Hadiah Madu Untuk Suamiku

Hadiah Madu Untuk Suamiku

By:  Junatha Rome  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
13 ratings
90Chapters
4.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Berpoligami adalah hal wajar bagi wanita ambisius bernama Indana Zulfa Helwatun. Ia rela menjodohkan sang suami dengan santriwati pesantren milik abinya, demi melanjutkan S2nya di luar negeri. Namun, keluarga mereka hancur saat Jiddan mengetahui kedekatan Inda dengan mantan kekasihnya. Sebuah kesalahpahaman telah merenggut keharmonisan rumah tangga mereka. Akankah Inda terus keras kepala dengan melanjutkan belajarnya di negara Timur Tengah? Atau ia akan kembali merengkuh ridho Jiddan sebagai sang suami? Kisah inspiratif, mengubah mindset pernikahan yang menghalangi cita-cita. Tentang rumah tangga jarak jauh serta orang ke tiga yang dianggap selalu salah.

View More
Hadiah Madu Untuk Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Sandra Setiawan
semangat thor. keep writing *hugs*
2022-12-28 21:05:46
0
user avatar
Karen Sanjaya
Wah, kisah tak biasa. Independent woman! menarik sekali ......
2022-12-28 13:18:38
0
user avatar
Lucy
Wah menarik dan belajar di Timteng ... Semangat Inda-Jiddan ...
2022-12-28 12:58:52
0
user avatar
Mblee Duos
suka sama permainan bahasanya. semangat kak nulisnya... saling support yuk, di cerita aku MAMA MUDA VS MAS POLISI
2022-11-19 21:24:59
2
default avatar
Jihad
Bagus ceritanya
2022-07-20 17:23:40
1
user avatar
A_W
Nemu di sosmed trus iseng-iseng baca, eh keterusan wkwk... Bagus nih ceritanya, auto masuk rak dulu, hihi....
2022-07-20 09:43:17
1
user avatar
Rachel Kim
Iseng baca ternyata ceritanya bikin penasaran... ditunggu update selanjutnya ya Thor...
2022-07-20 07:51:31
1
user avatar
Karen Sanjaya
Seru nih, lanjut Thor...
2022-07-20 07:46:53
1
user avatar
Cathalea
Inda ambisius juga ya, seharusnya nurut saja dengan suami. S2 kan ga harus di LN.
2022-07-19 23:17:50
1
user avatar
Ais Aisih
Judulnya aja udah bikin penasaran. Semangat buat lanjutin babnya, ya, Akak.
2022-07-19 23:16:51
1
user avatar
agneslovely2014
Cerita cinta LDR yang menarik Kakak Author! semangat update ya
2022-07-19 22:12:31
1
user avatar
Lusi Yanna
inda jgn keras kepala. suami no 1. baca ahhh
2022-07-19 19:27:14
2
default avatar
Jihad
Good bagus ceritanya
2022-07-19 16:00:45
2
90 Chapters
Bab 1: Ujian itu bermula
“Zein... mengapa kamu meninggalkan aku? apa kamu tahu aku membutuhkanmu Zein,” ratap Inda pada pria tampan yang telah menghilang selama 2 tahun silam. Hari itu begitu indah, cerah nan sejuk yang terlihat hanya pemandangan alam dengan kabut putih yang tersorot cahaya matahari. Inda berjalan menyusuri taman bunga yang terhampar sejauh mata memandang. Ia duduk di kursi kayu tepat di bawah pohon yang daunnya berwarna kemerahan, entah apa namanya, yang jelas pohon itu adalah pohon satu-satunya yang berada di taman bunga tersebut. Pria tampan dengan rambut sedikit panjang, bagian depan terbelah dua ala Angga Yunanda, kulitnya putih tubuhnya berisi, semakin terlihat perfect dengan outfit kaos dan celana jeansnya. Ia menghampiri wanita yang tengah duduk menatapi bunga, lalu duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya. Sambil menatap pria itu dalam-dalam ia balas genggamannya erat, lalu memeluknya sambil terisak. “Inda, aku tidak akan pernah membiarkanmu tersakiti, aku tetap bersamamu dis
Read more
Bab2 - Bencana yang tak disadari
Bencana yang tidak disadariSetelah shalat maghrib di Masjid, Jiddan langsung kembali pulang, ingin mengatakan sesuatu pada istrinya, yang sedari sore tadi ia mencoba melatih dan memilih kata dalam fikirannya yang akan ia sampaikan..Kini keduanya berada di ruang keluarga, lampu kuning menjadi latar suasana obrolan mereka, tidak ada televisi yang menyala atau HP yang sedang dimainkan. Keduanya santai saling menatap.“Inda... maaf aku harus mengatakan ini,” Jiddan memulai pembicaraan. Diambillah tangan putih halus di hadapannya itu, dan menggenggamnya dari punggung tangan. Insting Inda sudah melayang menerka perkataan yang akan diucapkan sang suami.“Menurut saya, alangkah baiknya kita menuruti perintah Abi, sekarang beliau sudah tidak ada, kitalah yang menggantikannya,” lanjutnya dengan hati-hati.Jiddan langsung membicarakan inti percakapannya malam ini. Wajah cantik Inda mulai menangkap segala isi dan maksud dari perkataan suaminya yang merupakan keinginan mertuanya.“Apa itu arti
Read more
Bab3 - Dalam ketegangan
Hari menunjukkan pukul 8:10, itu artinya kurang dari satu jam pesawat akan lepas landas. Tegang sekali, bukan hanya dirinya, tapi seisi mobil pun ikut dalam ketegangannya.“Tenang Nda, waktu masih lama, paling sebentar lagi sudah tidak macet,” suara lirih Jiddan dari kursi depan menenangkan Inda yang gugup setengah mati.“Memang ada apa sih di depan itu, ko sampai tidak bisa jalan sama sekali?” tanya mamah Inda yang duduk di sebelahnya. “Entah” lalu dijawab sama dengan supir dan umi Jiddan.20 menit berada dalam kemacetan, akhirnya mereka terbebas dan melaju dengan cepat seperti anak burung yang di lepas dari sangkarnya.“Oh ternyata truk angkutan barang yang mogok toh!” kata umi Jiddan, serempak sorot mata mereka tertuju pada truk yang di gerek dengan mobil lain di depannya.***Inda harus mempercepat langkahnya, ia hanya membawa 1 koper besar dan kecil untuk di bagasi dan 1 koper kecil lagi untuk di kabin, untuk mempermudah perjalanannya.Lima orang tersisa yang mengantri di sana, s
Read more
Bab4 - Gemetar
Mereka sudah sampai pada permukaan pukul 09: 45. Suasana airport selalu ramai, mereka berdiri di area masjid hendak memesan uber. Namun belum berhasil mereka memesan uber, datang laki-laki paruh baya menawarkan tumpangan.“Assalamu’alaikum,” bapak itu mengucapkan salam, dengan logat penduduk Mesir pada umumnya.“Wa'alaikumussalam,” jawab mereka sambil memandangi laki-laki paruh baya itu.“Apa kalian mau naik taxi saya? Hanya 30 pound saja untuk kalian,” lanjut bapak itu menawarkan taxinya dengan bayaran yang kurang masuk akal, karena hanya separuh yang diminta dari harga biasa yang ditarifkan oleh supir taxi lain.Inda dan Rena saling berpandangan, tidak yakin dengan bapak itu, mereka hanya tersenyum dan menolak halus tawaran laki-laki yang bertubuh tegap dan masih segar bugar itu.“tenang, kalian jangan takut, saya Amu Isom, saya biasa memberikan tumpangan pada orang asing seperti kalian ko,” bapak itu meyakinkan mereka karena bukan hanya mereka yang pernah menolaknya, kebanyakan ala
Read more
Bab5 - Santriwati itu bernama Naya
Di rumah umi, di meja makan, beberapa menu makan malam sudah lengkap tersaji. Hanya ada Jiddan, umi dan adik bungsunya di rumah megah itu. Ia kini tinggal bersama ibundanya, jika sebelumnya ia mengontrak bersama Inda di kawasan tak jauh dari pesantren.“Ayo makan dulu Nang, Sofia,” seru umi Rukoyyah pada Jiddan yang duduk di sofa ruang tamu sedang membaca buku, dan adiknya yang sedang bersantai dengan ponselnya.Mereka bergegas ke meja makan. Suasana terasa amat ganjil karena tidak adanya kyai Nur juga Inda yang sudah menjadi keluarga ini, kedua adik laki-lakinya pun tengah merantau di Jogja sejak 2 tahun lalu.“Pondok putri bagaimana Nang? Semua baik-baik saja?” tanya umi di sela-sela makan.“Aman Mi, Jiddan mendapat bimbingan penuh dari Pakde Khairul,” jawabnya diiringi suapan nasi ke mulutnya.“Besok pagi mereka mengadakan acara pentas seni, dihadiri oleh beberapa guru,” jelasnya.“Inda bagaimana? sudah menghubunginya belum?” tanya umi ingin mengetahui kabar menantunya.“Belum ada
Read more
Bab 6: Pertemuan sang mantan
“Ren... keamanan PPMI!” senggol Inda memberikan ponselnya pada Rena. Suara itu sungguh mengejutkan, hingga ia tak mampu untuk menjawabnya. “J 3251 nomor platnya ka, taxi putih, supirnya memakai rompi hitam. Kami berada di belakang mobil pribadi merah ka,” beber Rena, sambil menoleh ke arah belakang mencari sang penelpon. Beberapa menit kemudian muncul dua lelaki berhelm, dengan tubuh dibalut jaket kulit, memakai motor besar mencoba menyusul taxi mereka. Sadar mobil mereka diikuti, sang supir pun tidak tinggal diam, bereaksi menghalau setir ke kanan, searah dengan pengendara lain yang berada di sisi kanan. Mereka berhenti tepat di halaman toko pizza Abu Ali, berbarengan dengan motor dua pria di belakang. “Ada apa kalian mengikuti saya?” tanya bapak paruh baya itu yang sudah berada di hadapan mereka. Diikuti dengan keluarnya dua wanita dari dalam mobil. “Kami dari ketua keamanan mahasiswa Indonesia, telah dilaporkan bahwa bapak membawa dua mahasiswi kami dan memaksa meminjam paspo
Read more
Bab 7: Air Mata pertama
Pria itu hanya terdiam menatap, mencerna apa yang dikatakan Inda.“Maaf, saya dari Singapur, saya hanya bisa berbahasa Inggris dan Arab saja,” pria itu tersenyum ramah pada Inda. Pria tampan, dengan lesung pipit di wajah itu, beberapa detik memamerkan sederet gigi putihnya, melihat perubahan wajah Inda yang mulai merona ke merahan karena malu.“Oh... maaf sekali, Saya kira kamu orang Indonesia,” wajahnya semakin merona.“Tidak apa-apa, Indonesia dan Singapur itu sama-sama Asia,” jawab pria itu mengakrabi dua wanita yang tersipu dihadapannya.“Kalau begitu kami pergi dulu, thank you ya,” izin Inda tidak mau berlama-lama malu di hadapan pria itu.Mereka membalikkan badan dan berlalu menyeberangi jalan. Rena masih terkekeh melihat tingkah Inda yang salah orang barusan. Sudah faham sahabatnya itu memang sembrono dalam memilih tindakan.“Hahaha... makannya Inda, tanya dulu, orang asing di kota ini kan bukan hanya Indonesia saja,” Rena menggoda dan tertawa lepas.“Ya mana ku tahu, lagian d
Read more
Bab 8: rengkuhan yang dirindu
Bus merah melaju dengan kecepatan rata-rata, membawa Inda dan Rena ke suatu perkumpulan komunitas musik anak rantau yang berada jauh dari tempat tinggal mereka. Lagi-lagi hembusan angin menerpa wajah cantik di balik jendela, memandangi hiruk pikuk aktifitas penduduk di tepi jalan. Ada yang membawa sebongkah barang di atas punggungnya, yang sedang memilih-milih barang rumahtangga, hingga pejalan kaki yang hendak kembali ke rumahnya masing-masing. Rasa rindu tiba-tiba menyerbu kalbu, tembus mendobrak dinding kokoh hingga ambruk seluruh pertahanan rindu yang kian terjaga sempurna. [Mas... aku merinduimu] pesan chat sukses terkirim. [Bertahanlah, maksimalkan waktumu untuk menjemput keinginanmu] balas Jiddan menguatkan, namun sama rapuhnya dengan sang istri. Butiran bening tak sengaja terjatuh meninggalkan garis halus di pipi. Perjalanan malam kota ini selalu mengisahkan ke syahduan, samping jendela memang menjadi tempat favorit Inda saat menaiki bus, bukan hanya pemandangan dan angin
Read more
Bab 9: sentuhan ringan
Waktu seakan berjalan melambat, memberi kesempatan untuk dua netra bertemu pada titik tengah pandangan. Ada desiran hebat dalam dada pria gagah itu. Bergemuruh meluncurkan kerinduan di setiap pori-pori tubuh. “Kakinya terkilir saat diinjak dari belakang oleh penjahat di bus tadi,” sahut Rena. “Naik motor saja bersama saya kalau begitu,” ajak Zein. “Eh? tidak-tidak, kami naik taxi saja Zein,” menolak tawaran Zein karena ia tidak bisa bebas seperti dulu, ada kepercayaan Jiddan yang harus ia jaga. Namun sepertinya Zein tidak tahu kalau dirinya sudah menikah dengan pria lain. “Oke saya akan mendampingi kalian di taxi, dan Firhan tolong kamu yang pakai motor ya,” pinta Zein menengahi. *** “Sepertinya aku tidak bisa tanpamu Mas,” air mata yang kian menggenang kini tumpah tak terbendung. “Istriku... apa yang menjadi kekhawatiranku kini telah terjadi. Bukankah aku telah memperingatimu?” lagi-lagi Jiddan berhasil meledakkan tangis seorang wanita meski dengan suara lembutnya. “Jika tida
Read more
Bab 10: Melihatnya sekilas
“Mas, siapa yang duduk di kursi belakang Mas?” tanya Inda mengernyitkan dahi, karena tahu wanita itu bukanlah ibu mertuanya.“Ketua pondok putri, dia ikut rekaman siang tadi,” katanya mengenalkan Naya.“Ohh...,” jawabnya singkat tak peduli.“Tadi mau bicara apa?” lanjutnya.“Nanti saja kalau begitu, kalau sudah sampai rumah,” kilahnya.Mentari senja mulai terbenam, menyisakan segaris jingga di langit kelam. Mengiringi Fortuner yang memasuki gerbang pesantren.“Silahkan Pak Yai, saya sudah menyiapkan teh anget untuk Pak Yai,” sambut wanita ayu kala sang kyai telah memasuki rumah.“Terimakasih Kana,” ucap Jiddan sambil berlalu.‘Hah? beliau memanggil namaku tanpa sebutan Mbak? artinya Pak Yai sudah menganggapku seorang wanita yang berharga’ gumamnya bahagia.***“Festival music Nusantara dimajukan acaranya bulan September Mas,” ujarnya lirih.“Lalu bagaimana kepulanganmu?” selidik Jiddan“Aku bingung Mas, kalau pulang pasti tidak bisa lama di sana, awal November sudah harus balik ke sin
Read more
DMCA.com Protection Status