu yang bahkan tak ingin ia akui.

***

Apartemen Eva

Saat Eva sampai di apartemennya, ia mendapati sebuah kotak tergeletak di depan pintunya. Sebuah gaun mewah yang seharusnya ia kenakan tadi malam. Bersamanya, ada catatan kecil dari Steve:

"Gaun ini terlalu mahal untuk dikembalikan. Simpan saja, Golden Service."

Eva tersenyum miring. Pria itu mulai menunjukkan tanda-tanda frustrasi.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Eva bersiap untuk keluar. Ia memilih gaun hitam sederhana yang menonjolkan lekuk tubuhnya dengan cara yang elegan, lalu mengoleskan sedikit lipstik merah di bibirnya. Saat ia hendak mengambil tas, ponselnya bergetar.

[Steve Arnault menelepon.]

Eva tersenyum miring. Pria itu tidak bisa diam.

Dengan nada santai, ia mengangkat telepon. “Tuan Steve?”

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Steve langsung, tanpa basa-basi.

Eva menyandarkan tubuh ke meja dapurnya, memainkan ujung rambutnya. “Lebih baik. Terima kasih sudah bertanya.”

Hening sejenak. Steve terdengar menghela napas.

“Kau melewatkan malam yang luar biasa,” katanya akhirnya. “Tapi aku tidak menyangka kau akan menolak tawaranku hanya karena sakit.”

Eva tertawa kecil. “Saya manusia biasa, Tuan. Bukankah wajar jika tubuh saya butuh istirahat?”

Steve menggertakkan giginya. Ia tidak suka ketika seseorang menolaknya. Terutama seorang wanita seperti Eva.

“Kita perlu bicara.”

Eva mengangkat alis. “Tentu. Kapan?”

“Sekarang!”

Eva melirik jam dinding. “Saya baru saja bangun. Bisakah nanti siang?”

Steve terdiam sambil melirik kaca besar yang terpampang di hadapannya, matahari cukup terik menunjukkan jika hari sudah siang, mau sesiang apa lagi? Lebih dari itu, nada suara Eva yang mengusik pikirannya. Seolah wanita itu tidak sedikit pun terintimidasi olehnya.

“Baiklah,” katanya akhirnya. “Aku akan menunggumu di kantorku. Jangan terlambat.”

Eva menutup telepon, lalu tersenyum sendiri. Sepertinya Steve semakin penasaran.

***

BlackRiver

Saat Eva tiba di kantor Steve, Paul menyambutnya dengan anggukan kecil sebelum membukakan pintu ke ruangan utama. Steve sedang duduk di balik meja besar dengan segelas scotch di tangannya, meskipun hari masih siang.

“Menggunakan alkohol di siang hari? Itu kebiasaan yang buruk, Tuan Steve,” sindir Eva sambil berjalan mendekat.

Steve menatapnya lekat-lekat, lalu tersenyum miring. “Tapi itu membantuku berpikir lebih jernih.”

Eva duduk tanpa menunggu dipersilakan. Ia menyilangkan kakinya dengan elegan, membuat Steve tanpa sadar meliriknya lebih lama dari seharusnya.

“Jadi,” lanjut Eva, “Anda ingin berbicara tentang apa?”

Steve menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Aku ingin tahu alasan sebenarnya kau tidak datang tadi malam.”

Eva tersenyum simpul dengan tatapan lurus menantang. “Saya sudah memberitahu Anda. Saya sakit.”

Steve mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. “Aku tidak bodoh, Eva.”

Eva sama sekali tidak berkedip. Ia bisa merasakan ketegangan di antara mereka.

“Lalu, apa yang Anda pikirkan, Tuan?” pancingnya.

Steve mencondongkan tubuh ke depan. “Apakah kau tidur dengan pria lain?”

Eva mengangkat dagunya sedikit. Kali ini, ia tahu persis apa yang dimaksud Steve.

“Apa maksud Anda dengan ‘tidur’?” tanyanya dengan nada santai.

Steve menyipitkan mata, mencoba membaca maksud di balik kata-kata Eva. “Kau tahu maksudku.”

Eva tersenyum kecil. “Tentu saja saya tidur, Tuan. Saya butuh istirahat setelah merasa tidak enak badan.”

Steve menahan napasnya. Ia tahu Eva sedang memainkan kata-kata, membuatnya semakin gemas.

“Kau mengerti perjanjian kita, bukan?” suaranya lebih rendah dari sebelumnya.

Eva mengangguk pelan. “Tentu. Saya hanya melayani Anda, Tuan Steve. Itu tidak berubah.”

Steve memangdangnya lama, seakan mencari kebohongan dalam netra coklat Eva. Tapi Eva tetap tenang, tanpa cela.

“Aku tidak suka ketika seseorang menyembunyikan sesuatu dariku,” ujar Steve akhirnya.

Eva mencondongkan tubuh, menatap langsung ke manik Steve. “Saya tidak menyembunyikan apa pun. Anda yang terlalu curiga.”

Hening.

Baru kali ini Steve merasa tidak berdaya dalam percakapan. Dan lebih parahnya, lawannya adalah seorang wanita penghibur.

Eva berdiri, mendekatkan wajahnya ke arah Steve. “Jangan terlalu terobsesi pada saya, Tuan. Itu berbahaya.”

Lalu, ia berbalik hendak berjalan keluar namun terhenti karena cekalan pada tangannya.

“Siapa yang mengizinkanmu untuk pergi?”

Tanpa diduga Steve menggendong Eva dan membawanya ke dalam ruangan khusus di dalam kantornya. Hal itu sempat membuat Eva memekik terkejut. Steve mendudukkan Eva di sisi ranjang. Sikapnya jauh berbeda dibandingkan pertemuan mereka pertama kali. Steve cukup kasar dengan ucapan sarkasnya. Tapi kali ini tidak.

Eva diam menunggu apa yang akan dilakukan Steve padanya. Pria itu menunduk mengkungkungnya tanpa kata. Memindai wajah Eva cukup lama sebelum bibirnya mengecup bibir Eva. Ciuman panas terjadi hingga cukup menguras napas Eva. Wanita itu terengah-engah dengan wajah merona. Steve masih belum mengucapkan sepatah kata pun. Hal itu membuat Eva mengeryit, detik itu juga Steve meraba kerutan di dahi Eva. Sungguh membingungkan.

“Jangan pikirkan apapun, lakukan tugasmu. Mengerti?”

Belum sempat Eva mengiyakan, pria itu kembali memangut bibir Eva. Entah mengapa semua terasa lain. Setiap sentuhan Steve sangat berbeda, lebih lembut, intim dan begitu menggetarkan.

Eva berkali-kali mengalami orgasme yang biasanya jarang dia dapatkan karena ia lebih terfokus memuaskan klien. Eva pun tertidur karena kelelahan.

Steve merapikan rambut Eva yang berantakan, batinnya berkecamuk tidak menentu.

“Kamu hanya milikku, Eva.”

Tbc.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Godaan Kupu2 Malam   Sangkar Emas

    Sebuah ruangan sunyi dan luas, dipenuhi cahaya temaram dari lampu dinding berwarna kuning keemasan. Tirai beludru gelap ditutup rapat, menutupi panorama kota New York dari lantai atas apartemen mewah itu. Di tengah ranjang king size berseprai satin abu-abu gelap, Eva terbaring dengan napas teratur, tubuhnya masih telanjang di balik selimut tipis yang nyaris tidak menutupi apapun.Ia terbangun perlahan. Kelopak matanya terasa berat, dan otot-otot tubuhnya nyeri setelah pergelutan hasrat yang begitu panjang, hari yang penuh permainan, penaklukan, dan gairah yang melelahkan.Namun yang paling mengejutkan bukan rasa lelah itu. Melainkan... tempat ini.Eva menyipitkan mata, mengamati ruangan asing ini. Ini bukan ruangan khusus di kantor Steve. Ini jauh lebih personal. Lebih... intim.“Ini apartemen?” gumamnya pelan.Rasa panik seketika menjalari tubuhnya. Kabarnya selama ini, tidak ada satu pun wanita yang berhasil menembus tempat ini, tempat paling privat milik Steve Arnault. Semua intera

  • Godaan Kupu2 Malam   Obsesi yang Tak Disadari

    Hari sudah siang saat Eva bersiap untuk pulang. Ia berdiri di depan cermin di kamar Bryan, mengikat rambutnya, lalu merapikan kemeja pria yang ia pinjam. Bryan, yang bersandar di pintu, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kau benar-benar cantik, bahkan dalam bajuku,” gumam Bryan dengan suara rendah.Eva meliriknya melalui pantulan cermin, lalu tersenyum tipis. “Dan kau benar-benar klise.”Bryan tertawa pelan, melangkah mendekat dan menyentuh pinggang Eva dengan lembut.“Aku serius. Aku rasa… aku mulai menyukaimu lebih dari yang seharusnya.” Diam-diam membaui aroma khas Eva yang memabukkan.Eva membalikkan badan, menatap Bryan sejenak. “Itu bukan ide yang bagus.”Bryan menghela napas, lalu mengangguk. “Ya, aku tahu. Tapi perasaan tidak bisa selalu dikendalikan, bukan?”Eva tidak menjawab. Ia hanya menyentuh wajah Bryan sekilas, lalu beranjak pergi.***Sementara itu…Steve duduk di dalam mobilnya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir dengan gelisah. Setelah menerima pe

  • Godaan Kupu2 Malam   Opera

    Seperti biasa, Eva bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan tugas. Ia memilih t-shirt dengan celana joger sebagai pakaian ganti. Sementara Steve sedang merokok di balkon kamar hotel. Eva mendekat hendak pamit. "Terima kasih, Eva," kata Steve dengan nada sombong sambil menghembuskan asap rokok. Maniknya menelisik penampilan Eva yang selalu tampak memukau dengan berbagai busana, bahkan dengan pakaian santai sekalipun. "Kau selalu bisa diandalkan untuk membuat malamku lebih menyenangkan."Eva tersenyum tipis. "Ya, tentu saja, Tuan Steve. Ini tugas saya." Sebuah kata biasa yang seharusnya tidak mengganggu untuk Steve yang notabene memandang rendah para wanita penghibur, namun entah mengapa kali ini sedikit menyentil sanubarinya.Steve mengangguk menutupi perasaannya itu, lalu Eva menambahkan, “Saya harus pulang sekarang, sampai jumpa.”Wanita itu memutar tubuhnya berniat untuk segera pergi hingga ucapan Steve menghentikan langkah Eva. "Apa kau punya rencana untuk besok?"Eva menoleh

  • Godaan Kupu2 Malam   Perselisihan

    Terlahir sebagai pemegang sendok emas serta dikarunia wajah bagai pahatan patung yunani membuat Steve selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Hal itu pun membuat standarnya menjadi setinggi langit. Dari model, aktris hollywod hingga anak pejabat sudah sering menghangatkan ranjangnya. Tidak sedikit yang terus mengejar Steve agar bisa mengulang malam panas mereka. Sayangnya, Steve kurang antusias jika melakukan kembali dengan 1 orang yg sama. Tapi entah mengapa Eva menjadi pengecualian. Sejak pertemuan pertama, wanita itu berhasil mengambil perhatian Steve hingga ia tidak rela jika Eva melayani pria hidung belang lain. Mungkin ada sisi manusiawi yang mengakui jika pria sejenis dirinya adalah makhluk brengsek. Jadi, cukup dia yang brengsek serta Bryan sebagai anteknya. Manik biru itu menyusuri penampakan sosok yang tertidur pulas di atas sofa. Penampilannya sangat sederhana, hanya dengan kemeja kebesaran tanpa bawahan. Justru itu membuat Eva semakin menggoda. "Wanita ini, bukankah aku

  • Godaan Kupu2 Malam   Perasaan Aneh

    Terdengar suara pintu terbuka, bersamaan dengan itu tampak sesosok manusia yang berjalan gontai memasuki ruangan. Seolah tidak bertenaga ia ambruk begitu saja ke atas ranjang. Matanya terpejam menikmati lembutnya sprai yang baru diganti dengan harum lavender. Tidak lama tubuhnya bergetar pelan, samar kemudian terhenti. Seraya menghirup udara dalam lalu membuka mata, menatap langit-langit kamar. Entah apa yang ada dipikirannya, tersirat rautnya yang penuh beban.“Bertahanlah sedikit lagi, Eva,” gumamnya menguatkan diri. Sosok itu tidak lain adalah Eva yang baru saja pulang dari hotel tempatnya menghabiskan malam bersama Steve dan Bryan. Perjanjian sialan itu telah mengikatnya, tapi dengan perjanjian itu pula tujuannya mulai berjalan. Ia akan membuat 2 bajingan itu mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka perbuat.Flashback OnMalam itu di bulan Januari salju turun menutupi setiap jalan di Seattle. Terlihat seorang wanita baru selesai bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat

  • Godaan Kupu2 Malam   Main Bertiga

    Sejenak Steve terdiam dengan paras Eva yang bisa dibilang unik. Cantik, tapi tidak pasaran. Cantik yang tidak membosankan. Tidak hanya itu, warna kulit Eva yang kuning langsat memberikan nilai plus untuknya. Eva menjadi semakin stunning dan menjadi pusat perhatian.Steve memindai sambil mencari celah cacat pada Eva, tapi tidak kunjung ditemukan. Sialnya, Eva malah terlihat eksotik di mata Steve. Pria itu lalu berkata, “Campuran Asia?”“Indonesia, lebih tepatnya.”“Di mana itu?” tanya Steve mulai tertarik. Samar-samar terhirup wangi yang cukup asing untuknya. Harum yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Dan aroma itu menguar dari tubuh Eva.“Masih di belahan bumi, tentunya Anda pasti menaruh saham di sana,” jawabnya santai.Eva tidak memungkiri banyak penduduk USA yang tidak mengenal tanah kelahiran Ibunya. Eva pun hanya 1 kali menginjakkan kakinya ke tanah itu saat usianya 5 tahun. Ketika sang Ibu menghembuskan napas terakhir dan meminta untuk dikuburkan di sana sebagai pesan terakh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status