‘ah perasaan apa ini,' merutuki perasaannya sendiri. Cemburu pada adik ipar? Bukankah ia yang menyerahkan apel pada Sofia lalu adik iparnya itu menurut duduk di kursi samping ranjang menggantikan posisi sang kakak ipar.“Sofia, kita harus mengurus berkasmu di asrama,” tegur Inda memecah suasana romantis Sofia dan Zein.“Sekarang Ka?” Sofia enggan beranjak dari situasi itu sebenarnya.“Iya, kalau sudah tengah hari mereka tidak menerima pemberkasan lagi,” beber IndaMereka pamit keluar, Rena dan Firhan tetap di sana menunggu Zein, sebelum yang lain datang berbondong-bondong ingin menjenguk sang ketua keamanan.Di bus, Inda dan Sofia hanya terdiam, saling mengingat sesuatu di ruang rawat tadi.Masih terlihat dengan jelas dalam bayangan Sofia bagaimana jemari Zein dan Inda menyatu dengan erat. Begitu juga dengan Inda yang melihat adik iparnya menyuapkan sepotong apel pada Zein, mekipun mantan, rasanya aneh sekali kalau harus bersama Sofia.“Aku dan Zein dulu memiliki hubungan, sebelum akh
'Hmmm... sepertinya memang ada yang tidak beres' batin Jiddan mulai curiga.'dalam 3 hari ke depan, semua akan terkuak' lanjutnya.Data asli hasil tes sudah di tangan Jiddan, sengaja ia copy untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu, seperti berkas yang hilang dari ketua penerima beasiswa.Step pertama ia akan memeriksa data yang di miliki oleh Dani. Ia segera menelponnya memastikan dia berada dalam ruangannya atau tidak."Halo Pak, Assalamu'alaikum," ucapnya."Wa'alaikumussalam Pak Jiddan," jawab Dani. "Ada yang bisa saya bantu Pak?" lanjutnya basa basi."Apa Bapak ada di ruangan sekarang?""Iya Pak, saya di sini,""Bisa saya melihat berkas data mahasiswa Mesir Pak? semuanya," tanya Jiddan langsung kepada inti."Bisa Pak, ada yang sudah diprint dan bentuk FD Pak, Bapak perlu yang mana?" tawar Dani."Se... muanya Pak," Jiddan menegaskan."Baik Pak, saya siapkan,""Saya akan ke ruangan Bapak 5 menit lagi ya Pak,""Baik,"Telepon telah ditutup. Jiddan mengambil nafas dalam-dalam, lalu men
Waktu berjalan melambat, Kana tak sanggup lagi mengatur jantungnya yang berdegup begitu kencang, tercengang karena tatapan tajam yang menerjang dirinya seketika.“Kana!” ucap Jiddan heran.“Maaf Pak Yai, tadi Pak Yai yang menyuruh saya masuk Pak,” jelas Kana menunduk ketakutan.“Saya tidak sadar, maaf, hari ini saya terlalu capek sekali memikirkan masalah pekerjaan,” Jiddan mengerjapkan mata menyadarkan diri.“Apa mau saya bantu pijit Pak?” ceplos Kana.Ya, maklum saja dengan prilaku Kana yang cenderung berani melakukan apa saja pada kyai mudanya. Karena pendidikannya yang hanya sampai tamatan SMA, membuat wanita itu berbeda dengan wanita lain yang Jiddan kenal yang memiliki beground pendidikan pesantren, apalagi untuk disamakan dengan istrinya, sama sekali tidak bisa disamakan.“Eh? Tidak Kana terimakasih,” tolaknya.“Baik Pak Yai, saya permisi ke dapur lagi,” masih menunduk membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tuan tampan.Berjalan menuju dapur, Kana tak henti membayangkan tatapan
Ceg kleeek...Suara pintu perlahan terbuka.‘wanita itu, posisi tidurnya persis sekali dengan Inda’ batin Jiddan saat melihat Naya sudah terkulai di atas permadani biru bercorakkan bunga-bunga. Dengan posisi miring ke kanan, dan telapak tangan menjadi bantalannya, tampak seperti putri yang tertidur di atas hamparan bunga.Jiddan melangkah mendekati pemilik alis tebal itu, memandanginya sebentar.‘maafkan aku santriku, aku terlalu sibuk dengan duniaku, hingga aku melupakan kewajibanku, melupakan janjiku’ batinnya menyesal.Tak terasa lutut kaki menekuk hingga menyentuh permadani, menjadikan tubuhnya dekat dengan wanita yang tertidur pulas itu.“Pak Kyai, Kana minta maaf, ini salah Kana Kyai,” ratapnya memelas, ia sudah duduk simpuh pada jarak tiga langkah dari mereka.Jiddan pun menoleh, lalu mengisyaratkan dengan jari telunjuknya agar Kana tidak bersuara karena takut membangunkan Naya.Akan tetapi Naya adalah type manusia yang jika mendengar sedikit suara saja ia akan terbangun dari
Ke empatnya menatap audiens, memberikan jeda terlebih dahulu untuk merilekskan diri, menarik nafas lalu dalam ketukan ketiga...Pria dengan rambut yang selalu belah tengah datang dengan gagahnya dari sisi yang tak terduga, melangkah maju dan terus maju hingga berdiri paling depan di antara kursi yang ditempati oleh ketua PPMI beserta stafnya.Pria itu datang berbarengan dengan Inda yang memulai permainannya sebagai intro. Suara tepukan tangan dan siulan terdengar bersahutan, menyambut ke indahan alunan musik yang ia mainkan.The song of secret garden.Lagu yang ia suka dan sering ia mainkan.Nada demi nada mengalun begitu syahdu merasuk ke setiap inci tubuh para penonton, hingga mereka dibuat merinding merasakan lembutnya irama musik yang dimainkan oleh wanita anggun nan cantik di atas sana.‘Kamu selalu membuatku tergila-gila Inda. Aku gila melihatmu bermain musik seperti ini Inda, kamu milikku, selamanya akan menjadi milikku’ ucap Zein dalam hatinya.Instrument itu kini terdengar d
Perasaan ini? Mengapa begitu nyaman sekali? Zein datang pada waktu yang tepat saat Inda patah hati dengan suaminya.Semua bersenang-senang di atas panggung, melompat dan menari riang mengekspresikan kebahagiaan mereka di akhir acara.“Dan kau hadir...Merubah segalanyaMenjadi lebih indahKau bawa cintakuSetinggi AngkasaKau buat ku merasa sempurna”Bait lagu dinyanyikan sang vokal mengiringi kekompakan mereka di atas panggung.Zein masih terus menghibur Inda agar bersemangat, entah apa yang membuatnya begitu gelisah setelah perform, Zein tidak mau bertanya dulu.“Lihat ke penonton... mereka ikut asik bersenang-senang,” wajahnya sedikit mendekat ke telinga Inda agar ia mendengarnya.Inda hanya tersenyum mencoba untuk bersemangat, namun kegelisahan masih tetap terpancar di wajahnya.***Pagi itu rapat terpaksa harus diundur pada sore hari karena berbagai urusan di kantor.Pukul 02 siang, beberapa orang terkait telah berkumpul di ruang rapat begitu juga dengan Jiddan yang siap mengut
Tiba-tiba ia teringat, malam ini akan ada pertemuan untuk membahas keuangan dengan Naya. ‘hampir saja terlupa’ gumamnya. Ia langsung beranjak dan langsung melanjutkan perjalanannya. *** [Maafkan aku Sayang, aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu. Karena rapat siang tadi sungguh menyita waktuku, aku tidak bisa mengabarkanmu] balas Jiddan saat dirinya sudah bersantai dalam senggang waktu sebelum bertemu Naya. Pesan yang ia kirim masih belum berwarna biru, melihat angka jam di ponsel, langsung memperkirakan bahwa istrinya pasti sudah tertidur. Perbedaan waktu yang cukup jauh, membuat ke duanya sulit untuk berkomunikasi, belum lagi harus terpotong karena kesibukannya masing-masing. [Sudah tidur ya? Selamat beristirahat bidadariku, mimpi yang indah. Besok pagi aku ingin melihat senyuman manis di wajahmu] pesan itu di lengkapi dengan emoticon peluk. “Bagaimana rapat tadi Nang? Apa sudah mendapat solusi?” tanya umi Ruqoyyah yang menghampiri Jiddan, ikut bersantai di atas sofa. “Mere
Setelah membaca pesan mengejutkan dari sang istri, Jiddan dengan sigap menekan tombol hijau menghubungi sang istri.“Ada apa denganmu bidadariku, bukankah aku menunggu senyumanmu ketika kamu terbangun?” selidiknya saat Inda sudah menerima panggilannya setelah beberapa kali hanya berdering.“Aku...” kalimat Inda terhenti, terdengar isakan tangis dari seberang saluran sana.“Sayang, kenapa begini? Jangan menangis bidadariku. Ceritalah apa yang kau rasakan saat ini?” rayu Jiddan tak kuasa mendengar isakan itu.***Kebiasaan Inda sebelum tidur adalah menuliskan rentetan kegiatan yang akan ia lakukan untuk esok, mengurutkannya dari mulai bangun tidur hingga menjelang tidur kembali, seperfecsionis itulah seorang istri kyai muda, wanita ambisius nan pintar memanfaatkan waktu.Wanita ayu berjalan kemudian melihat sebuah biola di dalam lemari yang terbuat dari kaca. Tampilannya amat menawan, jenis biola Jerman yang dimix dengan advenced Italian yang terukir mengikuti liukan indah badan biola.