Share

BAB 6

Anjani menarik nafas, “Iya, kita chek in sekarang,” ucapnya akhirnya.

Wanita itu mengeluarkan voucher menginap di hotel untuk mitra dalam jumlah besar.

Dan di sinilah Anjani berdiri.

Jujur, jantungnya tidak berhenti maraton setelah meninggalkan table.

Ia melangkahkan kakinya menuju meja counter receptionis. Anjani melirik William berada di sampingnya yang juga sedang memperhatiikannya.

Jarak mereka sangat dekat, bahkan ia dapat mencium aroma parfum vanilla yang lembut, dan dipadukan dengan woody yang maskulin dan disusul dengan  wangi apel yang membuat pria terlihat gentlemen, tapi manis.

Anjani segera memberikan voucer itu kepada receptionis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika berduaan dengan William di kamar hotel. Mereka bukan dua manusia suci yang tidak mengerti apa-apa tentang apa yang terjadi selanjutnya. Ini bukanlah tentang ngobrol biasa, tapi tentang bagaimana cara mempertahakan diri untuk tidak tergoda.

Beberapa menit kemudian receptionis itu memberikan kunci akses kepada Anjani, ia mengucapkan terima kasih.

“Sudah?” tanya William.

“Iya, sudah,” gumam Anja berusaha tenang.

'Oh Tuhan semoga saja ia bisa melewati semua ini!'

Tak butuh waktu lama, Anja dan William pun melangkahkan kakinya menuju lift.

Mereka saling menatap satu sama lain.

Ting!

Pintu lift seketika terbuka, tidak ada yang memulai percakapan dan tidak ada berani berkata apa yang ada di dalam pikiran.

Mereka sejatinya dua orang anak manusia, yang terbiasa laknat di atas ranjang pendosa.

Tapi, entah mengapa ada perasaan gelisah di hati keduanya.

Satu jam yang lalu, mereka hanyalah orang asing. Dan sekarang ... ia bersama pria itu ke kamar hotel?

Anjani sendiri semakinn resah, ketika mereka berjalan secara beriringan. Entah kenapa ia merasa bahwa pria itu memperhatikannya.

Di depan kamar nomor 2101, langkahnya berhenti.

Ia melirik pak Willi berada di sampingnya. 

Anjani berusaha tenang dan meyakinkan dirinya bahwa semua baik-baik saja. Ditempelkannya  kartu akses di depan pintu kamar dan seketika pintu terbuka.

Anja menyimpan kartu akses itu di atas saklar lampu, seketika lampu menyala. 

Ia masuk ke dalam, ia memang memberikan kamar terbaik di hotel ini untuk klien yang mengambil dalam jumlah besar seperti pak William. Ini merupakan kamar Fairmont King, pemandangan yang langsung ke arah golf. Pertama ia masuk ke kamar ini di suguhi dengan tempat tidur berukuran king size.

Di dekat tempat tidur terdapat meja kerja yang terbuat dari kayu. Ia menatap jendela yang terbentang luas, terdapat kursi sofa yang menghadap ke arah view yang menawan. Di depan tempat tidur juga tersedia TV kabel layar datar, area tempat duduk, mini bar dan lemari es. Kamarnya luas

Ia memandang ke arah kamar mandi di dalamnya menyediakan shower perlengkapan mandi, pengering rambut, jubah mandi dan sandal, dan bathup. Karpetnya lembut, secara keseluruhan kamar ini sangat elegan, jujur ia suka dengan kamar ini.

Anja menatap Willi, pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Ketampanannya bertambah ketika saat lengan kemeja itu sudah tergulung. Pria itu membuka sepatu kulitnya dan dia simpan di dinding. Dia meraih remote yang ada di meja dan seketika TV menyala. Pria itu sepertinya sudah terbiasa di dalam kamar hotel.

William duduk di sisi ranjang dan tubuhnya bersandar di sisi tempat tidur. Ia mencari film yang bagus pada penayangan TV kabel. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Anjani, wanita itu masih berdiri di dekat jendela tengah memandangnya. Ia tersenyum penuh arti.

“Sampai kapan, kamu kenapa berdiri di situ,” tanya William.

Anja menggigit bibir bawah, ia melihat sofa dan ia memilih duduk di situ, “Ya, enggak apa-apa. Saya mau di sini,” ucap Anja memberi alasan.

“Sini sama saya,” ucap William menepuk tempat tidur di sampingnya.

Anja tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya berbaring di ranjang yang sama dengan William. Jujur berduaan di kamar hotel  dengan seorang pria, membuatnya canggung, tidak tahu harus bagaimana, mau bergerak saja, rasanya awkward.

Sejujurnya ia agak cemas, dan gelisah. Jika sudah stay di Kasur, berdua, dengan suasana yang dingin dan pemandangannya yang indah, tentu saja semua moment ini sangat indah untuk melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.

Ia tahu jika berduaan di kamar hotel dengan lawan jenis, sudah bisa dikatakan expert untuk melakukan hubungan intim. Secara spesifik mereka sama-sama dewasa dan pernah melakukan.

“Apa kamu tau indikator jodoh yang akurat seperti apa?” Tanya William membuka topik pembicaraan, agar suasana tidak terlalu sepi karena ia melihat wajah kecemasan yang di perlihatkan oleh Anja.

Anja memandang William, ia mulai berpikir sebelum menjawab, “Menurut saya, jodoh itu nggak ada, kamu bisa menikah dengan siapa saja yang kamu mau. Tidak usah mencari petunjuk seolah jodoh ada yang menentukan karena sepenuhnya ada di tangan kamu.”

“Kamu ingin menikah dengan siapa, itu kamu yang menentukan. Dan kamu juga harus menerima konsekuensi seandainya pilihan kamu salah. Kalau ada yang salah dalam pernikahan kamu, jangan menyalahkan jodoh. Jika kandas, pura-pura bilang saja itu adalah takdir. Padahal itu semua kendali ada di diri.”

“Kamu yang memegang kendali atas hidup kamu, hidup kamu akan terasa seperti bola pingpong yang dipukul ke sana ke mari, karena kamu yang melemparnya sendiri.”

William tertawa, ia setuju dengan pendapat Anja, bagaimana dia bisa menjawab beranalogi seperti itu, namun jawabannya masuk akal. Ia terima dengan baik,

“Iya, kamu benar. Saya suka berdiskusi dengan kamu apa saja.”

“Terima kasih.”

William memandang Anja cukup serius, memperhatikan wanita itu dari kejauhan. Tiba-tiba, ia menepuk bantal di sampingnya. “Kamu nggak mau ke sini?” tanya William dengan nada berat.

Anja sontak menarik nafas. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa sekasur dengan William?!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status