Anjani menarik nafas, “Iya, kita chek in sekarang,” ucapnya akhirnya.
Wanita itu mengeluarkan voucher menginap di hotel untuk mitra dalam jumlah besar.
Dan di sinilah Anjani berdiri.
Jujur, jantungnya tidak berhenti maraton setelah meninggalkan table.
Ia melangkahkan kakinya menuju meja counter receptionis. Anjani melirik William berada di sampingnya yang juga sedang memperhatiikannya.
Jarak mereka sangat dekat, bahkan ia dapat mencium aroma parfum vanilla yang lembut, dan dipadukan dengan woody yang maskulin dan disusul dengan wangi apel yang membuat pria terlihat gentlemen, tapi manis.
Anjani segera memberikan voucer itu kepada receptionis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika berduaan dengan William di kamar hotel. Mereka bukan dua manusia suci yang tidak mengerti apa-apa tentang apa yang terjadi selanjutnya. Ini bukanlah tentang ngobrol biasa, tapi tentang bagaimana cara mempertahakan diri untuk tidak tergoda.
Beberapa menit kemudian receptionis itu memberikan kunci akses kepada Anjani, ia mengucapkan terima kasih.
“Sudah?” tanya William.
“Iya, sudah,” gumam Anja berusaha tenang.
'Oh Tuhan semoga saja ia bisa melewati semua ini!'
Tak butuh waktu lama, Anja dan William pun melangkahkan kakinya menuju lift.
Mereka saling menatap satu sama lain.
Ting!
Pintu lift seketika terbuka, tidak ada yang memulai percakapan dan tidak ada berani berkata apa yang ada di dalam pikiran.
Mereka sejatinya dua orang anak manusia, yang terbiasa laknat di atas ranjang pendosa.
Tapi, entah mengapa ada perasaan gelisah di hati keduanya.
Satu jam yang lalu, mereka hanyalah orang asing. Dan sekarang ... ia bersama pria itu ke kamar hotel?
Anjani sendiri semakinn resah, ketika mereka berjalan secara beriringan. Entah kenapa ia merasa bahwa pria itu memperhatikannya.
Di depan kamar nomor 2101, langkahnya berhenti.
Ia melirik pak Willi berada di sampingnya.
Anjani berusaha tenang dan meyakinkan dirinya bahwa semua baik-baik saja. Ditempelkannya kartu akses di depan pintu kamar dan seketika pintu terbuka.Anja menyimpan kartu akses itu di atas saklar lampu, seketika lampu menyala.
Ia masuk ke dalam, ia memang memberikan kamar terbaik di hotel ini untuk klien yang mengambil dalam jumlah besar seperti pak William. Ini merupakan kamar Fairmont King, pemandangan yang langsung ke arah golf. Pertama ia masuk ke kamar ini di suguhi dengan tempat tidur berukuran king size.
Di dekat tempat tidur terdapat meja kerja yang terbuat dari kayu. Ia menatap jendela yang terbentang luas, terdapat kursi sofa yang menghadap ke arah view yang menawan. Di depan tempat tidur juga tersedia TV kabel layar datar, area tempat duduk, mini bar dan lemari es. Kamarnya luas
Ia memandang ke arah kamar mandi di dalamnya menyediakan shower perlengkapan mandi, pengering rambut, jubah mandi dan sandal, dan bathup. Karpetnya lembut, secara keseluruhan kamar ini sangat elegan, jujur ia suka dengan kamar ini.
Anja menatap Willi, pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Ketampanannya bertambah ketika saat lengan kemeja itu sudah tergulung. Pria itu membuka sepatu kulitnya dan dia simpan di dinding. Dia meraih remote yang ada di meja dan seketika TV menyala. Pria itu sepertinya sudah terbiasa di dalam kamar hotel.
William duduk di sisi ranjang dan tubuhnya bersandar di sisi tempat tidur. Ia mencari film yang bagus pada penayangan TV kabel. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Anjani, wanita itu masih berdiri di dekat jendela tengah memandangnya. Ia tersenyum penuh arti.
“Sampai kapan, kamu kenapa berdiri di situ,” tanya William.
Anja menggigit bibir bawah, ia melihat sofa dan ia memilih duduk di situ, “Ya, enggak apa-apa. Saya mau di sini,” ucap Anja memberi alasan.
“Sini sama saya,” ucap William menepuk tempat tidur di sampingnya.
Anja tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya berbaring di ranjang yang sama dengan William. Jujur berduaan di kamar hotel dengan seorang pria, membuatnya canggung, tidak tahu harus bagaimana, mau bergerak saja, rasanya awkward.
Sejujurnya ia agak cemas, dan gelisah. Jika sudah stay di Kasur, berdua, dengan suasana yang dingin dan pemandangannya yang indah, tentu saja semua moment ini sangat indah untuk melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.
Ia tahu jika berduaan di kamar hotel dengan lawan jenis, sudah bisa dikatakan expert untuk melakukan hubungan intim. Secara spesifik mereka sama-sama dewasa dan pernah melakukan.
“Apa kamu tau indikator jodoh yang akurat seperti apa?” Tanya William membuka topik pembicaraan, agar suasana tidak terlalu sepi karena ia melihat wajah kecemasan yang di perlihatkan oleh Anja.
Anja memandang William, ia mulai berpikir sebelum menjawab, “Menurut saya, jodoh itu nggak ada, kamu bisa menikah dengan siapa saja yang kamu mau. Tidak usah mencari petunjuk seolah jodoh ada yang menentukan karena sepenuhnya ada di tangan kamu.”
“Kamu ingin menikah dengan siapa, itu kamu yang menentukan. Dan kamu juga harus menerima konsekuensi seandainya pilihan kamu salah. Kalau ada yang salah dalam pernikahan kamu, jangan menyalahkan jodoh. Jika kandas, pura-pura bilang saja itu adalah takdir. Padahal itu semua kendali ada di diri.”
“Kamu yang memegang kendali atas hidup kamu, hidup kamu akan terasa seperti bola pingpong yang dipukul ke sana ke mari, karena kamu yang melemparnya sendiri.”
William tertawa, ia setuju dengan pendapat Anja, bagaimana dia bisa menjawab beranalogi seperti itu, namun jawabannya masuk akal. Ia terima dengan baik,
“Iya, kamu benar. Saya suka berdiskusi dengan kamu apa saja.”
“Terima kasih.”
William memandang Anja cukup serius, memperhatikan wanita itu dari kejauhan. Tiba-tiba, ia menepuk bantal di sampingnya. “Kamu nggak mau ke sini?” tanya William dengan nada berat.
Anja sontak menarik nafas. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa sekasur dengan William?!
“No, saya di sini saja,” jawab Anja pada akhirnya,“Why? Saya nggak apa-apain kamu?” Ucapan William membuat Anja mulai berpkir. Ia menatap mata elang itu lama. Anja sadar benar pria itu tidak aman, namun entahlah ia tetap melakukannya. Dilepasnya stiletto, dan mulai mendekati William. Entah apa yang merasuki dirinya, Anjani pun berbaring di samping pria itu. Sungguh ia menangkap umpan William dengan sangat baik, ia tahu bahwa ini tidak akan baik-baik saja. Anja menaikan kepalanya di atas bantal, ia menatap langit-langit plafon dan berusaha setenang mungkin. Sementara William mengubah posisi tidurnya menyamping, ia memandang Anja, ia dapat mencium aroma parfume vanilla dari tubuh wanita itu. Mereka saling menatap satu sama lain, dilihat dari jarak dekat seperti ini, Anja terlihat semakin menarik. Ia tahu masih banyak wanita-wanita di luar sana jauh lebih cantik dari Anja. Namun saat dia berpendapat terdengar realistis. Sejujurnya ia suka dengan wanita yang berpikiran terb
HAPPY READING William memandang Anja cukup serius, memperhatikan wanita itu dari kejauhan, ia menepuk bantal di sampingnya, “Kamu nggak mau ke sini?” Tanya William. Anja menarik nafas, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa sekasur dengan William. “No, saya di sini saja.” “Why? Saya nggak apa-apain kamu?” Ucap William. Anja mulai berpkir, ia menatap mata elang itu. Ia tahu bahwa pria itu tidak aman, namun entahlah ia tetap melakukannya. Anja lalu melepas stiletto nya, ia menatap William, ia tidak yakin kalau William tidak akan apa-apain dirinya jika mereka bersama. Entah dorongan apa, ia mendekati William, dan lalu berbaring di samping pria itu. Sungguh ia menangkap umpan William dengan sangat baik, ia tahu bahwa ini tidak akan baik-baik saja. Anja menaikan kepalanya di atas bantal, ia menatap langit-langit plafon dan berusaha setenang mungkin. Sementara William mengubah posisi tidurnya menyamping, ia memandang Anja, ia dapat mencium aroma parfume vanilla dari tubuh wanita
Anja menggelengkan kepala. “Sama sekali nggak.”“Kalau gitu, kamu suka?” “Apa saya harus menjawab, setelah kita sudah melakukannya?” William tertawa, ia pandangi iris mata bening itu, “Saya tidak ingin hubungan kita sampai di sini,” gumam William. “Why?” “Karena saya sudah merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan kamu,” bisik Wiliam. “Istirahat lah, kamu pasti lelah,” ucap William, ia memandang Anja yang mengubah posisi tidurnya menyamping, namun William menarik tubuh Anja, dan membenamkan wajah itu ke dadanya. “Enjoy our moment.” *** Anja membersihkan tubuhnya dengan air hangat, ia merasakan rileks, dan lelahnya hilang begitu saja. Ia memejamkan mata beberapa detik, otaknya terus berpikir dengan ekstra bahwa ia tidak menyangka kalau ia sudah having sex dengan pria bernama William, pria itu merupakan klien nya sendiri. Bekerja sembilan tahun lamanya di perusahaan ini, baru kali ini ia melakukan hal gila. Ia tidak mengerti jalan pikirannya. Hanya karena dia tampan dan peng
HAPPY READINGAnja menggelengkan kepala, “Sama sekali nggak?”“Kamu suka?”“Apa saya harus menjawab, setelah kita sudah melakukannya?”William tertawa, ia pandangi iris mata bening itu, “Saya tidak ingin hubungan kita sampai di sini,” gumam William.“Why?”“Karena saya sudah merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan kamu,” bisik Wiliam.“Istirahat lah, kamu pasti lelah,” ucap William, ia memandang Anja yang mengubah posisi tidurnya menyamping, namun William menarik tubuh Anja, dan membenamkan wajah itu ke dadanya.“Enjoy our moment.”***Anja membersihkan tubuhnya dengan air hangat, ia merasakan rileks, dan lelahnya hilang begitu saja. Ia memejamkan mata beberapa detik, otaknya terus berpikir dengan ekstra bahwa ia tidak menyangka kalau ia sudah having sex dengan pria bernama William, pria itu merupakan klien nya sendiri. Bekerja sembilan tahun lamanya di perusahaan ini, baru kali ini ia melakukan hal gila. Ia tidak mengerti jalan pikirannya. Hanya karena dia tampan dan pengusaha
HAPPY READINGMereka sudah berada di basemen, William mengikuti langkah Anja menuju mobilnya. Wanita itu menghidupkan central lock, ia memperhatikan mobil Anja, mobilnya HRV berwarna putih bentuknya sporty dan terkesan maskulin, mobil dengan 2 seat memang terkesan feminim dan Anja memang sangat pantas menggunakannya. Ia yakin kalau Anja memiliki finansial yang baik sehingga mampu membeli mobil ini.“Kamu hati-hati di jalan. Fun to drive.”“Kamu juga.”“Nanti saya akan hubungi kamu lagi,” ucap William.“Iya.”William mencondongkan wajahnya dan mengecup kening Anja, ia memeluk sebentar sebelum melepaskan kepergian Anja. Anja merasakan ketenangan pada dirinya, ia mendongakan wajahnya menatap William. Ia lalu melangkah menjauhi pria itu.“Saya pulang dulu,” ucap Anja, ia membuka hendel pintu mobilnya.“Iya.”William memandang Anja, menghidupkan mesin mobilnya, setalah itu mobil meninggalkan area parkiran. Setelah itu mobil hilang dari pandangannya. Ia kembali ke mobilnya, ia masuk ke dala
HAPPY READINGIa memandang ke samping, di dekat ruangannya ada dua blok kubikel kecil dan besar, di sana di isi oleh staff-nya, Karen, Tio dan Nia. Di belakangnya terdapat ruangan direktur marketing, pak Emmanuel, dia sudah berumur 59 tahun, katanya jabatannya akan digantikan oleh sang anak dari USA. Ia pernah mendengar kalau beliau memiliki saham 30 persen di perusahaan ini. Perusahaan ini dibangun oleh tiga bersaudara salah satunya pak Emmanuel, walau dia tidak terlalu aktif di kantor.Beberapa saat kemudian, ia memandan pak Emmanuel keluar dari ruangannya, pria itu masih tampak gagah dengan balutan kemeja biru dan celana hitam. Pria itu berjalan tersenyum kepadanya, mungkin beliau mendengar bahwa pak Willi sebagai target utama mereka menyetujui kerja sama ini. Ia lalu berdiri ketika pak Emmanuel berada di hadapannya.“Selamat ya ibu Anja, saya dengar pak William sudah menyetujui kerja sama dengan kita.”Anja tersenyum, “Iya, pak sama-sama.”“Saya senang dengan kinerja kamu. Kamu
HAPPY READINGIa membandingkan William dan Richad, mungkin mereka berdua sama-sama pria dewasa, William itu cool dan Richad lebih hot. Oh Tuhan, kenapa ia membandingan pria itu dengan William, padahal mereka sama sekali tidak kenal.“Selamat sore pak, bapak cari saya?” Sapa Anja, ia lalu masuk ke dalam.“Selama sore juga Anjani, mari masuk,” ucap pak Emmanuel.Anja menutup pintu itu kembali, ia memandang pak Emmanuel beranjak dari duduknya, lalu menghampirinya. Ia itdak tahu prihal pak Emmanuel memanggilnya di jam-jam mau pulang seperti ini.“Kamu belum pulang?”“Belum pak, sebentar lagi,” ucap Anja.Pak Emmanuel melirik putranya, pria itu lalu beranjak dari duduknya mendekati sang ayah.“Ini anak pertama saya Richad Austin, dia yang akan menggantikan saya mulai besok.”Richad memperhatkan wanita yang baru masuk itu, katanya dia adalah Anjani seorang manager marketing di perusahaan ini. Semua orang mengakui kalau kinerja Anjani sangat baik, bahkan sang ayah kerap memujinya. Katanya di
HAPPY READINGJuliet menarik nafas, “Menurut gua, FWB nggak ada masa depannya sih, cuma sebatas having fun. Hanya menjalin relasi intim sama lawan jenis. Ada sih, beberapa orang yang open relationship. Kayak pacaran tapi nggak mau komitmen yang jelas.”“Itu kayak kasual aja sih? Tapi ada jarak, dia bebas ngapain aja dan lo bebas juga.”“Tapi menurut gua, nggak guna juga sih hubungan kayak gitu. Intinya lo nggak mau berkomitmen dengan siapapun dia juga gitu.”“Terus.”“Kalau lo tanya gue mau apa nggak, ya gue nggak lah. Enggak jelas gitu,” ucap Juliet.“FWB itu, make it clear, no baper, dan jangan pakai perasaan.”Juliet memicingkan matanya, “Lo FWB an?” Tanya Juliet to the point.Anja sebenarnya tidak tahu, apa hubungan dirinya dan William, mereka tidak konfirmasi apapun. Hanya saja ia dan William melakukan hubungan intim, lalu dia menawarkan friend with benefit, dan ia merasa bahwa inilah yang ia jalani. Ia akui bahwa ia memang jenuh menjalani hubungan konvensional, karena terlalu me