Share

Bab 32

Author: Prettyies
last update Last Updated: 2025-12-12 11:28:59

Reza menggoyang bahunya tanpa sabar.

“Ren… Renita, bangun!”

Kelopak mata Renita terasa berat. Ia mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya fokus pada sosok suaminya yang sudah rapi dalam pakaian olahraga.

“Kamu… udah mau berangkat, ya?” gumamnya pelan.

Reza mendengus. “Mentang-mentang weekend malah tidur. Temen-temen Mama mau datang, kamu belum masak apa pun. Biasanya jam dua pagi kamu udah bangun, Ren. Ini jam enam masih molor!”

Rasa bersalah memang menguasai Renita, tapi tubuhnya masih lemah karena menstruasi.

“Maaf, mas…”

Reza meraih ponsel dan dompetnya. “Dan jangan lupa bayar cicilan mobil sama apartemen, ya.”

Renita mengangkat wajah, menatap suaminya dengan sorot yang mulai kehilangan harapan.

“Kamu aja yang bayar.”

Reza menghentikan langkahnya. “Kita sudah sepakat dari awal kamu yang bayar!”

“Sepakat sebelum aku tahu mobil dan apartemen atas nama mama,” balas Renita dingin. “Kalau mau aku yang bayar, balikkan dulu atas namanya jadi namaku.”

Reza menggertakkan gigi, sorot
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 46

    Renita sudah bangun sejak subuh. Rambutnya rapi, wajahnya bersih dengan riasan tipis. Ia menata dua piring di meja makan, lalu meletakkan secangkir kopi panas di hadapan Reza.“Ini sarapan kamu. Kopinya juga sudah jadi,” ucapnya pelan.Reza duduk, menyeruput kopi tanpa banyak ekspresi.“Kenapa kamu harus bohong sih, Mas?” Renita membuka suara, berusaha tenang.Reza mendesah. “Aku ini sudah lama nggak naik jabatan, Ren. Kalau aku bilang mau keluar kota buat meeting, Mas Deva nggak akan mandang pekerjaanku remeh.”Renita menatapnya. “Terus kenapa kemarin kamu nggak mau jemput aku pulang?”“Kamu sekalian aja bareng Mas Deva,” jawab Reza ringan.“Ibu mau ke mal. Katanya Tania pengin beli sepatu baru katanya.”Renita tertawa hambar. “Kamu bisa ngajak keluarga kamu shopping, tapi buat makan aja pakai uang aku.”“Jangan itung-itungan dong,” Reza mulai kesal.“Uang kamu itu uang aku juga. Lagian mama itu mama kita.”Renita menggeleng. “Kenapa cuma mama kamu yang selalu dipikirkan? Orang tua a

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 45

    “Ren, habiskan es krimnya,” ujar Deva sambil fokus ke jalan. “Kamu jangan pikirkan yang tadi bair Mas yang urus sendiri.”“I-iya, Mas,” jawab Renita gugup, jemarinya sedikit gemetar memegang stik es krim.Mobil melaju pelan menuju apartemen. Keheningan menyelimuti mereka.Apa Mas Deva mau main solo? … Renita menelan ludah. Tapi dia punya tunangan bisa jadi mereka….. Kenapa aku malah mikirin yang aneh-aneh sih?Deva melirik sekilas ke arah Renita. “Kenapa bengong?”“Nggak, Mas,” Renita cepat menggeleng.Deva tersenyum tipis, nada suaranya setengah bercanda.“Atau kamu mau… sedang berfikir mau bantuin nidurin pusaka milik Mas,Ren?”Renita tersedak kecil. “Astaag Mas…”Deva terkekeh pelan. “Bercanda. Fokus habisin es krim kamu.”Tak lama, mobil berhenti di lobi apartemen.“Ren,” Deva memecah keheningan, “besok berangkat ke kantor bareng mas aja.”Renita menoleh. “Aku… sama Mas Reza aja.”“Nggak,” Deva menggeleng. “Nanti mas telepon Reza. Kamu bareng mas.”Tangan Deva meraih tangan Renita

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 44

    Deva membukakan pintu mobil lebih dulu, memberi isyarat agar Renita masuk. Setelah Renita duduk, Deva ikut membungkuk ke dalam, meraih sabuk pengaman.“Mas mau ngapain?” Renita terkejut, suaranya tertahan. Jantungnya berdegup tak karuan saat jarak mereka tinggal beberapa inci aroma parfume maskulin Deva memenuhi setiap sudut mobil. Deva tersenyum tipis. Ia mengecup bibir Renita singkat, nyaris tak terasa.“Cup.”Renita membeku.Deva lalu memasangkan sabuk pengaman dengan tenang. Klik.“Sudah,” katanya ringan, seolah tak terjadi apa-apa.Ia menutup pintu, berjalan memutar, lalu masuk ke kursi pengemudi. Mesin mobil menyala pelan. Tangannya meraih tangan Renita, menggenggamnya hangat.“Kenapa tegang begitu?” Deva melirik sekilas.“Mas nggak akan gigit kamu kalau kamu nggak minta duluan.”Renita menarik tangannya perlahan, lalu menoleh ke arah jendela dengan pikirannya sendiri. “Mas jangan ngomong sembarangan…” ucap Renita.“Kenapa?” Deva tetap menatap jalan.“Gimana menstruasi kamu? L

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 43

    Renita mengangkat wajahnya perlahan. Suaranya pelan, tapi tegas.“Mas bikin aku nggak nyaman,” kataku jujur.Deva terdiam. Tangannya yang tadi hampir menyentuhku segera ditarik kembali. Ia menghela napas panjang. “Maaf… aku kebablasan.”Aku mengangguk kecil, berusaha menormalkan napas. “Kita fokus bahas kerjaan aja. Itu tujuan kita ketemu.”Deva menatapku beberapa detik, seolah menimbang sikapku, lalu akhirnya mengangguk. “Iya. Kita profesional.”Aku membuka map di depanku, kembali ke mode manajer.“Jadi begini,” kataku mulai tenang, “pemeriksaan kesehatan karyawan besok dibagi jadi tiga sesi.”“Tiga sesi?” tanya Deva, nadanya sudah formal.“Iya,” jelasku sambil menunjuk jadwal. “Sesi pertama jam delapan sampai sepuluh pagi. Itu untuk staf operasional, sekitar dua puluh orang.”Deva mengangguk sambil mencatat. “Oke.”“Sesi kedua jam sepuluh sampai dua belas,” lanjutku, “untuk staf administrasi dan HR. Biar nggak ganggu jam kerja inti.”“Masuk akal,” jawabnya singkat.Aku melanjutkan,

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 42

    Mobil Deva melambat dan berhenti di area parkir sebuah restoran yang cukup ramai. Ia turun lebih dulu, berjalan memutari mobil, lalu membukakan pintu untuk Renita.“Terima kasih,” ucap Renita singkat sambil turun.Deva tersenyum tipis. “Sama-sama.”Mereka masuk ke dalam restoran. Suasananya hangat, lampu temaram, beberapa meja terisi pengunjung. Deva memilih meja agak pojok. Setelah duduk, ia memanggil pelayan.“Mbak, dua menu andalan di sini ya. Minumnya es lemon tea,” pesan Deva.Renita menimpali cepat, “Saya air mineral saja.”Pelayan mengangguk. “Baik, Pak. Bu. Ditunggu sebentar.”Begitu pelayan pergi, Renita langsung membuka pembicaraan.“Kita bisa bahas sekarang aja, Mas. Soal jadwal pemeriksaan besok.”Deva menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Santai dulu, Ren. Tunggu makanannya datang. Kamu kelihatan buru-buru banget.”“Aku memang harus cepat pulang,” Renita menunduk sebentar. “Mas Reza pasti lapar belum makan malam.”Deva tersenyum miring. “Reza itu sudah besar, Ren. Dia bisa pes

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 41

    Deva menekan pedal gas, pikirannya masih kusut saat mobilnya masuk ke area parkir klinik. Ia mematikan mesin, menghela napas panjang, lalu turun.Begitu melangkah masuk ke dalam klinik, suara Nathalia langsung menyambutnya—tajam dan penuh emosi.“Mas! Kamu ke mana aja sih? Lama banget!” Nathalia menyilangkan tangan di dada. “Pasien ngantri banyak banget,tahu! Mereka itu sumber uang kita harus diutamakan!”Deva melepas jasnya dengan gerakan lelah. “Aku lagi kerja, Nat. Tadi ada koordinasi di kantor Pak Arka. Kamu sendiri yang nerima job pemeriksaan karyawan itu, kan?”Nathalia mendengus. “Terus? Kamu dokter utamanya. Kamu tahu jadwal praktik kamu. Harusnya kamu bisa atur waktu dan datang lebih cepat.”“Kamu nyalahin aku?” Deva menoleh, alisnya mengerut. “Aku juga punya tanggung jawab profesional. Bukan cuma di klinik ini.”“Selalu aja alasan,” potong Nathalia kesal. “Kalau pasien kabur gimana? Kalau reputasi klinik turun?”Deva menghela napas, jelas menahan emosi. “Udah, Nat. Aku nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status