24
Wanita itu masih terbaring di atas ranjang.Tentu saja lelaki itu mengabulkannya.Mengoreng ikan lele di pengorengan yang panas. Percikan minyak terkena wajah dan tangannya. Sebegitu cintanya kamu pada wanita itu."Dasar bodoh! Mau banget dipermainkan." Entah sudah berapa kalimat yang aku lontarkan dari bibir ini. Mas Ilham tak pernah melakukan hal tersebut kepadaku. Apakah aku iri, tentu saja ada rasa sesak itu. Namun, berusaha untuk bersikap santai.Tiba-tiba ide melintas begitu saja. Mungkin sedikit permainan dan memberi keruh rumah tangga suami dan maduku akan seru dan menyenangkan.Aku beranjak dari dudukku. Menghampiri kamar Rita. Wanita itu sendang berkutat pada ponsel pintarnya. Ia terkejut dengan kehadiranku. Melempar benda ke arah tubuhnya."Apa ini?" tanyanya pura-pura tak tahu. Namun, wajahnya berubah pucat. Terlihat gurat ketakutan yang begitu nyata. Ingin tertawa aku Tahan. Ini seRita bangkit dan mengejar mas Ilham. Aku menatap mereka dari atas. Pertengkaran hebat terjadi. Mas Ilham tampak marah. Rita meraung-raung agar mas Ilham kembali. Kasihan sekali dia. Sudah diselingkuhi malah memohon agar tak ditinggalkan. Kalau aku jadi Rita kubuang ke tempat yang paling rendah yaitu tempat sampah. "Mas, aku mohon maafkan aku! Aku gak rela kamu menduakanku." Rita bersimpuh di hadapan mas Ilham. Menduakan dia. Seharusnya, aku yang marah bukan dia. Pintar sekali ular betina itu bicara."Mas, maafkan aku." Mas Ilham hanya diam tak bersuara. Tante Vivi dan Lisa menghampiri mereka. "Rita, kamu kenapa?" Membantu Rita bangkit. " Ilham ada apa ini?" "Tanyakan saja sama anak Tante!" "Kalian ini sudah dewasa tidak berpikir dewasa. Kamu lihat Ilham, istrimu sedang hamil. Apa kamu tega melukainya?" "Tidak, Tan." Wah, pintar sekali tante Vivi menguasai keadaan. Mas Ilham langsung luluh. "Kamu juga salah! Sudah tahu punya istri masih saja berpacaran." Mas Ilham menundukka
"Bagaimana apa kamu sudah memecat wanita itu?" tanya Rita saat kami sampai di rumah.Tubuh kami lelah, ia langsung saja meneror. Aku melangkahkan kaki menuju kamar dengan langkah pelan."Bagus kalau dia kamu pecat! Dasar pelakor, wanita gatal! Pacaran sama laki orang."Suara langkah sepatu terdengar masuk ke dalam. Aku masih berada di anak tangga. Menoleh ke belakang siapa yang datang."Kami berpacaran sebelum Ilham menikahi kamu!" teriak seorang wanita. Berjalan mendekati mereka. Ia adalah Vika. Sorot matanya penuh dendam."Mau apa kamu ke sini?" Rita melangkah lebih maju."Aku mau minta pertanggung jawaban Ilham!""Apa! Pertanggung jawaban. Apa aku gak salah dengar?" Rita kembali bicara dengan nada yang lebih tinggi."Iya, aku dan Ilham saling mencintai. Tapi, kamu telah menjebaknya!""Vika ...," panggil mas Ilham.Tak kusangka ternyata mas Ilham adalah laki-laki buaya. Mengobral diri ke setiap wanita."Aku tak menjebaknya! Kami melakukan suka saling suka." Rita semakin maju melangk
Baru saja memejamkan mata. Suara teriakkan mas Ilham membuatku bangkit."Intan! Intan," panggilnya.Aku mengintip dibalik jendela. Sudah jam setengah dua belas, lelaki yang akan menjadi mantanku berteriak memanggil namaku."Intan! Intan! Mas mau masuk," teriaknya dari halaman rumah.Sepertinya lelaki itu nekad masuk menerobos penjaga keamanan. Segera turun ke lantai bawah dan membuka pintu."Ada apa lagi, Mas?"sungutku kesal."Intan, mereka tak mengizinkan masuk. Mereka siapa?"Tubuhnya ditahan oleh kedua anak buahku."Mereka anak buahku. Aku yang menyuruh mereka. Ada apa kamu ke sini, bukankah kita akan segera bercerai?""Aku tak mau bercerai," tolaknya lantang." Beri aku kesempatan. Aku akan menceraikan Rita setelah melahirkan.""Aku tak peduli kamu mau atau tidak. Tetap aku akan menceraikamu dan ingat rumah beserta perusahaan milikku."
Aku menghampiri Bayu dan Rehan yang duduk dengan tawa mengema di ruangan serta bermain robot mainan. Kakiku tak sengaja tersandung karpet. Hingga tubuhku hampir saja terhuyung kalau saja Rehan tak segera menahan tubuhku.Suara tepuk tangan membuatku menoleh ke arah kanan. "Bagus sekali! Ternyata kamu ada main dengan lelaki lain," tuduhnya dengan senyum sinis. Seorang wanita berada di sampingnya.Segera melepaskan diri dari tangan Rehan."Ada apa kalian ke sini?" tanyaku.Mereka adalah Rita dan Rico. Masuk ke rumah orang tanpa izin. Bagaimana mereka tahu alamat rumah mama."Aku ke sini hanya ingin menjenguk keponakanku." Menghampiri Bayu dan aku segera menghalangi langkahnya."Jangan dekati anakku!" larangku."Tenang, aku hanya menyapa. Wajahnya mirip sekali Ilham."Rico memang belum pernah melihat Bayu. Sebelum hari pernikahan Rita. Bayu tak ada di rumah."Sudah! Jangan banyak omong! Kalian mau apa?""Kami ingin Bayu ikut kami," pintanya."Enak saja kamu ngomong. Memangnya kamu siapa?
"Mama, aku harus ke rumah Adel. Maaf, Ma. Tak bisa menjaga Mama." Izinku kepadanya."Mama tak apa. Pergilah. Adel lebih membutuhkanmu." Tersenyum menatapku."Bayu, Mama pergi sebentar. Nanti balik lagi. Ada beberapa orang yang akan jaga rumah ini. Maafkan Intan kalau Mama terlibat.""Tak usah khawatir. Siapapun kamu, Intan anak Mama dan tangan ini selalu menerimanya."Ucapan mama sungguh menenangkan hati. Seburuk apapun seorang anak, ia akan tetap menerimanya.**Suara tangisan Adel terdengar jelas di dalam kamar. Pintu rumahnya tak terkunci. Suasana rumah berantakkan. Bundanya Adel tak ada. Biasanya wanita itu akan menyapaku.Gelas, piring berhamburan di lantai. Adel tak memiliki pembantu. Ia lebih suka mengerjakan sediri. Kecuali, pakaian mereka laundry."Adel ...." panggilku. Mendorong pintu kamarnya."Intan!" Matanya sembab. Penampilannya acak-acakkan.Aku menghampirinya dan memeluk tubuh sahabatku. Ia jarang sekali menangis. Tapi, kali ini berbeda. Sepertinya masalahnya amat besa
Om Arga Aku berpamitan kepadanya dan meminta maaf. Menarik paksa Adel masuk ke mobil dan ia menolak untuk ikut denganku."Aku ingin bertemu Bunda. Aku yakin bunda di sini, Om!" "Dia tidak ada pergilah! kalian menganggu tidurku saja. Jangan tanya aku di mana dia. "Om, paling dekat dengan bunda. Aku tahu Om telah menyembunyikan sesuatu." Adel tak mau pergi. Ia yakin laki-laki sombong dihadapannya tahu segalanya. "Sudah Del, bundamu tak ada. Dia Sudah memberitahukanmu. Sabar Del." "Om Arga, aku gak akan maafin Om kalau kamu berdusta. Lihat saja Om!" ancam Adel kalap. Ia bagaikan gadis kesurupan tak bisa dibujuk atau di ajak diam. Kalau berhubungan dengan Bunda pasti Adel paling terdepan. Gadis tomboi itu tak ingin wanita yang telah melahirkannya terluka. "Adel, ayo kita pergi," bujukku menarik tubuhnya menjauh dari pintu. kubuka pintu mobil dan menyuruh Adel untuk masuk ke dalam, segera b
"Kamu jangan sedih. Aku yakin kita pasti bisa menemukan ayah kandungmu. Kita ke basecamp aja." Adel tak menjawab memilih melihat pemandangan dari luar jendela."Bagaimana apa kalian sudah menemukannya?" tanya Cheri setelah kami memasuki ruangan."Kamu bener gak cek lokasinya?" tanyaku."Benarlah. Lokasinya kuat banget. Aku sampai tiga kali mengecek keberadaannya.""Tapi, tak ada bunda di sana," tungkasku."Lah, kalian masuk dari mana?""Dari pintulah." Adel mulai menjawab."Oh, jadi kalian langsung tanya sama pemilik rumahnya?" Cheri melipat tangan di dada.Aku dan Adel saling berpandangan." Maksudmu. Kita harus menyusup?""Iya, kalau itu harus diperlukan.""Intan, lebih baik kirim orang yang ahli dalam hal ini.""Ide yang bagus Del." Aku segera menghubungi anak buahku untuk mengecek vila om Arga."Sudah. Sekarang kit
"Aku ke sini sama pacarku bukannya ngikutin Om.""Sudah jangan banyak alasan. Pacar kamu aja gak ada.""Ada Om. Itu." Tunjukku ke arah seorang lelaki yang sedang memilih kemeja."Hei Sayang! Aku di sini." Ucapanku membuat lelaki itu terkejutRehan menoleh kanan dan kiri." Sayang, kamu lama sekali!" ucapku manja."Ini Om pacarku," sapaku kepadanya. Mengandeng mesra."Rehan pacarmu?" tanya om Arga. Aku menganggukkan kepala dan merangkul lengan Rehan mesra."Rehan apa kamu tak salah memilih pasangan?" tanyanya dengan nada meledek"Eh itu ....." Kucubit pinggang belakangnya agar mengikuti permainanku.Adel dan Cheri mencoba mendekati. Aku memberi kode kepadanya agar menjauh. Melihat keberadaan kedua sahabatku. Rehan paham dengan perannya."Iya, Om. Intan adalah pacarku. Kami baru saja jadian." Rehan meletakkan tangan di bahuku. Ia mengelus rambutku lembut dan mencium rambutku.Sungguh terlalu lelaki ini. Asal cium rambut orang. Mengambil kesempatan dalam kesempitan."Rehan, Rehan kamu pun