Anjani memakan dimsumnya dengan tenang, lalu memandang William yang sedang menunggu jawabannya. Ia tahu kenapa arah pembicaraan mereka mengarah ke friend with benerfit. Akhir-akhir ini FWB menjadi pembicaraan hangat,
“Setahu saya, FWB itu hubungan pertemanan yang sangat dekat antara satu sama lain tanpa melibatkan perasaan. Biasa orang yang melakukan itu, orang-orang yang jenuh dengan hubungan konvensional yang biasanya dianggap terlalu mengikat dan membelenggu.”
“Menurut saya FBW ini lebih membebaskan satu sama lain walau sebatas teman. Tapi pada akhirnya tetep saja hubungan itu berujung pada suatu hubungan seksual. Yah, FWB itu dianggap lebih ideal dibanding affair atau one night stand.”
“Akan lebih baik jika ingin memulai FWB, dari awal udah ada kesepakatan antara kalian berdua jika hubungan ini hanya sebatas FWB, jadi kedepannya tidak ada yang harus terbawa perasaan. Make it as simple as possible, karena memang ini semestinya adalah hubungan yang simple, no drama, no tears.”
“Tapi saya pikir, semua manusia dapat jatuh waktu hidup di bumi. Kembali ke manusinya itu sendiri, mau dimanfaatkan seperti apa kehidupan ini. Become a quality person by time or chasing illusion?”
William tertawa, ia setuju dengan pendapat Anjani, “Jadi menurut kamu tujuan FWB itu apa?”
“Menurut saya FWB itu sangat mustahil, karena menjalankan sebuah hubungan lawan jenis tanpa dipengaruhi oleh perasaan suka? Jika memang itu alasannya, sungguh malang orang yang menjalani hubungan itu, semacam tidak lebih dari sekedar alat main birahi dan gairah dengan mempermainkan perasaan masing-masing,” ucap Anjani.
Wiliam menatap Anjani cukup serius, “I think, itu kembali lagi yang menjalani hubungan tersebut. Apakah itu melibatkan asmara? Atau hanya mengisi hari-hari yang sepi.”
“Saya pikir yang kamu sebutkan itu sangat manusiawi Anjani. Misalnya ortu sama anak, investor dan pelaku usaha. Proses ini akan selalu menguntungkan sampai ada salah satu pihak mengkhianati proses tersebut.”
“Suatu hubungan itu tidak melulu soal asmara atau romansa. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari klasifikasi hubungan itu sendiri,” ucap William.
Anjani menatap William, “Kita membahas ini seperti bernegosiasi untuk melakukan FWB,” ucap Anjani to the point.
William lalu tertawa geli, “Exactly.”
“Tapi saya lebih senang menjadi lajang seperti ini, tanpa FWB.”
“Why? Kamu saja belum mencobanya.”
“Percaya atau tidak, saat single seperti ini, banyak memiliki waktu untuk mengerjakan sesuatu, lebih fokus untuk diri sendiri, bisa me time, bisa menjalani hidup atas dasar prinsip yang dibangun. Bisa eksplore ke sana dan ke mari tanpa perlu ribet izin dengan pasangan. Tapi FWB bukan pilihan yang buruk, untuk yang tidak ingin memiliki ikatan dengan siapapun.”
“Why?”
“Why what?” Tanya William.
“Kamu tertarik dengan FWB?”
“Bisa dikatakan seperti itu.”
“Jadi, kamu ingin FWB untuk mendapatkan hubungan seks kasual tanpa komitmen?” Tanya Anja.
“Saya tidak munafik, dan saya ingin melakukan seperti itu.”
“Really? Siapa wanitanya?”
“Maybe, kamu.”
“No, saya tidak tertarik dengan FWB, apalagi dengan klien saya.”
“Ok, no problem,” gumam William, ia tidak memaksanakan wanita yang tidak mau dengannya.
William menyelesaikan makannya, ia terakhir mengambil air mineral, ia menyungging senyum menatap Anjani. Mereka membahas panjang lebar tentang FWB, sepertinya wanita seperti Anjani sangat enak diajak diskusi dan membahas tentang apa saja.
“Kamu tenang saja, saya deal dengan penawaran kamu.”
“Terima kasih,” ucap Anjani.
William menatap ada beberapa orang masuk mengisi table kosong, mungkin sudah masuk jam makan siang. Ia melirik jam melingkar di tangannya, menunjukan pukul 12.20 menit. Saat ini ia juga tidak berniat untuk pulang ke kantor.
“Kamu sekarang akan mengajak saya ke mana lagi? Karena saya sudah sepakat kalau material saya ambil dengan kamu dalam jumlah besar.”
“Sebenarnya jika pak Willi deal dengan penawaran saya. Saya akan memberi bapak vocer menginap di hotel bintang lima di Jakarta selama 3 hari.”
Alis William terangkat, ia menyudahi makannya, ia memandang Anjani cukup serius, “Tapi nginapnya sama kamu?”
“Maaf, saya tidak bisa menginap dengan klien saya dengan alasan apapun.”
“Buat apa kan nginap di hotel sendiri, tanpa pasangan?”
“Itu urusan bapak. Me time, mungkin.”
William tertawa, “Come on …”
“Saya harus professional dalam bekerja.”
“Tapi saya perlu teman untuk di kamar. Saya perlu teman ngobrol.”
“Nanti saya akan carikan wanita untuk bapak, jika pak Willi mau,” ucap Anja memberi solusi.
“Saya bukan tipe pria yang bisa nyambung dalam obrolan. Tapi saya suka ngobrol sama kamu,” ucap Willi to the point.
Anjani menarik nafas beberapa detik, ia menatap iris mata itu, bagaimanapun ia harus memperlakukan kliennya dengan special.
Ia terdiam, memperhatikan pak William, “Oke, saya akan temani bapak ngobrol.”
Bibir Willi terangkat, “Di hotel mana?”
“Di hotel ini.”
Anjani mengeluarkan surat perjanjian kerja sama dari map nya, ia menyerahkan kepada William.
“Tolong bapak tanda tangani surat ini, sebagai bentuk kerja sama kita.”
William membaca surat perjanjian kerja sama, “Apa nanti ada MOU lagi?” Tanya William.
“Pasti ada pak, ini tanda tangan kesepakatan saja.”
“Pulpen kamu mana?” Tanya William.
Anjani mengambil pulpen di dalam tasnya, ia menyerahkan kepada William. Ia menatap William menandatangani surat itu, di atas matrai. William mengembalikan lagi kepada Anjani.
“Terima kasih pak, atas kerja samanya.”
“Sama-sama.”
Suasana seketika hening, mereka saling menatap satu sama lain, mereka tidak tahu akan berbuat apa karena sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Mau chek in sekarang?” Tanya William to the point.
“Bapak mau sekarang?”
“Kapan lagi? Mumpung kita ada di sini kan?”
Anja menelan ludah, ia tidak yakin dengan dirinya sendiri.
Apakah ia bisa tenang berduaan dengan William??
'Gila! Aku tidak menyangka percakapanku dengan Julliet benar-benar terjadi!'
Anjani menarik nafas, “Iya, kita chek in sekarang,” ucapnya akhirnya. Wanita itu mengeluarkan voucher menginap di hotel untuk mitra dalam jumlah besar.Dan di sinilah Anjani berdiri. Jujur, jantungnya tidak berhenti maraton setelah meninggalkan table. Ia melangkahkan kakinya menuju meja counter receptionis. Anjani melirik William berada di sampingnya yang juga sedang memperhatiikannya. Jarak mereka sangat dekat, bahkan ia dapat mencium aroma parfum vanilla yang lembut, dan dipadukan dengan woody yang maskulin dan disusul dengan wangi apel yang membuat pria terlihat gentlemen, tapi manis. Anjani segera memberikan voucer itu kepada receptionis. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika berduaan dengan William di kamar hotel. Mereka bukan dua manusia suci yang tidak mengerti apa-apa tentang apa yang terjadi selanjutnya. Ini bukanlah tentang ngobrol biasa, tapi tentang bagaimana cara mempertahakan diri untuk tidak tergoda. Beberapa menit kemudian receptionis itu memberikan kunci
“No, saya di sini saja,” jawab Anja pada akhirnya,“Why? Saya nggak apa-apain kamu?” Ucapan William membuat Anja mulai berpkir. Ia menatap mata elang itu lama. Anja sadar benar pria itu tidak aman, namun entahlah ia tetap melakukannya. Dilepasnya stiletto, dan mulai mendekati William. Entah apa yang merasuki dirinya, Anjani pun berbaring di samping pria itu. Sungguh ia menangkap umpan William dengan sangat baik, ia tahu bahwa ini tidak akan baik-baik saja. Anja menaikan kepalanya di atas bantal, ia menatap langit-langit plafon dan berusaha setenang mungkin. Sementara William mengubah posisi tidurnya menyamping, ia memandang Anja, ia dapat mencium aroma parfume vanilla dari tubuh wanita itu. Mereka saling menatap satu sama lain, dilihat dari jarak dekat seperti ini, Anja terlihat semakin menarik. Ia tahu masih banyak wanita-wanita di luar sana jauh lebih cantik dari Anja. Namun saat dia berpendapat terdengar realistis. Sejujurnya ia suka dengan wanita yang berpikiran terb
HAPPY READING William memandang Anja cukup serius, memperhatikan wanita itu dari kejauhan, ia menepuk bantal di sampingnya, “Kamu nggak mau ke sini?” Tanya William. Anja menarik nafas, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa sekasur dengan William. “No, saya di sini saja.” “Why? Saya nggak apa-apain kamu?” Ucap William. Anja mulai berpkir, ia menatap mata elang itu. Ia tahu bahwa pria itu tidak aman, namun entahlah ia tetap melakukannya. Anja lalu melepas stiletto nya, ia menatap William, ia tidak yakin kalau William tidak akan apa-apain dirinya jika mereka bersama. Entah dorongan apa, ia mendekati William, dan lalu berbaring di samping pria itu. Sungguh ia menangkap umpan William dengan sangat baik, ia tahu bahwa ini tidak akan baik-baik saja. Anja menaikan kepalanya di atas bantal, ia menatap langit-langit plafon dan berusaha setenang mungkin. Sementara William mengubah posisi tidurnya menyamping, ia memandang Anja, ia dapat mencium aroma parfume vanilla dari tubuh wanita
Anja menggelengkan kepala. “Sama sekali nggak.”“Kalau gitu, kamu suka?” “Apa saya harus menjawab, setelah kita sudah melakukannya?” William tertawa, ia pandangi iris mata bening itu, “Saya tidak ingin hubungan kita sampai di sini,” gumam William. “Why?” “Karena saya sudah merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan kamu,” bisik Wiliam. “Istirahat lah, kamu pasti lelah,” ucap William, ia memandang Anja yang mengubah posisi tidurnya menyamping, namun William menarik tubuh Anja, dan membenamkan wajah itu ke dadanya. “Enjoy our moment.” *** Anja membersihkan tubuhnya dengan air hangat, ia merasakan rileks, dan lelahnya hilang begitu saja. Ia memejamkan mata beberapa detik, otaknya terus berpikir dengan ekstra bahwa ia tidak menyangka kalau ia sudah having sex dengan pria bernama William, pria itu merupakan klien nya sendiri. Bekerja sembilan tahun lamanya di perusahaan ini, baru kali ini ia melakukan hal gila. Ia tidak mengerti jalan pikirannya. Hanya karena dia tampan dan peng
HAPPY READINGAnja menggelengkan kepala, “Sama sekali nggak?”“Kamu suka?”“Apa saya harus menjawab, setelah kita sudah melakukannya?”William tertawa, ia pandangi iris mata bening itu, “Saya tidak ingin hubungan kita sampai di sini,” gumam William.“Why?”“Karena saya sudah merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan kamu,” bisik Wiliam.“Istirahat lah, kamu pasti lelah,” ucap William, ia memandang Anja yang mengubah posisi tidurnya menyamping, namun William menarik tubuh Anja, dan membenamkan wajah itu ke dadanya.“Enjoy our moment.”***Anja membersihkan tubuhnya dengan air hangat, ia merasakan rileks, dan lelahnya hilang begitu saja. Ia memejamkan mata beberapa detik, otaknya terus berpikir dengan ekstra bahwa ia tidak menyangka kalau ia sudah having sex dengan pria bernama William, pria itu merupakan klien nya sendiri. Bekerja sembilan tahun lamanya di perusahaan ini, baru kali ini ia melakukan hal gila. Ia tidak mengerti jalan pikirannya. Hanya karena dia tampan dan pengusaha
HAPPY READINGMereka sudah berada di basemen, William mengikuti langkah Anja menuju mobilnya. Wanita itu menghidupkan central lock, ia memperhatikan mobil Anja, mobilnya HRV berwarna putih bentuknya sporty dan terkesan maskulin, mobil dengan 2 seat memang terkesan feminim dan Anja memang sangat pantas menggunakannya. Ia yakin kalau Anja memiliki finansial yang baik sehingga mampu membeli mobil ini.“Kamu hati-hati di jalan. Fun to drive.”“Kamu juga.”“Nanti saya akan hubungi kamu lagi,” ucap William.“Iya.”William mencondongkan wajahnya dan mengecup kening Anja, ia memeluk sebentar sebelum melepaskan kepergian Anja. Anja merasakan ketenangan pada dirinya, ia mendongakan wajahnya menatap William. Ia lalu melangkah menjauhi pria itu.“Saya pulang dulu,” ucap Anja, ia membuka hendel pintu mobilnya.“Iya.”William memandang Anja, menghidupkan mesin mobilnya, setalah itu mobil meninggalkan area parkiran. Setelah itu mobil hilang dari pandangannya. Ia kembali ke mobilnya, ia masuk ke dala
HAPPY READINGIa memandang ke samping, di dekat ruangannya ada dua blok kubikel kecil dan besar, di sana di isi oleh staff-nya, Karen, Tio dan Nia. Di belakangnya terdapat ruangan direktur marketing, pak Emmanuel, dia sudah berumur 59 tahun, katanya jabatannya akan digantikan oleh sang anak dari USA. Ia pernah mendengar kalau beliau memiliki saham 30 persen di perusahaan ini. Perusahaan ini dibangun oleh tiga bersaudara salah satunya pak Emmanuel, walau dia tidak terlalu aktif di kantor.Beberapa saat kemudian, ia memandan pak Emmanuel keluar dari ruangannya, pria itu masih tampak gagah dengan balutan kemeja biru dan celana hitam. Pria itu berjalan tersenyum kepadanya, mungkin beliau mendengar bahwa pak Willi sebagai target utama mereka menyetujui kerja sama ini. Ia lalu berdiri ketika pak Emmanuel berada di hadapannya.“Selamat ya ibu Anja, saya dengar pak William sudah menyetujui kerja sama dengan kita.”Anja tersenyum, “Iya, pak sama-sama.”“Saya senang dengan kinerja kamu. Kamu
HAPPY READINGIa membandingkan William dan Richad, mungkin mereka berdua sama-sama pria dewasa, William itu cool dan Richad lebih hot. Oh Tuhan, kenapa ia membandingan pria itu dengan William, padahal mereka sama sekali tidak kenal.“Selamat sore pak, bapak cari saya?” Sapa Anja, ia lalu masuk ke dalam.“Selama sore juga Anjani, mari masuk,” ucap pak Emmanuel.Anja menutup pintu itu kembali, ia memandang pak Emmanuel beranjak dari duduknya, lalu menghampirinya. Ia itdak tahu prihal pak Emmanuel memanggilnya di jam-jam mau pulang seperti ini.“Kamu belum pulang?”“Belum pak, sebentar lagi,” ucap Anja.Pak Emmanuel melirik putranya, pria itu lalu beranjak dari duduknya mendekati sang ayah.“Ini anak pertama saya Richad Austin, dia yang akan menggantikan saya mulai besok.”Richad memperhatkan wanita yang baru masuk itu, katanya dia adalah Anjani seorang manager marketing di perusahaan ini. Semua orang mengakui kalau kinerja Anjani sangat baik, bahkan sang ayah kerap memujinya. Katanya di