Aku berangkat kekampus lebih pagi dari biasanya. Aku ingin merapikan meja kerjaku, dan membuat jadwal materi yang akan aku bahas di kelas nanti. Kampus masih cukup sepi, belum banyak anak - anak yang datang.
Aku membuang sampah dan memilah- milah buku milik perpustakaan yang ku pinjam. Sebagian akan aku kembalikan yang sudah selesai ku baca. Cukup banyak tumpukan buku yang harus kukembalikan. Ruang perpustakaan jaraknya cukup jauh dari ruanganku, aku harus menyebrangi lapangan bola untuk sampai sana. Ruang perpustakaan terletak di sudut belakang bangunan. Tempatnya cukup sunyi, ruangan itu bukan tempat populer yang sering di kunjungi mahasiswa. Pandanganku terhalang tumpukan buku yang ku pegang, belum banyak mahasiswa yang bisa ku mintai tolong jadi aku membawanya sendiri ke perpustakaan. Berjalan sambil melamun aku nyaris ambruk saat kakiku tersandung batu taman yang besar, saat aku berfikir akan berakhir naas membentur tanah keras sebuah tangan menangkapku, menarik ku sebelum jatuh ke tanah. Tangan itu memeluk perutku erat, sesekali mengelus pinggangku. "Miss." Ucapnya tepat di telingaku, itu Jason. Aku tergesa melepaskan tangan jahilnya. "Ya ya, terima kasiih Jason sudah menolongku." Ejek Jason saat aku hanya diam menatapnya dengan pandangan Jengkel. "Ayolah Miss, aku sudah menyelamatkanmu dari penderitaan jika kamu menabrak tanah keras itu." "Ya, terima kasih." Ucapku asal sambil memunguti buku yang berhamburan, tanpa di minta Jason membantuku dan membawa sebagian buku di perpustakaan. Karena masih sangat pagi ruangan perpustakaan itu masih terkunci. Aku merogoh saku gaunku mengeluarkan anak kunci dan segera membuka pintu perpustakaan. Jason diam mengikutiku menyusun semua buku kedalam rak, tanpa di minta Jason mengembalikan buku - buku di rak paling tinggi di luar jangkaukanku. "Terima kasih sudah membantuku, lain kali aku akan mentraktirmu." Ucapku pada Jason. Jason menatapku penuh arti dan dengan pelan mendorongku di antara rak - rak sempit itu. "Jason, jangan kurang ajar!" Ucapku ketika dia menggenggam kedua tangaanku dan mendorong tubuhnya menjauhiku. Jason tidak memperdulikan ucapaku, kedua pergelangan tanganku di kuncinya ditekan di atas kepalaku yang sudah bersandar di tembok. Wajahnya mendekat, aku bisa merasakan hangatnya hembusan nafasnya. Aku memalingkan wajah, tak ingin menatap mata nakalnya. "Miss, kenapa memblokir nomorku?" Ucapnya, hidungnya sudah menyentuh pipiku. Aku hanya diam tidak merespon. "Miss, jawab kenapa memblokir nomorku?" Ulangnya kali ini bibirnya sudah mendarat di pipiku. Aku merinding dan mencoba melepaskan diri tapi cengkraman tangannya begitu kuat menekan pergelangan tanganku. "Aku akan melepaskanmu, asal kamu berjanji membuka blokirnya." Aku hanya mengangguk, tapi sepertinya Jason tidak puas. "Miss, katakan kamu akan membuka blokir nomorku!" Jason mulai mengendus leherku yang tertutup kerudung. "Baik Jason, aku akan membuka blokirnya." Ucapku cepat berharap dia segera melepasku. Jason tertawa lirih. "Baik sebelum aku melepaskanmu, biarkan aku mencium mu." sebelah tangannya yang bebas meraih daguku, jari jempolnya mengusap lembut bibirku, aku memejamkan mata menunggu. Semenit kemudian, tangannya melepaskanku. Aku membuka mata langsung bertatapan dengan matanya. "Apa? Miss berharap aku menciummu lagi?" tanyanya dengan seringai jahil. Aku segera pergi meninggalkannya, masih pagi aku dibuat senewen. Dasar anak nakal. "Hay, Line. Sudah sehat?" Casandra menghampiriku begitu keluar dari mobilnya. "hay San, sudah enakkan. Mungkin aku salah makan nih." "Salah makan apa kamu lagi hamil nih?" Timpal Debora yang sudah duduk manis dimejanya ditemani secangkir kopi. "Hmm, mungkin saja aku hamil." Jawabku sekenanya. Tapi membuat Casandra dan Debora saling pandang tak percaya. "Hey aku hanya bercanda." Sambungku lagi. "Serius kamu hamil Line?" Casandra bertanya dengan penasaran. "Tidak, tidak aku hanya asal bicara. Haid ku masih lancar kok." Aku terbahak melihat mata penasaran Casandra. Sebagai teman yang satu - satunya sudah menikah aku selalu jadi sasaran pertanyaan mesum mereka. "Hmm Line, emangnya kapan kamu terakhir berhubungan seks dengan suamimu?" Bisik Deborah nyaris tak kudengar. "Hmm, Kemaren sebelum dia berangkat." Jawabku, membuat Deborah dan Casandra membelalak tak percaya. Semakin penasaran. "Line, gimana rasanya?" Tanya Deborah lagi. "Apakah awalnya sakit? sesakit apa?" Bisik Casandra, membuat tawaku pecah. "Kalian penasaran?" Aku balik bertanya. 'klung' sebuah notifikasi memotong pembicaraan kami. "Miss, ini aku Jason, ini nomor temanku. Cepat buka blokirnya, Jika tidak aku akan menerobos masuk ruanganmu dan menciummu di depan semua dosen." Ancamnya"Ya aku di bar." Jawab Caroline"Tunggu aku." Suara panggilan telpon terputus. Lelaki tadi duduk di samping Caroline."Boleh aku temani?" Pria itu menatap Caroline.Caroline hanya mengangkat bahu ringan.Tak sampai 10 menit, Jason muncul dari arah pintu. Tatapannya langsung jatuh ke arah Caroline."Line? sudah lama menunggu?" Jason mendekat, tangannya lansung melingkari pundak Cariline, seolah mengklaim bahwa Caroline miliknya.Melihat itu, pria asing tadi langsung berdiri dan pergi tanpa kata - kata."Aku sudah bilang, kalau ingin ke sini panggil aku. Aku akan menemanimu.""Tak perlu, aku bisa sendiri.""Apa kamu berniat menggoda laki - laki lain?""Ah sudahlah malas bicara sama kamu." Caroline meneguk minumanya, tangannya menusuk - nusuk buritto tanpa berusaha memakannya.Jason duduk di kursi sebelah Caroline, dia diam menatap Caroline beberapa saat sampai Mark menwarkan minuman.
"Kamu tidak pergi?" Caroline terburu menyambar handuk yang tersampir di lengan sofa. "Aku menunggumu bangun." Caroline berjalan kedapur, menuangkan sebungkus sup kedalam mangkok dan perlahan menyuapkan sesendok kuah sup. "Enak?" tanya Jason berjalan mendekat. "Lumayan, terima kasih." "Miss suka ke bar? sendirian?" "Sekedar mencari hiburan." "Kesepian? Lain kali panggil saja aku, kita pergi bersama." "Baik." Jawab Caroline singkat, membuat alis Jason terangkat heran. "Kok langsung setuju?" "Dari pada kamu banyak omong." Sepertinya nafsu makan Caroline membaik, semangkuk sup sudah habis dilahapnya. "Miss mau kembali tidur?" "Ya, mumpung libur. Kenapa? kamu mau temani aku tidur?" Jason melongo tak percaya. "Hahahahaha, aku hanya bercanda." Caroline terbahak, candaannya sukses membuat Jason tergagap. "Aku mau kok temani." "Sudah kamu pergi sana, aku mau lanjut tidur." Caroline kembali ketempat tidur, menarik selimut lalu mencoba untuk tertidur. Entah be
Jason menatap Caroline, tatapannya seolah mengatakan. 'Mundur' tanpa membantah Caroline beringsut, melangkah mundur di belakang tubung Jason. Brian, lelaki kasar itu bertubuh jangkung. Namun masih lebih tinggi tubuh Jason. "Jangan ikut campur!" Bentak Brian. "Ikut campur? urusannya adalah urusanku." Jason menghindar saat Brian melayangkan pukulan. Tak lama datang 2 orang security, yang langsung menyeret Brian. "Kamu tidak apa - apa?" Jason berbalik menatap Caroline yang sudah mulai sempoyongan. Caroline menggeleng, lalu terhuyung hampir ambruk kalau saja Jason tidak menahan tubuhnya. "Aku akan mengantarmu pulang. Berikan kunci mobilmu!" tanpa berpikir Caroline merogoh saku lalu menyerahkan kunci mobil. "Mark, masukkan ke tagihanku ya." Jason memberi Mark kode. Seolah mengangkat boneka, Jason membopong tubuh Caroline menuju tempat parkir. "Gaes, aku antar Miss Caroline pulang dulu. Lanjutkan saja tanpa aku." Pamit Jason pada teman - temannya. Caroline duduk di kursi
Caroline berselancar di sosmed, mencari tempat tongkrongan yang asyik buat di kunjungi. Setelah sekian menit akhirnya Caroline menemukan tempat yang pas dengan keinginannya. Tempatnya tidak terlalu jauh, kelihatan dari review para pengunjung, tempatnya mendapat 5 bintang. Suasana dan makanannya juga oke. Akhirnya Caroline memutuskan untuk mencoba mengunjungi tempat nongkrong yang lagi hits. Mematut diri di depan cermin full body, Caroline mencoba beberapa baju. Dari tshirt oblong dengan celana pendek, croptop dengan celana panjang, rokmini sampai gaun pendek. Dan Caroline memutuskan memakai tanktop hitam dengan jacket kulit merah maroon, bawahan jins hitam. Rambut coklat se bahunya di biarkan terurai alami. Mobil Caroline meluncur mulus di jalan beraspal, menembus bisingnya jalan Brodwy yang mulai padat. Lampu jalanan bergerak bagai bintang dilangit gelap. Musik lembut mengalun, menemani perjalanan singkat Caroline. Tak sampai 20 menit, mobil Caroline telah sampai di tempat parkir se
Sesampai dirumah aku segera menyusun belanjaanku di dalam kulkas. Karena sudah lelah aku hanya memasak mie instan dan telur sebagai topingnya. Mungkin karena terlalu lapar, mie instan ini terasa sangat enak. Rumah terasa sepi, tiba - tiba aku menginginkan seorang anak. Tapi itu hanya ada di angan - angan ku saja, karena Edgar belum mau memiliki bayi. 'Masih belum stabil' itu alasannya saat aku membahas tentang hadirnya seorang bayi."Edgar aku kesepian." Ujarku, kala itu kami minum teh di sore hari."Kembalilah bekerja sayang, di kampus pasti ramai sekali." Jawab Edgar saat aku mengeluh kesepian saat Edgar sibuk bekerja dan sering berangkat keluar kota. Karena itu setelah 6 bulan pernikahan kami aku mulai kembali bekerja. Padahal aku berencana ingin langsung mempunyai banyak anak, mengingat aku anak tunggal yatim piatu. Aku ingin sekali punya rumah dengan banyak anggota keluarga.Jam sudah menunjukkan jam 11 malam, namun aku belum juga ngantuk. Bosan, aku pun menyalakan tv, tak ad
Tidak sampai di situ, begitu jari - jariku bersih dari sisa - sisa coklat, Jason menatapku penuh minat. Dengan sekali sentakan wajahku ditarik mendekat, tanpa aba - aba lidahnya menjilati bibirku yang belepotan coklat. "Apa apaan kamu." Aku terkejut dan mendorong kasar wajahnya, kepalanya sampai membentur sandaran kursi. "Aow Miss, kasar sekali." Jason mengelus belakang kepalanya. "Kenapa kamu bisa didalam mobilku?" "Aku menunggu Miss pulang, sampai ketiduran. Saat terbangun aku melihat cemilan lezat." Jason menatap bibirku. Reflek aku segera menutupnya dengan telapak tangan. Suara klakson terdengar dari belakang, aku segera menginjak pelan pedal gas memajukan mobilku. "Kamu kan yang mengikat tali sepatu Pak Oscar?" "Tapi kenapa Miss membelaku?" Jason Balik bertanya. Aku hanya mengabaikannya, karena tak tau harus menjawab apa. "Aku membencinya, Miss tau?" Karena aku hanya diam, Jason lanjut berceloteh. "Anda tau Miss, aku tidak suka Oscar. dia mesum." "Hus, kamu jangan bic