“Mel, Melanaa!” Teriak Dinda didepan kelasnya saat melihat Melana yang berlalu bersama teman-temannya, mereka beda jam kuliah juga beda jurusan membuat keduanya memang jarang bisa sama ke kampus.
Melana pun berhenti saat Dinda berlari mendekat, “Masuk pagi Din? kata kamu cuma ngikutin mata kuliah Pak Ronal nanti siang?”
“Aku ambil yang pagi nanti siang kakak mau jemput ke kampus, aku nginap ditempat kak Nancy ya dua hari ini dia mau pergi, bawa baby sama anak balitanya susah kalau nggak ada baby sitter lagian juga besok libur kan.”
“Jadi nginap ni ceritanya, Mas Khai dan anak sambung nanti cariin!”
Dinda bersemu malu, “Apaan sih, sudah sana pergi! Aku cuma mau laporan itu aja, mau kemana kalian?”
“Mau kerumah sa
Di tempat ini Dinda bisa melihat jelas bagaimana sosok Kairo menjadi sorotan banyak wanita muda, para ibu-ibu yang tertarik untuk jadi calon anak mereka, Dinda masih menatapi Kairo dari jauh dan sang ibunda Kairo sangat bangga pada anaknya itu.Banting bukan Din? Kamu siapa hanya bocah ingusan?Lihat yang menggandrungi dia, sesama dokter, bisnis women, model, nah ituOMGitu anak pengusaha terkenal itu kan? Lihat Dinda pada seorang gadis yang sedang menyodorkan makanan pada Kairo.Dinda mengendikkan bahunya,Whatever... Dinda merasa memang bukan siapapun, kenal juga karena Edgar dan semua karena Edgar yang mulai membuat Dinda merasa nyaman menjadi pendengar dan teman baik untuk Edgar.Dinda pun mengacuhkan Kairo disana ia masih menggandeng Kennan sang keponakan untuk berjalan ke tempat lain mencari Edgar.
“Papaaaa!”Dinda lantas terbangun, ketiganya tertidur diatas sebuah ranjang, Dinda memeluk Kairo dan Edgar berada dikaki Dinda nyaris terjatuh.“Edgaaar!” Dinda segera duduk membuat Edgar ketengah dan tidur lagi, Dinda menatap heran bagaimana dia bisa dikamar ini.Cklak“Khai bangun sudah pagi—“Suara pintu yang terbuka tiba-tiba dan panggilan seorang ibu yang masuk membuat Dinda yang tengah kebingungan semakin bingung.“Kairo?” Wanita itu terperangah melihat Dinda disana diranjang, Kairo berposisi ditengah jelas sekali pasti mereka tadi tidur dalam posisi yang sangat intim tadi, sementara sang anak dibawah sana.Dinda segera bangkit ia menggeleng tidak mengerti namun
Dinda tidak bisa keluar kamar, seluruh keluarga Kairo yang ada dirumah tante Miranda benar-benar membuat Dinda tidak berkutik, dia tidak dihardik hanya saja menjadi santapan dakwaan didepan anggota keluarga Kairo, tante Miranda juga dua adik Kairo lainnya.Dinda introgasi banyak hal mulai tentang, orang tua, keluarga, kuliah hingga keadaannya dikos-kosan, sungguh Dinda sangat takut memberitahukan bahwa dia punya kakak di Jakarta.Dinda terpaksa berbohong banyak hal, tentanag dia hanyalah anak rantauan dan hanya tinggal dikos-kosan, malam tadi dia datang bersama Indah rekannya ikut-ikut saja.Dinda tidak mungkin menghubungi mama atau kakaknya, belum mampu bahagiakan Mama malah sudah membuat hal buruk seperti ini, pasti mama akan sangat terpukul mendengar kabar Dinda dan bisa-bisa ia serangan jantung mendadak.Berkali-kali Dinda
Kairo meminta Dinda diam dengan jemarinya yang ia letakkan dibibir, “Tunggu sebentar!” liriknya pada orang-orang yang baru saja menikahkan mereka masih berbicara tidak mungkin meninggalkan begitu saja.“Saya sudah telat ke kampus.” Sergah Dinda menekankan kalimatnya masih dengan suara berbisik.“Kamu fikir saya tidak?” Balas Kairo lagi, masih sama dengan bisikan, Dinda pun diam, sungguh dia mendadak ilfeel dengan semuanya pun tentang lelaki ini.Dinda hanya enggan berlama-lama, jika tidak segera pergi keluarga Kairo terutama Mama dan tantenya berulah lagi.Dinda terus diam tampak disana Kairo menerima kertas-kertas berkas entah apa dia tidak peduli itu sepertinya bukti pernikahan semacamnya.Dinda tidak mau tahu, Kairo sudah berjanji tidak akan ada apapu
Dinda enggan merespon ucapan perkataan Kairo, walau tidak munafik selalu saja ucapan lelaki itu sering sekali membuat dia terbawa perasaan, tersenyum atau salah tingkah.Namun sungguhrasa kekaguman itu mendadak hilang entah kemana berganti denganelfeeldan membencinya, sebab sudah membuatdiajatuh dalam sebuah masalah, terperanjat dalam sebuah kejadian yang tidak mengeenakan,memalukan,rumit dan seriusitu.“Saya akan keluar, terimaksih sudah membantu saya, padahal saya tidak meminta, kamu yang memaksa,” Dinda bangkit menarik tas kecilonya melewati Kairo.Sebuah senyuman terbit di bibir Kairo, “Jangan lupa obatnya di ambil, olesi salapnya sampai lukanya benar-benar kering.”Dinda yang akan keluar pun menoleh dan melampirkan senyuman yang terpaksa, &ldq
Dinda menyudahi bersih-bersihnya untuk lanjut beristirahatsebabbesok mungkin akan menjadi hari yang panjang dia akan mengurusi Aldrick adik ipar sang kakak yang lahir di saat usia ibu mertunya sudah berusia setengah abad.Dinda menjatuhkan dirinya di ranjang ia kembali mengingat kejadian tadi dimana begitu kesalnya Kairo atas dia yang tidaksengajamendorong pintu mobil, entahlah senagaja atau tidak namun Dinda benar-benar kesal pada Kairo yang mengikutinya.Kamu kasar Adinda…Ucapan itu terus saja terngiang-ngiang dan berputar dikepala Adinda nyaris membuatnya tidak bisa tidur, Dinda pun melirik ponselnya haruskah dia mengirimkan pesan permintaan maaf atau menghubungi Kairo?Ia pun akirnya mengambil ponselnya menghubungi Kairo, mungkin saat ini Kairo sudah sampai dirumah, beberapa kali der
Dinda dan Kairo pun berpisah saatseorang asistennya datang mengatakan persiapan pengoperasian sudah siap, Kairo bergegas keluar dan Dinda kembali keruangan yang ia datangi itu.Lagi dan lagi seperti takdiryang terencana,Dinda berpapasan dengan wanita yang bersama Kairo tadi lagi, kali ini wanita itu tampak mendorong pasiennya keluar dari ruangannya bersama beberapa orang perawat.Dinda memelankan langkahnya, ia mendengarkan pembicaraan wanita itu juga seorang pasien, dia memanggil dokter itu dengan nama dokter Mona, entahlah Dinda sudah terlanjur tidak suka padahal ia terlihat baik walau sedikit banyak bicara.Dinda pun segera pergi dari sana saat dia dan dokter itu hampir berpapasan, ia enggan beramah-tamah, “Dasar ganjen!” umpatnya, “Hemm tidak hanya dia tapi juga Kairo!”***
Setengah jam berlalu, saat Dinda masih dikamar bersama Edgar pesanan makanan mereka pun datang, Kairo yang menyambut makanan tersebut dan segera membayarnya, ia membawa masuk dan meletakkanya dimeja makan.“Edgar!” Panggil Kairo, membuat Dinda meminta Edgar cepat datang keluar dan menyudahi obrolan mereka diranjang.“Iya, Paaa!” Edgar segera berlari keluar berdiri dihadapan sang papa, Kairo tampak memindahi makanan yang mereka pesan ke tempat-tempatnya.“Ayo makan dulu.”“Kak Dinda, Pa?”“Ajak sekalian.”“Kak Dinda nanti sakit lagi, Edgar kan kecil gimana mau bawa kak Dinda?”Kairo meletakkan makanan ke meja, segera berjalan ke kamar Edgar diikuti Edgar kemudi