Di sebuah kelab malam dengan hingar bingarnya, musik keras dan banyak pemuda pemudi berjoget riang di altar dansa mengikuti alunan musik.
Namun di balik keramaian itu tidak bisa membuat kesepian seorang laki-laki tampan bernama Marco Pratama terobati.
"Marco, Ayo kita nikmati malam panjang ini dengan kesenangan."
Ajak Charles kepada temannya, Marco. Lagi, Marco menolak ajakan Charles untuk kesekian kalinya.
"Biar Aku disini saja, Char. Kamu saja yang berdansa, Aku sedang minum." Alasan Marco lalu menyesap winenya.
"Lalu untuk apa kamu datang kemari jika tidak untuk menikmati hiburan disini? Banyak wanita cantik yang akan membuatmu melupakan Laura!"
"Diamlah Char! Jangan ungkit Laura saat ini, saat ini Aku sedang tidak ingin membahas wanita itu."
"Jika wanita itu membuatmu terluka, ceraikan saja Dia, Co! Carilah wanita yang akan mencintaimu dengan tulus."
Marco tertawa kecut mendengar penuturan Charles itu.
"Tidak ada wanita yang bisa membuatku jatuh cinta seperti Laura, Char."
"Wanita cantik, sexy tentu kamu bisa dengan mudah mendapatkannya lebih dari Laura. Kenapa kamu tidak mencari kebahagiaanmu sendiri?"
Marco tersenyum kecut karena Charles begitu Sok tahu.
"Gairah! Hanya Laura yang bisa membuatku bergairah di ranjang maupun di kehidupan ini, kamu tidak akan mengerti karena kamu belum pernah jatuh cinta."
Charles malah terbahak mendengar alasan Marco, bagi Charles wanita adalah hiburan. Sedangkan cinta itu membuat hidup menjadi sengsara. Prinsip Charles , Kenapa harus jatuh cinta jika bisa menikmati wanita kapan saja walau Charles sudah menikah dengan Frisca, pernikahan bisnis tentunya, Charles tidak pernah menganggap Frisca ada.
"Kamu itu seorang CEO perusahaan terbesar di kota ini , Co. Perusahaan M&P yang hampir memiliki saham senilai ratusan triliun, kenapa harus terpaku dan menderita karna satu wanita?"
"Maksudmu? Aku harus menikah lagi? Jangan bodoh kamu, Char. Pasti hal itu akan membuat huru hara di berbagai media sosial karena pernikahan keduaku. Tentu akan berpengaruh terhadap saham perusahaanku!"
Charles kembali menertawakan sahabatnya itu. Walau Marco seorang CEO dari perusahaan raksasa, berpenampilan gagah dan mewah, tapi hatinya berwarna merah muda. Marco seorang yang tidak mudah jatuh cinta dan tentu setia.
Berbeda dengan Charles yang seorang pemain, bagi Charles, cinta adalah hal konyol yang tidak ingin Charles rasakan. Charles hanya ingin bersenang-senang dengan para wanita , mendapat kepuasan lalu berganti dengan wanita lainnya.
"Bukan untuk menikah lagi, Marco. Tapi memiliki wanita simpanan , zaman sekarang lebih di kenal dengan sugar baby."
"Aku tidak tertarik!" Tolak Marco mentah-mentah.
"Kamu akan merasakan sensasi tersendiri memiliki hubungan di belakang pasanganmu dan itu bisa membuatmu lebih bergairah saat memiliki hubungan yang sembunyi-sembunyi."
"Saranmu tidak masuk akal , Char!"
"Akupun memiliki sugar baby, Co, karena memiliki hubungan di belakang pasangan kita itu membuat hati berdebar terus karena harus terus menyembunyikan kenakalan kita."
Marco tercenung sejenak untuk mencerna perkataan sahabatnya itu.
"Apakah harus Aku coba saran dari Charles? Laura sangat acuh kepadaku walau kami telah memiliki seorang anak laki-laki berusia enam tahun, tapi cinta di antara kami tidak pernah ada. Laura terpaksa menikah denganku karena perjodohan dari Ayahnya. Lebih tepatnya pernikahan bisnis." Ucap dalam hati Marco.
"Woy Bos.. kenapa malah melamun?"
Marco segera tersadar dan berusaha biasa saja walau sebenarnya saran dari Charles cukup membuatnya tertarik.
"Aku ingin bertanya dulu, bagaimana mendapatkan sugar baby itu?"
"Kamu tertarik juga dengan saranku?" Ledek Charles.
"Jangan banyak tanya, jawab saja yang Aku tanyakan."
"Baiklah Bos, maafkan Saya." Charles menjeda ucapannya, menundukkan kepala dengan tangan memutar lalu terhenti di dadanya, layaknya seseorang yang meminta maaf kepada Raja.
"Aku bisa Carikan wanita yang tepat untukmu. Aku punya kenalan yang bisa membantu mencarikan sugar baby untukmu, bagaimana?"
"Wanita seperti apa yang mau menjadi simpanan? Hanya wanita murahan yang mau." Ketus Marco.
"Tenang, wanita yang akan menjadi simpananmu tentu wanita yang sudah melalui banyak proses sebelum Aku menyerahkannya kepadamu."
"Aku belum berminat, Aku masih mengharapkan Laura bisa membuka hatinya untukku dan menerimaku. Agar kami bisa menjalani rumah tangga yang bahagia."
Charles terus nyerocos meyakinkan Marco untuk memiliki seorang sugar baby, mau tidak mau Marco mendengarkan sahabatnya itu bercerita, seorang Charles walau sebre*ng*sek itu tetapi dia teman yang baik dan setia. Hanya Charles satu-satunya teman yang di miliki Marco.
Seorang waitres wanita yang cantik dengan tubuh cukup berisi tapi bukan gemuk, memiliki rambut hitam bergelombang, berkulit putih dan bibir sensual berwarna merah merona, tanpa sengaja menjatuhkan minuman pada Marco yang sedang menjadi pendengar Charles.
Pluk.. prang... Minuman berakohol itu tumpah dengan sempurna di baju mahal Marco, dan gelas kaca itupun pecah ke lantai dan mengenai kaki mulus waitres tersebut.
"What the fuck!" Sinis Marco karena bajunya harus basah karena ketumpahan air.
"Ma.. maafkan saya Tuan, saya tidak sengaja." Waitres itu ketakutan setengah mati setelah mendengar suara bariton Marco tak berani melihat ke arah Marco waitres itu menundukkan kepala.
Marco langsung melihat ke arah waitres itu, melihat waitres itu ketakutan dan bergetar badannya lalu ada sedikit luka di kakinya yang mulus itu karena terkena serpihan gelas yang pecah.
Sang manajer kelab pun segera datang karena ada keributan, tahu waitres barunya telah membuat masalah terlebih kepada Marco yang merupakan pelanggan VVIPnya.
"Maafkan kami Tuan, Bella baru bekerja sebagai waitres baru di kelab ini, saya akan mengajarinya dengan baik lagi." Ucap pak Hendrik manajer kelab itu meminta maaf.
Melihat waitres dan manajernya meminta maaf dengan tulus, Marco tak sampai hati untuk memarahi waitres wanita itu. Terlebih wanita itu yang terluka oleh serpihan kaca dari pecahan gelas.
"Baiklah, lain kali lebih hati-hati ya mbak."
"I..iya Tuan." Jawab Bella gugup.
"Kami akan mengganti rugi atas baju Tuan yang basah." Ujar pak Hendrik lagi.
"Tidak perlu, bawa saja waitres itu, kakinya terluka."
Setelah meminta maaf Pak Hendrik meminta OB untuk membersihkan lantai dari serpihan kaca yang berserakan, pak Hendrik lalu menuntun Bella ke arah belakang kelab.
Marco kembali duduk ke tempatnya, Charles yang hanya jadi penonton saja dari tadi kini mulai membuka mulutnya."Bajumu ini mahal, Co. Kenapa kamu membiarkan mereka untuk tidak mengganti rugi?"
"Aku melihat mereka meminta maaf dengan tulus, baju seperti ini banyak dan mudah aku beli, tapi ketulusan orang meminta maaf itu sangat langka."
"Yakin hanya itu alasanmu tidak marah? Bukan Karena waitres itu cantik?" Cecar Charles menggodanya.
Wajah Marco bersemu merah beruntung Charles tidak melihatnya karena cahaya yang remang, jujur saja, Marco juga sedikit tertarik dengan waitres cantik tadi, dengan pakaian mini yang dikenakannya menonjolkan bagian tubuhnya yang indah, terutama bagian dadanya yang cukup besar.
"Aku tidak memperhatikan wajahnya." Jawab Marco acuh.
"Tapi kamu memperhatikan bagian yang lainnya kan?" Kembali Charles menggoda Marco.
"Ya. Aku memperhatikan kakinya yang berdarah karena terluka kena serpihan kaca."
Charles masih tetap tidak percaya, karena biasanya Marco akan sangat marah ketika ada yang menghancurkan harinya.
"Aku akan tanya kepada pak Hendrik, apakah wanita itu bisa menjadi sugar baby untuk bos Marco." Charles hendak berdiri tapi langsung di tarik untuk duduk lagi oleh Marco
Marco memukul kepala Charles untuk menghentikan bualannya.
"Jangan pukul lagi, baiklah aku diam." Ujar Charles dengan mengisyaratkan mengunci mulutnya, karena takut kena pukul lagi.
Benda pipih Marco bergetar, ada telepon dari sus Jenah, suster yang menjaga Raffa putranya dengan Laura.
"Halo sus ada apa?" Jawab Marco panik karena tidak seperti biasanya Suster anaknya itu menelepon.
(Ini Tuan, Den Raffa badannya panas sekali, padahal sudah sus kasih Paracetamol.)
"Bawa Raffa ke rumah sakit segera sus, bilang sama Nyonya Laura untuk mengantar Raffa ke rumah sakit."
(Maaf Tuan, Nyonya belum pulang sejak pergi pagi tadi, nomor teleponnya pun tidak bisa dihubungi jadi sus hubungi Tuan Marco.)
Degg, Istrinya bahkan tidak di rumah, ada rasa mencelos di hatinya, Laura telah mengabaikan dirinya, tapi tidak seharusnya Laura mengabaikan anaknya, Raffa.
"Baiklah sus, bawa Raffa segera ke Rumah Sakit Cahaya Anak bersama dengan pak Wahid, kita bertemu di rumah sakit saja." Titah Marco agar Sus Jenah dan Raffa segera ke rumah sakit bersama sopir keluarga Mereka.
(Baiklah Tuan.) Tut...telepon dimatikan.
"Aku harus pergi, Char. Anakku sakit."
"Baiklah, kabari saja jika kamu butuh sesuatu." Ujar Charles sembari memegang bahu sahabatnya itu.
"Tentu."
Marco segera pergi ke rumah sakit, Marco sengaja tidak menjemput dulu Raffa dari rumah karena agar Raffa bisa langsung di bawa ke Rumah Sakit dan tidak menunggunya lebih dulu. Dalam perjalanan Marco begitu marah kepada Laura, sikap baiknya selama ini kepada Laura justru membuat wanita itu bertindak sesuka hatinya.
Marco telah tiba di rumah sakit, lalu tak berapa lama mobil yang pak Wahid bawa pun tiba.
"Biar saya gendong Raffa, sus."
Suster Jenah memberikan Raffa kepada Tuan Marco, badan Raffa begitu panas bahkan sampai membuat Raffa mengingau.
Raffa segera mendapatkan pertolongan intensif dari Dokter di ruang UGD, dokter curiga jika Raffa terkena Demam Berdarah.
Marco di luar menunggu bersama suster Jenah dan pak Wahid.
Ponsel Marco kembali bergetar, sebuah pesan foto dari mata-mata yang diperintahkan Marco untuk mengawasi semua kegiatan Laura, Istrinya.
Hati Marco bagai di sayat pisau saat melihat gambar yang di kirim oleh mata-matanya. Sebuah foto Laura bersama seorang laki-laki tengah bercinta dengan panasnya.
Marco meremas ponsel mahalnya yang bergambar Apel itu, ingin sekali melampiaskan kekesalannya jika tidak mengingat sedang berada di rumah sakit.
Marco menarik nafas dan berusaha untuk setenang mungkin. Sebuah ide muncul di benak Marco. Marco segera menghubungi Charles.
"Charles, Aku ingin kau Carikan Aku seorang sugar baby. Besok Aku tunggu kabarmu."
---------------
Mohon bantuannya untuk buku keduaku ya teman-teman... Votenya dan likenya..Terimakasih ^_^
Anjani menatap ke arah jendela, pemandangan kota dengan kendaraan yang berlalu lalang menjadi hiburannya saat ini.Pertengkarannya dengan Axel dan sikap suaminya yang sangat membela Sandra, masih membuat hatinya begitu sakit. Anjani bahkan tidak mengerti dengan dirinya saat ini.Dia menjadi sangat emosional dan juga sensitif, jauh Anjani memikirkan dirinya sendiri, dulu sebelum menikah dan mengandung, dia bisa tetap bersikap tabah ataupun sabar dalam menghadapi persoalan hidupnya.Sedari kecil Anjani sudah di uji dengan kehilangan kedua orangtua secara bersamaan, lalu harus tinggal bersama paman yang menyayanginya walaupun Bibinya tidak bisa menerima kehadiranya yang di anggap hanya sebagai beban.Semua itu Anjani jalani walau hidupnya menderita, berusaha sekeras mungkin dalam belajar, membuatnya berhasil menjadi siswa yang berprestasi dan membuatnya bisa bekerja di perusahaan Pratama.Anjani ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik, mandiri dan tidak merepotkan Paman dan Bibinya la
Kecepatan mobil Axel membelah jalanan dengan begitu cepat, genggaman tangannya bahkan mencengkram erat stir mobil, sesekali memukul stir mobil untuk melampiaskan amarahnya."Arrghhhh..."pekik Axel saat mengingat pertengkaranya dengan Anjani. Axel tidak tahu arah tujuannya hendak kemana, dalam benaknya hanya terpikirkan wajah Anjani dan Sandra berulang kali terbayang dibenaknya.Memiliki dua istri sangat tidak mudah, tanpa Axel sadari perlahan menyakiti kedua hati istri-istrinya, tetapi untuk kehilangan salah satu dari mereka pun Axel tidak bisa. Semakin dalam Axel menekan pedal gas mobilnya dan semakin cepat pula laju mobilnya, kini mobil Axel mengarah ke arah puncak, dia berniat untuk menemui sahabatnya dan menenangkan diri terlebih dahulu dari rumitnya hubungan pernikahannya.Satu jam kemudian Axel tiba di sebuah rumah yang sederhana tetapi memiliki pekarangan rumah yang cukup luas dan asri.Ilham, salah satu teman dekat Axel ketika berkuliah dulu, Ilham temannya yang memiliki ke
Sepanjang jalan pulang dari rumah sakit Anjani hanya terdiam, di saat dalam perjalanan tadi pun mereka tidak banyak berbicara, Anjani hanya menjawab jika Axel bertanya. Axel jelas tahu jika istri pertamanya itu sedang merajuk, tapi entah disebabkan oleh apa lagi kali ini, Axel pun tidak paham."Aku akan istirahat, Mas boleh pergi," ucap Anjani santai tanpa memandang Axel dan hendak berjalan pergi ke kamarnya. Tidak terima dengan sikap yang kurang sopan dari Anjani, Axel ingin segera meluruskan permasalahan yang bahkan Axel tidak mengetahui.Axel segera memegang lengan Anjani. "Baby, tolong jelaskan apa yang terjadi kepadamu?" "Memangnya apa yang harus ku katakan, Mas?" "ini, ini kamu harus jelaskan," Axel menunjuk pada diri Anjani. "Kenapa tiba-tiba kamu seolah marah kepadaku tanpa aku tahu salahku?" Anjani terkekeh. "Mas sadar toh kalau aku marah?" "Dengarkan Mas, sikapmu yang selalu seperti ini tidak akan baik untuk hubungan kita." "Aku bersikap biasa saja Mas." Anjani berusa
Bella terlihat sangat syok dan tidak bisa menahan tangisannya setelah Marco memberitahukan keadaan Claire saat ini, Claire akan lumpuh seumur hidupnya."Kita akan membawa Claire berobat kemanapun agar dia bisa kembali pulih, Mas janji," hibur Marco agar Bella berhenti bersedih.Tetapi Bella segera menggelengkan kepala. "Tidak, dokter sudah bilang bahwa tingkat keselamatannya akan sangat kecil, Aku sama sekali tidak sanggup untuk kehilangan putriku!""Keadaan Claire akan seperti itu, kita sebagai orangtua tentu bisa menerima kekurangan anak, tetapi pasangannya kelak, apakah bisa menerima kekurangan putri kita?" Marco nampak putus asa."Putri kita sempurna, Mas!" Bella menyusut air matanya agar tidak terlihat bersedih lagi. "Ada kita yang akan merawat dan menerimanya tanpa memandang kekurangannya, Claire kita tidak akan sendirian."Marco segera memeluk Bella, agar mereka bisa saling hati satu sama lain, ada hal yang mengganjal di hati Marco, yaitu respon Tristan atas keadaaan Claire. "K
Ruangan rawat inap Claire memang cukup luas dan mewah, bakan ada tempat khusus untuk menerima tamu jadi keluarga yang berkunjung tidak akan mengganggu pasien.Namun di ruang tamu, situasi menjadi canggung ketika Bella, Axel dan kedua istrinya duduk bersama. Anjani duduk di sebelah kanan Axel yang langsung berdekatan dengan Bella, sedangkan Sandra hanya terdiam duduk di sisi Axel yang lain.Ketika Axel hendak memegang tangan Sandra untuk menguatkan istri keduanya itu, segera Sandra menepis tangan Axel. Sandra tidak ingin di sindir ataupun di permalukan lagi oleh Anjani.Nyatanya suaminya tetap tidak bisa berkutik ketika menyangkut Anjani dan calon anak mereka. Sandra benar-benar kecewa dengan sikap Axel tapi Sandra hanya bisa terdiam.Bella tersenyum kepada Anjani lalu mengelus perut menantu pertamanta yang mulai membuncit. "Bagaimana kabarmu dan cucuku di sana? Baik-baik saja bukan?" Anjani merasa senang, kehadiran anaknya mampu menarik perhatian mertuanya. "Kami baik-baik saja. Ma.
Setelah beberapa jam menjalani perawatan, Claire dan Alvin akhirnya di pindahkan ke ruang rawat inap biasa.Kali ini Axel mengajak Ayahnya untuk berbicara empat mata mengenai restu sang Ayah untuk pria yang baru mereka temui. "Aku tidak habis pikir kalau Papa langsung memberikan restu kepada pria itu!" Axel menatap Marco tidak percaya. "Kita bahkan belum mengenalnya dengan baik! Kita tidak bisa memberikan Claire kepadanya dengan mudah, Claire itu kesayangan kita, Pa!"Marco tersenyum melihat kekhawatiran putranya. "Papa yakin kepadanya, Xel.""Apa!" Axel sangat terkejut mendengar ucapan sang Ayah. "Papa bahkan baru bertemu dengan pria itu kenapa bisa langsung yakin begini, hah!""Papa memiliki alasan tersendiri, Xel.""Alasan apa itu yang cukup masuk akal hingga membuat Papa langsung memberinya restu!""Ibumu," Marco tersenyum. "Ibumu terlihat sangat bahagia saat tahu Tristan memiliki hubungan dengan Claire, dan Papa yakin jika ibumu memiliki firasat yang baik untuk masa depan Claire