Share

Perselisihan

Author: Ismi Kawai
last update Last Updated: 2025-03-16 16:50:41

Terlahir sebagai pemegang sendok emas serta dikarunia wajah bagai pahatan patung yunani membuat Steve selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Hal itu pun membuat standarnya menjadi setinggi langit. Dari model, aktris hollywod hingga anak pejabat sudah sering menghangatkan ranjangnya. Tidak sedikit yang terus mengejar Steve agar bisa mengulang malam panas mereka. Sayangnya, Steve kurang antusias jika melakukan kembali dengan 1 orang yg sama. 

Tapi entah mengapa Eva menjadi pengecualian. Sejak pertemuan pertama, wanita itu berhasil mengambil perhatian Steve hingga ia tidak rela jika Eva melayani pria hidung belang lain. Mungkin ada sisi manusiawi yang mengakui jika pria sejenis dirinya adalah makhluk brengsek. Jadi, cukup dia yang brengsek serta Bryan sebagai anteknya. 

Manik biru itu menyusuri penampakan sosok yang tertidur pulas di atas sofa. Penampilannya sangat sederhana, hanya dengan kemeja kebesaran tanpa bawahan. Justru itu membuat Eva semakin menggoda. 

"Wanita ini, bukankah aku sudah bilang akan datang? Bisa-bisanya tertidur tanpa menyambutku!" ucapnya kesal namun dengan nada rendah seolah tidak ingin membangunkan Eva. 

5 menit kemudian Bryan sampai. "Hei, Bro-"

"Stss... Kita ke ruangan sebelah!" sela Steve tanpa menghiraukan wajah bingung Bryan. Pria itu sempat melirik Eva sebelum melangkah mengikuti Steve. 

"Ada apa? Kenapa kau tidak membangunkan Nona Eva?" 

"Biarkan saja, aku masih ingin merokok," ucap Steve beralasan. Ia berjalan menuju bar dan mengambil sebotol vodka di sana. Setelahnya mengeluarkan sebatang rokok dari saku, Bryan pun segera mematikkan korek api untuknya. 

Dengan anggukan kepala, Steve menawarkan rokok miliknya untuk Bryan. Tanpa bertanya Bryan menerimanya. ruangan itu sempat hening sesaat hingga suara Eva membuyarkan semua. 

“Kalian sudah sampai, maaf aku ketiduran. Sepertinya karena aku kelelahan.” Eva menyibakkan rambutnya yang terurai dengan asal. 

Dua pria itu terpana sejenak sampai Steve maju mendekati Eva. “Kelelahan karena apa?” tersirat nada tidak suka. 

Eva tersenyum lalu merangkul leher Steve, mendekatkan bibirnya pada telinga pria itu. “Yang jelas bukan tidur dengan pria lain,” sedikit menjauh dan mencibir. “aku tidak lupa dengan tugasku, Tuan Steve.”

Bryan mengulum senyum sambil mengagumi langkah anggun Eva. Wanita itu menyadari tatapan Bryan kemudian membalasnya dengan kerlingan mata menggoda. 

“Karena tuan-tuan sudah datang, mari kita bersenang-senang,” ajak Eva memainkan dasi Steve. Anehnya Steve tidak bergeming. Dia malah sibuk memainkan sebatang rokok yang masih menyala, tapi maniknya lurus memandang Eva. Cukup lama pria itu terdiam, Eva sendiri melipatkan tangannya menunggu apa yang akan dilakukan Steve. Tanpa diduga Steve meminta sesuatu hal pada Bryan yang membuat pria itu terkejut. 

“Kau pulanglah, giliranmu akan kuatur dilain waktu.” Steve mematikan rokoknya dan meraih pinggang Eva, wanita itu pun mengerutkan kening.  

“A-apa? Steve, bukankah kau yang mengundangku terlebih dulu dan kesepakatan ki-” Bryan hendak protes, namun Steve memotongnya. 

“Aku yang membuat kesepakatan, kau hanya menerima. Apa kau mengerti?” tekan Steve dengan tatapan dingin. Pria itu memang sangat tidak suka dibantah. 

Bryan yang mengetahui watak Steve hanya bisa terdiam dan melenggang pergi dengan perasaan dongkol. Bukan apa, libidonya sudah memuncak sejak melihat Eva yang tertidur di sofa. Kini pria itu harus meredamnya sendiri atau … mencari pelampiasan lain.  

“Shit! Steve benar-benar menyebalkan!” makinya dalam hati. Wajahnya muram semuram langit yang akan turun hujan.

***

1 jam berlalu, peluh membasahi tubuh dua insan tanpa busana. Meski mencapai klimaks, entah mengapa ada yang kurang. Bryan merasa tidak puas. Tidak biasanya dia membelakangi pasangan bercintanya. Sepulang dari hotel tempat seharusnya ia menghabiskan malam dengan Eva, ia memilih menghubungi partner sexnya yang merupakan seorang model. Seolah memang hanya sebagai pelarian karena hasratnya sudah di ubun-ubun, Bryan mencumbui partnernya sambil membayangkan Eva. Sungguh gila!

“Tadi itu sangat menggairahkan, hanya saja terlalu terburu-buru.” ucap Clara yang merupakan model majalah dewasa. 

Bryan tidak menjawab, pria itu memilih meraih pakaian kemudian mengenakannya. Clara pun tampak keheranan.

“Bry … ada apa?”

“Maaf Clara, aku harus pergi," jawab Bryan malas.

“Pergi? Kemana?” Clara ikut bangkit sambil menutupi sebagian tubuhnya yang polos.

“Tentu saja ke rumahku, kemana lagi?” ucap Bryan sengit. 

Clara mengeryit tidak mengerti dengan sikap Bryan “Hei, kau marah padaku?”

Bryan menyugar rambutnya kesal, menghembuskan nafas beberapa kali. Sambil memejamkan mata, Bryan merentangkan tangan. “Maaf Clara, aku sedang emosi. Aku akan menghubungimu lagi nanti, Ok?!” Tanpa menunggu respon Clara, Bryan segera pergi dari apartemen wanita itu. 

Disisi lain, Steve dan Eva menikmati malam mereka dengan begitu intens dan menggebu seolah tidak ada hari esok. Meski suasana sempat menegang karena Steve ingin menyuntikkan obat terlarang pada Eva. Pria itu segera membuangnya saat Eva menolak hanya dengan gelengan kepala. 

Eva terdiam menatap langit-langit kamar, dadanya naik turun mengikuti irama detak jantungnya yang berangsur stabil. Steve memandang Eva dari samping seraya memainkan rambut hitam milik wanita itu. Membauinya dan menyimpannya ke dalam memori ingatan akan aroma khas milik Eva. Steve pun tersentak saat menyadari apa yang barusan ia lakukan. Secepat kilat ia melepaskan rambut Eva.

“Apa yang sedang aku lakukan?” gumamnya bingung. Pasalnya, Steve tidak pernah bertingkah seperti itu, membelai atau bermanja pada lawan main seksnya. Biasanya pria itu langsung pergi setelah menuntaskan hasrat.

Beberapa saat kemudian Eva bangkit sambil menyelimuti tubuhnya kemudian melangkah menuju kamar mandi. Steve hanya termenung melihat itu. Kenapa sekarang jadi Eva yang lebih dulu mandi? Harusnya 'kan dia?"

Steve masih termenung di atas ranjang, menatap langit-langit dengan kepala dipenuhi pikiran yang tak biasa. Entah kenapa, kali ini dia tidak terburu-buru meninggalkan kamar seperti yang biasa dia lakukan. Biasanya, setelah semuanya selesai, ia akan langsung beranjak, menata rambut, lalu kembali ke rutinitasnya tanpa menoleh ke belakang.

Namun, bagi Eva, semuanya terasa berbeda. Ada sesuatu dalam dirinya yang enggan berpindah. Terlebih lagi, saat wanita itu masuk ke kamar mandi, ia tetap berada di tempatnya.

Steve mengembuskan napas kasar, merasa kesal pada dirinya sendiri. Ia lalu meraih rokok di atas nakas, menyalakannya, dan menghisap dalam-dalam. Sial, apa yang terjadi denganku? pikirnya.

Tiba-tiba, matanya melirik ke meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sebuah amplop berwarna hitam, sedikit terbuka, menampilkan isinya, dua tiket opera eksklusif yang ia dapatkan dari seorang kolega bisnis. Ia awalnya tidak tertarik, karena menurutnya opera hanyalah hiburan membosankan untuk para sosialita tua yang kehabisan cara untuk menikmati uang mereka. Tapi sekarang, entah kenapa, pikiran langsung tertarik pada Eva.

Apakah wanita itu menyukai opera?

Steve mengerutkan kening, mencoba mengingat apakah Eva pernah membicarakan seni atau musik klasik. Ia teringat percakapan mereka di malam pertama, bagaimana wanita itu selalu menatapnya dengan penuh misteri, seolah menyembunyikan banyak rahasia.

Mungkin, jika ia mengajaknya ke pertunjukan ini, ia bisa melihat sisi lain dari Eva. Atau setidaknya, itu bisa menjadi bentuk 'perhatiannya' walaupun dia sendiri enggan mengakui bahwa dia peduli.

Tbc.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Kupu2 Malam   Sangkar Emas

    Sebuah ruangan sunyi dan luas, dipenuhi cahaya temaram dari lampu dinding berwarna kuning keemasan. Tirai beludru gelap ditutup rapat, menutupi panorama kota New York dari lantai atas apartemen mewah itu. Di tengah ranjang king size berseprai satin abu-abu gelap, Eva terbaring dengan napas teratur, tubuhnya masih telanjang di balik selimut tipis yang nyaris tidak menutupi apapun.Ia terbangun perlahan. Kelopak matanya terasa berat, dan otot-otot tubuhnya nyeri setelah pergelutan hasrat yang begitu panjang, hari yang penuh permainan, penaklukan, dan gairah yang melelahkan.Namun yang paling mengejutkan bukan rasa lelah itu. Melainkan... tempat ini.Eva menyipitkan mata, mengamati ruangan asing ini. Ini bukan ruangan khusus di kantor Steve. Ini jauh lebih personal. Lebih... intim.“Ini apartemen?” gumamnya pelan.Rasa panik seketika menjalari tubuhnya. Kabarnya selama ini, tidak ada satu pun wanita yang berhasil menembus tempat ini, tempat paling privat milik Steve Arnault. Semua intera

  • Godaan Kupu2 Malam   Obsesi yang Tak Disadari

    Hari sudah siang saat Eva bersiap untuk pulang. Ia berdiri di depan cermin di kamar Bryan, mengikat rambutnya, lalu merapikan kemeja pria yang ia pinjam. Bryan, yang bersandar di pintu, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kau benar-benar cantik, bahkan dalam bajuku,” gumam Bryan dengan suara rendah.Eva meliriknya melalui pantulan cermin, lalu tersenyum tipis. “Dan kau benar-benar klise.”Bryan tertawa pelan, melangkah mendekat dan menyentuh pinggang Eva dengan lembut.“Aku serius. Aku rasa… aku mulai menyukaimu lebih dari yang seharusnya.” Diam-diam membaui aroma khas Eva yang memabukkan.Eva membalikkan badan, menatap Bryan sejenak. “Itu bukan ide yang bagus.”Bryan menghela napas, lalu mengangguk. “Ya, aku tahu. Tapi perasaan tidak bisa selalu dikendalikan, bukan?”Eva tidak menjawab. Ia hanya menyentuh wajah Bryan sekilas, lalu beranjak pergi.***Sementara itu…Steve duduk di dalam mobilnya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir dengan gelisah. Setelah menerima pe

  • Godaan Kupu2 Malam   Opera

    Seperti biasa, Eva bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan tugas. Ia memilih t-shirt dengan celana joger sebagai pakaian ganti. Sementara Steve sedang merokok di balkon kamar hotel. Eva mendekat hendak pamit. "Terima kasih, Eva," kata Steve dengan nada sombong sambil menghembuskan asap rokok. Maniknya menelisik penampilan Eva yang selalu tampak memukau dengan berbagai busana, bahkan dengan pakaian santai sekalipun. "Kau selalu bisa diandalkan untuk membuat malamku lebih menyenangkan."Eva tersenyum tipis. "Ya, tentu saja, Tuan Steve. Ini tugas saya." Sebuah kata biasa yang seharusnya tidak mengganggu untuk Steve yang notabene memandang rendah para wanita penghibur, namun entah mengapa kali ini sedikit menyentil sanubarinya.Steve mengangguk menutupi perasaannya itu, lalu Eva menambahkan, “Saya harus pulang sekarang, sampai jumpa.”Wanita itu memutar tubuhnya berniat untuk segera pergi hingga ucapan Steve menghentikan langkah Eva. "Apa kau punya rencana untuk besok?"Eva menoleh

  • Godaan Kupu2 Malam   Perselisihan

    Terlahir sebagai pemegang sendok emas serta dikarunia wajah bagai pahatan patung yunani membuat Steve selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Hal itu pun membuat standarnya menjadi setinggi langit. Dari model, aktris hollywod hingga anak pejabat sudah sering menghangatkan ranjangnya. Tidak sedikit yang terus mengejar Steve agar bisa mengulang malam panas mereka. Sayangnya, Steve kurang antusias jika melakukan kembali dengan 1 orang yg sama. Tapi entah mengapa Eva menjadi pengecualian. Sejak pertemuan pertama, wanita itu berhasil mengambil perhatian Steve hingga ia tidak rela jika Eva melayani pria hidung belang lain. Mungkin ada sisi manusiawi yang mengakui jika pria sejenis dirinya adalah makhluk brengsek. Jadi, cukup dia yang brengsek serta Bryan sebagai anteknya. Manik biru itu menyusuri penampakan sosok yang tertidur pulas di atas sofa. Penampilannya sangat sederhana, hanya dengan kemeja kebesaran tanpa bawahan. Justru itu membuat Eva semakin menggoda. "Wanita ini, bukankah aku

  • Godaan Kupu2 Malam   Perasaan Aneh

    Terdengar suara pintu terbuka, bersamaan dengan itu tampak sesosok manusia yang berjalan gontai memasuki ruangan. Seolah tidak bertenaga ia ambruk begitu saja ke atas ranjang. Matanya terpejam menikmati lembutnya sprai yang baru diganti dengan harum lavender. Tidak lama tubuhnya bergetar pelan, samar kemudian terhenti. Seraya menghirup udara dalam lalu membuka mata, menatap langit-langit kamar. Entah apa yang ada dipikirannya, tersirat rautnya yang penuh beban.“Bertahanlah sedikit lagi, Eva,” gumamnya menguatkan diri. Sosok itu tidak lain adalah Eva yang baru saja pulang dari hotel tempatnya menghabiskan malam bersama Steve dan Bryan. Perjanjian sialan itu telah mengikatnya, tapi dengan perjanjian itu pula tujuannya mulai berjalan. Ia akan membuat 2 bajingan itu mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka perbuat.Flashback OnMalam itu di bulan Januari salju turun menutupi setiap jalan di Seattle. Terlihat seorang wanita baru selesai bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat

  • Godaan Kupu2 Malam   Main Bertiga

    Sejenak Steve terdiam dengan paras Eva yang bisa dibilang unik. Cantik, tapi tidak pasaran. Cantik yang tidak membosankan. Tidak hanya itu, warna kulit Eva yang kuning langsat memberikan nilai plus untuknya. Eva menjadi semakin stunning dan menjadi pusat perhatian.Steve memindai sambil mencari celah cacat pada Eva, tapi tidak kunjung ditemukan. Sialnya, Eva malah terlihat eksotik di mata Steve. Pria itu lalu berkata, “Campuran Asia?”“Indonesia, lebih tepatnya.”“Di mana itu?” tanya Steve mulai tertarik. Samar-samar terhirup wangi yang cukup asing untuknya. Harum yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Dan aroma itu menguar dari tubuh Eva.“Masih di belahan bumi, tentunya Anda pasti menaruh saham di sana,” jawabnya santai.Eva tidak memungkiri banyak penduduk USA yang tidak mengenal tanah kelahiran Ibunya. Eva pun hanya 1 kali menginjakkan kakinya ke tanah itu saat usianya 5 tahun. Ketika sang Ibu menghembuskan napas terakhir dan meminta untuk dikuburkan di sana sebagai pesan terakh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status