Share

Enam

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-21 09:41:34

POV ILHAM

Sudah beberapa hari tinggal di rumah rasanya seperti setahun. Sejak menikah lagi hidupku semakin kacau. Mengharapkan kehidupan rumah tangga bahagia bersama kedua istriku. Nyatanya, menderita dan tersiksa.

Setiap hari ibu mertuaku--tante Vivi, selalu mengeluh dan mengomel. Belum lagi adiknya yang super berisik dan bawel. Tak ada kenyaman lagi di rumah ini.

Kalau Rita tak hamil, aku tak akan menikahi dirinya. Awalnya, aku hanya iba kepada wanita itu. Ia baru saja diceraikan suaminya.

Lampu hijau menyala, sepertinya cinta itu masih ada. Setiap aku keluar kota, Rita pasti menyusul dan menginap di kamarku.

Kucing mana yang tak tergoda jika, disodorkan ikan asin. Kala itu di hotel Bali.

"Aku masih cinta sama kamu. Gak bisa lupain kamu. Kamu cinta pertamaku. Izinkan aku menemanimu saat ini," ucapnya penuh rayuan yang tak bisa aku singkirkan.

Akhirnya, malam itu terjadilan pergumulan panas pertama kami. Entah mengapa aku terus saja kecanduan. Padahal, umur Rita lebih tua dari istriku. Tubuh Intan lebih mengoda dan mengiurkan dibandingkan dirinya.

Rita terus saja mendekatiku. Jika, berada jauh darinya aku tak rindu. Tapi, keadaan akan berubah terbalik kalau kami berdekatan. Akupun tak tahu.

Sore kemarin, ada Satgas yang mengantarkan obat dan makanan untuk kami. Mereka bilang obat itu adalah vitamin. Setiap hari aku harus meminumnya.

"Perbanyak makan buah dan sayuran, banyak istirahat tak boleh stress. Ingat jaga jarak walaupun, satu rumah."

Ucapan Satgas membuat Rita takut mendekatiku." Mas, kita tidur terpisah dulu. Kasihan bayinya," alasannya yang masuk akal.

Seharusnya malam panjang dan bulan madu kami lalui. Nyatanya, isolasi di rumah tanpa ada pelukan atau c*mbuan.

Hingga malam tiba, suasana kamar menjadi mencekam. Seperti ada mata yang menatapku di atas langit-langit. Antara terpejam dan tidak. Suara wanita mengusik pendengaran. Memanggil namaku dengan manja.

"Mas Ilham ...," bisiknya di telingaku.

"Mas Ilham, Ayo Sayang!"

Entah suara siapa aku tak bisa mengenalinya. Antara Rita dan Intan atau wanita lain.

Bayang-bayang ijab kabul terlintas di pikiranku. Aku menikahi seorang nenek-nenek dengan perut yang membuncit.

"Siapa kamu! Siapa!" ucapku menatapnya yang berada duduk disebelah. Wajah keriput menatap penuh dendam.

"Suamiku ...," panggilnya mesra. Deretan gigi berwarna hitam dan merah. Rasa jijik ingin mengeluarkan isi perut.

Ingin berlari ke kamar mandi namun, tubuhku tertahan seperti batu. Berat sekali hingga tak bisa terangkat.

Jantungku berdegup lebih kencang, tubuh menggigil, keringat mengalir di pelipis. Wanita lain yang berada di dekat pintu kamar mandi mendekatiku perlahan. Tangannya mengandeng seorang anak kecil. Wajahnya mirip anakku Bayu.

"Bayu ...," panggilku pelan.

Wajah Bayu mendongkak, tangannya menjulurkan sesuatu. Ia menyentuh tanganku agar menerimanya, melihat dua buah bola berwarna hitam di telapak tangan. Seperti sepasang bola mata yang terlepas dari tempatnya.

Menatap bola mata dengan dada turun naik. Kedua benda itu menghilang dengan sendirinya.

Bayu dan wanita itu tertawa seram.

Bulu kuduku langsung merinding. Seluruh tubuh tak dapat digerakkan. Wajah Bayu semakin dekat dan dekat. Air mata keluar dari wajahnya. Tiba-tiba ia menangis dan berkata," Papa jahat! Papa jahat!"

Napasku tersegal-segal mencari cela untuk bernapas. Bayu semakin mendekat dan memeluk leherku. Darah kental keluar dari kepalanya.

"Argh!"

Membuka mata dan bangkit dari tidur. Segera berlari keluar kamar membuka pintu dengan kasar.

"Rita! Rita! Buka pintunya!" Mengedor pintu kamar Rita. Entah sudah jam berapa sekarang.

Suara pintu terbuka, wajah Rita khas bangun tidur terlihat jelas. Segera menerobos masuk ke dalam.

"Aduh, Mas! Apa-apaan, Sih!" sungutnya kesal.

"Rit, ada hantu di kamar Mas," ucapku dengan suhu tubuh yang panas dingin.

"Hantu! Kamu ngaco, Mas. Gak ada hantu."

"Rit, aku tidur di sini, ya?"

"Gak bisa, Mas. Kita harus jaga jarak. Aku takut bayi yang di dalam kandunganku tertular."

"Rit, Mas mohon. Tolong!"

"Kamu kayak anak kecil saja. Sudah keluar sana!" usirnya tanpa berperasaan. Saat ini tubuhku mengigil ketakutan.

"Jangan usir, Mas! Mas takut!"

"Gak bisa, kamu tidur sama Rico saja. Aku ngantuk dan cape. Keluar Mas!"

Ia mendorong tubuhku keluar kamar dan mengunci pintu dari dalam. Aku melirik kiri kanan seperti ada yang memperhatikan.

Melangkahkan kaki turun ke bawah dengan sedikit berlari. Hingga tubuhku terjatuh serta mengelinding seperti bola. Rasa takut mengalahkan semuanya. Pergelangan kaki kanan terkilir. Berjalan tertatih-tatih menuju kamar dekat dapur.

"Rico! Rico!" Kugedor pintu dengan kasar. Suara ponsel di dalam terdengar. Rico belum tidur, mungkin sedang bermain game online.

Ia membuka pintu dengan tangan yang masih menekan layar ponsel." Apaa sih! Ganggu aja!" sungutnya kesal.

"Aku tidur sama kamu, ya?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Ah! Tidur bareng!"

Kuceritakan kejadian yang aku alami dari A hingga Z. Ia terkekeh seakan-akan menertawakanku.

"Ogah! Kasur gua kecil. Gua gak mau berbagi sama elu."

Mengintip dari balik tubuhnya. Rico tidur di kamar pembantu. Aku hanya memiliki empat kamar utama. Satu kamar milik Bayu, kamar itu terkunci rapat. Sisanya digunakan mertua dan istri baruku.

Hanya ada selembar kasur lantai kumuh. Mana bisa aku tidur seperti itu. Badanku pasti sakit semua.

Aku menghela napas panjang. Kuputuskan kembali ke kamar dengan membuka pintu kamar selebar-lebarnya.

Perasaan takut masih ada. Menutup tubuh dengan bedcover putih polos. Segera mengambil ponsel dan menghubungi Intan, istri pertamaku.

Cukup lama wanita itu tak menjawab panggilanku. Akhirnya, ia menjawabnya.

"Ada apa, Mas? Ini sudah malam." Suaranya terdengar serak-serak basah.

"Intan, Mas takut!"

Ia tertawa seakan-akan lelucon untuknya.

"Kamu, kok ketawa? Mas takut, banyak mahluk dari alam lain yang mengincar Mas."

"Kamu kayak anak kecil saja. Sudah malam aku ngantuk."

"Intan, temenin Mas. Kita video call, yuk! Seperti biasa, waktu kita LDR," bujukku. Ia pasti senang melakukan hal tersebut.

"Kamu yakin mau video call dengan aku?"

"Yakin dong. Kita ngobrol sampai tertidur seakan-akan kau ada di sisiku," rayuku agar ia menuruti keinginanku.

"Baiklah. Kalau itu maumu. Biar aku yang menghubungimu," tungkasnya.

"Iya, tapi jangan lama-lama."

"Oke."

Ia mematikan panggilanku. Hatiku terasa lega setidaknya aku bisa tidur di temani Intan.

Beberapa saat kemudian ia menghubungiku via video call. Segera mengeser ikon berwarna hijau dengan hati senang.

"Intan, Sayang. Kamu di mana?" Mataku mencari keberadaanya. Entah di kamar siapa, tempat itu terasa asing bagiku.

Sebuah penampakan yang mengagetkan. Tubuhnya tertutup kain putih dengan mata melotot membuat jantungku berdegup sepuluh kali lipat.

"Argh! Setan!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Diana Chaniago
hahaha rasain
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Ektra Part

    Aku menatap langit begitu cerah, begitu juga suasana pagi ini. Wanita berkebaya putih dengan hijab senada duduk di samping pria yang akan menghalalkannya. Suara bayi menangis berada di sampingku. Bayi itu milik Lisa. Lisa telah melahirkan seorang anak perempuan. Bayi mungil berwajah mirip dengan ibunya. "Mungkin dia haus," ucapku mengusap kepala mungil bayi berusia dua bulan..Wanita yang dipercaya menjaga anak Lisa segera mengambil susu dalam botol. Susu itu bukan susu kaleng atau susu sapi. Tetapi, susu asli dari ibunya langsung yang diambil dan disimpan dalam lemari pendingin. Bayi mungil itu langsung menyedot ASI dalam botol dot dengan cepat. "Kasihan, haus ya." Gemas sekali melihat anak itu. Kuusap perut yang semakin membesar. Sebentar lagi anak ini juga lahir. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Ijab kabul mulai di lontarkan. Mas Bro telah memenuhi keinginan Lisa. Ia telah belajar salat dan mengaji. Di hadapan Lisa melantunkan ayat suci Al-Quran. Lisa menerima Mas Bro se

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Dua

    Bab 142 "Mas ngapain di situ?" Aku menoleh ke arah belakang, Rita datang menghampiriku. Ia duduk di samping sambil ikut menikmati keindahan malam. "Bagus pemandangannya." "Tadi acaranya meriah banget, ya. Pengantinnya juga cantik dan serasi.""Iya, Intan selalu cantik," pujiku tanpa menyadari perkataan yang terlontar. "Oh, pantesan dari tadi kamu itu lihatin Intan terus ternyata belum move on!" Rita bertolak pinggang. Ia menjewer telingaku hingga hampir terlepas. "Aduh! Aduh! Sakit Rita!" "Kamu tadi bilang cantik." "Intan perempuan pasti cantik masa aku bilang ganteng. Gak lucu kan?" Rita melepaskan tarikannya dari telingaku. Aku mengusap pelan telinga yang kini terlihat memerah. "Kamu itu cemburu aja. Kamu juga cantik, kok. Gak kalah sama Intan." "Apanya cantik. Boro-boro beli skincare, serum atau pelembab. Pakai bedak sama lipstik aja sudah bersyukur." "Kamu gak pakai bedak juga masih cantik." "Gombal! Mana ada?" "Ada, buktinya kamu." Aku mencolek dagu Rita. Bagaimanap

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Satu

    Bab 141 Setelah aku menganti pakaian. Aku menghampiri putraku di dalam kamar. Jari mungil Bayu menari di atas buku gambar. Memberikan warna yang tepat dan sesuai. "Bayu sedang apa?" tanyaku lembut dan bersahabat. "Mewarnai," ucap anakku polos. Aku menatap hasil gambar anakku. Ia pandai menggambar dan melukis. Hobi baru saat ini. "Siapa yang mengajari kamu?" "Papa." Kuusap lembut surai anakku. Aroma shampo sejak dulu masih sama dan tak berubah. "Bayu, tadi dipanggil Om Rey kok begitu?" Aku mulai bertanya perlahan mungkin ada hubungannya dengan mimpi Bayu kala itu. Ia mengatakan kalau aku tak boleh menikah. "Om Rey akan ambil mama dari Bayu," ucap anakku polos. Tangannya tak berhenti mewarnai. Aku mengernyit heran, apakah ada orang yang berbicara hal tidak-tidak dengannya."Gak mungkin. Kamu anak Mama. Gak ada yang bisa memisahkan kita." Bayu duduk dan menyilangkan kaki. Tatapan polosnya membuatku semakin gemas. "Dulu Papa nikah lagi dan pergi meninggalkan Bayu. Ia memilih T

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh

    Bab 140 Kami mengikuti Om Leo bersama gadis muda. Ia tampak seperti anak kuliahan. Usianya sekitar dua puluh tahun. Om Leo tampak mengusap paha gadis yang mengenakan rok mini itu. Suara manja terdengar di bibirnya. Aku pastikan kalau hasrat Om Leo sedang naik. Mata yang pernah aku lihat ketika ia melihat bagian sensitifku. "Bagaimana aku makan makanan ini kalau pakai masker?" keluh Rey yang sejak tadi menatap makanannya. "Pindah duduk di sini. Mereka tak akan bisa melihat wajahmu." Rey mengikuti apa yang aku sarankan, pria itu makan dengan lahap. Aku mencegah kepalanya agar tak menoleh ke arah Om Leo. "Makan saja jangan tengok-tengok." "Calon istriku luar biasa," pujinya menatapku. Kami memilih duduk di dekat pot besar jadi tubuh Rey tertutup tanaman itu. Om Leo juga tak menyadari kehadiran kami di sini. Rey sudah selesai dengan makanannya. Aku meminta pelayan untuk membungkusnya saja. Segera membayar tagihan restauran dan bangkit dari duduk. "Papa masih di dalam kenapa kita

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Bab 139Kaki Rey sudah lebih baik, aku selalu menemaninya ke mana saja. Serly sudah pulang ke Indonesia. Sedangkan Tante Aura masih ada urusan di negara ini.Adel sudah kembali ke rumahnya. Aku bahagia melihat keadaan Bundanya Adel. Ia masih mengingatku tak seperti dulu. Ganggu jiwanya sudah sembuh. Adel dan Om Arga saling bekerja sama untuk merawatnya. Mereka Keluarga yang kompak apalagi On Arga mampu menjadi sosok ayah untuk Adel. "Kalau kita sudah menikah kamu mau anak berapa?" tanya Rey ketika kami berjalan-jalan ke taman. Suasana dan cuaca hari ini sangat mendukung kami untuk menikmati keindahan negara Singapura. Rey, masih mengunakan kursi roda. "Nikah aja belum sudah tanya mau anak berapa?" "Ya, namanya rencana masa depan. Jadi harus di perkirakan." "Memangnya kamu sanggup berapa?" Kehentikan langkah di depan air mancur. Aku berdiri tepat di hadapan Rey, kuangkat dagu ke arah pemuda itu. "Kamu mau ronde berapa?" godanya mengerlingkan mata. "Nakal!" Kujewer telinganya p

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Delapan

    Bab 138 Aku dan Serly telah berada di bandara Singapura. Reyhan dan teamnya berada di sini. Kami berjalan menuju hotel Reyhan. Sengaja aku tak menghubungi pria itu untuk memberikan sedikit surprise. Langkahku lebih cepat sebelumnya, Serly tampak kelelahan. "Haduh, pelan-pelan bisa gak si Bu Bos?" "Eh, ini udah pelan. Kamu aja pakai sepatu tinggi begitu. Apa gak lelah?" "Ini sepatu pemberian pacarku jadi aku pakai biar ia senang." "Dasar bucin. Kita ini jalan-jalan jauh bukan ke mall atau ke cafe." "Lebih bucin lagi terbang ke luar negeri demi sang kekasih." Aku hanya tertawa pelan, kita berdua memang sama-sama bucin. Kulangkahkan kaki memasuki sebuah hotel mewah. Hotel bintang lima memiliki keindahan yang tak bisa ditandingi. Pemandangan luar biasa bagi para wisatawan. Singapura memiliki ciri khas keindahan sendiri. "Kita akan ke mana?" tanya Serly mengandeng tanganku. "Kita ke kamar hotelnya.""Memang kamu tahu tempatnya?" "Ya ampun, tentu saja tahu. Ayo kita tanya resep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status