Share

Lima

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-21 09:40:06

Aku tertawa melihat tingkah bar-baran Adel, setidaknya itu bisa memberi hiburan untukku. Hati yang telah dikhianati oleh lelaki yang kucinta.

"Untuk sementara, aku tinggal di rumahmu, Del. Boleh tidak?" pintaku memohon.

"Wah, tentu boleh. Pasti Bundaku senang."

"Terima kasih, Del." Memeluk tubuh sahabatku yang selalu ada suka dan duka.

"No problem," ucapnya. Ia keluar ruanganku melambaikan tangannya.

Menatap surat yang telah ditanda tangani almarhum papa dan suamiku. Sebenarnya apa yang terjadi antara mereka. Perjanjian antara mereka atau papa punya rahasia tersembunyi.

***

Suara dering ponsel menghentikan tanganku yang menempel di keyboard laptop. Menyungingkan senyum. Di layar pipihku tertera nama suamiku. Sepertinya harus aku ganti nama kontaknya.

"Halo, Mas!" sapaku.

"Intan, kamu di mana Sayang. Kok belum pulang?"

"Aku lagi di salon Mas. Ada apa?"

"Mas ... Mas ... sedang isolasi mandiri," ucapnya terbata-bata.

"Ya ampun, Mas! Kok bisa!" Berpura-pura terkejut.

"Salah satu tamu ada yang positif. Jadi, kami semua harus tinggal di dalam."

"Aduh, kasihan banget kamu, Mas. Padahal, hari bahagiamu. Nanti dua minggu lagi baru aku pulang."

"Tapi kalau kamu mau pulang ya pulang saja."

Dia masih kekeh dengan pendiriannya. Hadeh, tak memikirkan perasaan dan kesehatanku terlihat sekali egoisnya.

Tok! tok! tok!

"Mas suara apa itu berisik sekali?"

"I-itu kakaknya Rita, Riko," jelasnya.

Segera kubuka cctv mini yang berada di rumah. Riko sedang berusaha membobol teralis besi jendela. Mana bisa hancur mengunakan pisau dapur. Aku tertawa melihat raut wajah mereka. Tante Vivi terus saja berbicara.

"Intan, kamu kenapa?"

"Enggak Mas. Ini pelangan salon potongan rambutnya lucu."

"Oh, Kamu bisa gak kirimin makanan ke mari?" tanyanya dengan hati-hati.

"Makanan! Suruh saja mereka masak. Lagian ada sisa lauk dari acara kalian. Tinggal hangatin aja. Di kulkas juga ada stok makanan sisa kemarin. Jangan boros! Belajarlah hemat!" sungutku kesal. Enak saja dia bilang bawa makanan.

"Tapi ...."

"Sudahlah Mas! Aku mau pergi lagi, sudah selesai ini. Bye!" Tak kuhiraukan ucapannya.

Aku hanya tertawa melihat layar datar di depanku. Mereka seperti burung yang dikurung dalam sangkar. Rasakan kalian sudah membangunkan macan tidur. Segera kuambil benda pipih kesayangan, mengirim pesan kepada anak buahku.

[Kirim obatnya ke mereka. Ingat kamu harus memberi nama disetiap bungkusnya. Jangan sampai salah!]

[Siap, Bos. Obat akan kami antar]

***

"Del, ada bunda gak, sih?" tanyaku di dalam mobil. Aku menumpang mobil Adel. Punyaku sendiri ditinggal di kantor.

"Ada. Malah rame."

"Rame! Kamu kenapa gak bilang. Kalau begitu aku nginep aja di apartemen Cheri," sungutku kesal. Aku malu kalau suasana ramai.

"Duh, Bos. Santai aja, sih! Lebih baik kamu nikmati saja. Ayo keluar!"

Membuka pintu mobil dan mengambil barang-barangku. Aku terdiam menatap tiga mobil di halaman rumah Adel. Dua mobil milik kakaknya Adel yang berada di luar kota.

"Del, itu mobil siapa? Kayaknya aku kenal."

"Nanti juga tahu." Adel membuka pintu dan mengucapkan salam. Kami juga mencuci tangan dengan air mengalir sebelum masuk.

Aku mengekori Adel dari belakang. Menelusuri ruangan rumah Adel yang terlihat sederhana namun, luas. Kami berjalan ke ruang makan. Suara tawa terdengar di sana. Sepertinya, mereka sedang makan.

"Bunda, Aku pulang!" teriaknya memeluk wanita yang sedang duduk di kursi meja makan.

"Anak Bunda. Ayo makan!"

"Bunda, apa kabar?" sapaku ramah. Aku menangkupkan tangan di dada. Sejak corona merajalela kami tak berjabat tangan.

"Wah, Intan. Apa kabar, Sayang? Tambah cantik saja," pujinya.

"Bunda bisa aja. Bunda juga tambah cantik dan ramping."

Aku menegur tiap orang yang berada di meja itu. Menatap wajah tak asing lagi. Aku masih mengingatnya. Wajahnya masih dingin dan tak bersahabat.

Menarik kursi tepat di hadapannya. Ia acuh kepadaku. Mengambil piring dan menyendokkan nasi beserta lauknya.

"Del, kamu kok gak bilang kalau ada manusia salju," gerutuku kesal. Kami berada di dalam kamar. Selama di meja makan, makanan terasa hambar.

"Mana aku tahu. Biasanya gak ikut." Adel memainkan layar ponselnya." Lebih baik tidur aja!" Ia menutup tubuhnya dengan selimut tebal.

Mataku rasanya sulit terpejam. Kurebahkan tubuh memungungi Adel. Mata ini tak bisa terpejam. Lebih baik keluar mencari angin segar. Jam menunjukkan pukul sebelas.

Perlahan membuka pintu kamar agar tak menganggu orang lain. Menuruni anak tangga perlahan. Suara seseorang di ruang tamu terdengar sedang berbicara di telepon.

Aku menghampirinya dengan berjalan pelan.

Deg!

Sepertinya ia menyebut nama Ilham dan Rita. Apa itu nama suami dan maduku?

Aku penasaran dengan pemilik suara itu. Siapa dia? Kumelangkah ke arah ruang tamu. Rasa penasaran yang mengebu.

"Kamu ngapain ke sini?"

"Eh ... aku ...."

Entah sopan atau tidak aku mendengar percakapan mereka. Percakapan yang membuat hatiku sesak tanpa cela.

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Ektra Part

    Aku menatap langit begitu cerah, begitu juga suasana pagi ini. Wanita berkebaya putih dengan hijab senada duduk di samping pria yang akan menghalalkannya. Suara bayi menangis berada di sampingku. Bayi itu milik Lisa. Lisa telah melahirkan seorang anak perempuan. Bayi mungil berwajah mirip dengan ibunya. "Mungkin dia haus," ucapku mengusap kepala mungil bayi berusia dua bulan..Wanita yang dipercaya menjaga anak Lisa segera mengambil susu dalam botol. Susu itu bukan susu kaleng atau susu sapi. Tetapi, susu asli dari ibunya langsung yang diambil dan disimpan dalam lemari pendingin. Bayi mungil itu langsung menyedot ASI dalam botol dot dengan cepat. "Kasihan, haus ya." Gemas sekali melihat anak itu. Kuusap perut yang semakin membesar. Sebentar lagi anak ini juga lahir. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Ijab kabul mulai di lontarkan. Mas Bro telah memenuhi keinginan Lisa. Ia telah belajar salat dan mengaji. Di hadapan Lisa melantunkan ayat suci Al-Quran. Lisa menerima Mas Bro se

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Dua

    Bab 142 "Mas ngapain di situ?" Aku menoleh ke arah belakang, Rita datang menghampiriku. Ia duduk di samping sambil ikut menikmati keindahan malam. "Bagus pemandangannya." "Tadi acaranya meriah banget, ya. Pengantinnya juga cantik dan serasi.""Iya, Intan selalu cantik," pujiku tanpa menyadari perkataan yang terlontar. "Oh, pantesan dari tadi kamu itu lihatin Intan terus ternyata belum move on!" Rita bertolak pinggang. Ia menjewer telingaku hingga hampir terlepas. "Aduh! Aduh! Sakit Rita!" "Kamu tadi bilang cantik." "Intan perempuan pasti cantik masa aku bilang ganteng. Gak lucu kan?" Rita melepaskan tarikannya dari telingaku. Aku mengusap pelan telinga yang kini terlihat memerah. "Kamu itu cemburu aja. Kamu juga cantik, kok. Gak kalah sama Intan." "Apanya cantik. Boro-boro beli skincare, serum atau pelembab. Pakai bedak sama lipstik aja sudah bersyukur." "Kamu gak pakai bedak juga masih cantik." "Gombal! Mana ada?" "Ada, buktinya kamu." Aku mencolek dagu Rita. Bagaimanap

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh Satu

    Bab 141 Setelah aku menganti pakaian. Aku menghampiri putraku di dalam kamar. Jari mungil Bayu menari di atas buku gambar. Memberikan warna yang tepat dan sesuai. "Bayu sedang apa?" tanyaku lembut dan bersahabat. "Mewarnai," ucap anakku polos. Aku menatap hasil gambar anakku. Ia pandai menggambar dan melukis. Hobi baru saat ini. "Siapa yang mengajari kamu?" "Papa." Kuusap lembut surai anakku. Aroma shampo sejak dulu masih sama dan tak berubah. "Bayu, tadi dipanggil Om Rey kok begitu?" Aku mulai bertanya perlahan mungkin ada hubungannya dengan mimpi Bayu kala itu. Ia mengatakan kalau aku tak boleh menikah. "Om Rey akan ambil mama dari Bayu," ucap anakku polos. Tangannya tak berhenti mewarnai. Aku mengernyit heran, apakah ada orang yang berbicara hal tidak-tidak dengannya."Gak mungkin. Kamu anak Mama. Gak ada yang bisa memisahkan kita." Bayu duduk dan menyilangkan kaki. Tatapan polosnya membuatku semakin gemas. "Dulu Papa nikah lagi dan pergi meninggalkan Bayu. Ia memilih T

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Empat Puluh

    Bab 140 Kami mengikuti Om Leo bersama gadis muda. Ia tampak seperti anak kuliahan. Usianya sekitar dua puluh tahun. Om Leo tampak mengusap paha gadis yang mengenakan rok mini itu. Suara manja terdengar di bibirnya. Aku pastikan kalau hasrat Om Leo sedang naik. Mata yang pernah aku lihat ketika ia melihat bagian sensitifku. "Bagaimana aku makan makanan ini kalau pakai masker?" keluh Rey yang sejak tadi menatap makanannya. "Pindah duduk di sini. Mereka tak akan bisa melihat wajahmu." Rey mengikuti apa yang aku sarankan, pria itu makan dengan lahap. Aku mencegah kepalanya agar tak menoleh ke arah Om Leo. "Makan saja jangan tengok-tengok." "Calon istriku luar biasa," pujinya menatapku. Kami memilih duduk di dekat pot besar jadi tubuh Rey tertutup tanaman itu. Om Leo juga tak menyadari kehadiran kami di sini. Rey sudah selesai dengan makanannya. Aku meminta pelayan untuk membungkusnya saja. Segera membayar tagihan restauran dan bangkit dari duduk. "Papa masih di dalam kenapa kita

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Bab 139Kaki Rey sudah lebih baik, aku selalu menemaninya ke mana saja. Serly sudah pulang ke Indonesia. Sedangkan Tante Aura masih ada urusan di negara ini.Adel sudah kembali ke rumahnya. Aku bahagia melihat keadaan Bundanya Adel. Ia masih mengingatku tak seperti dulu. Ganggu jiwanya sudah sembuh. Adel dan Om Arga saling bekerja sama untuk merawatnya. Mereka Keluarga yang kompak apalagi On Arga mampu menjadi sosok ayah untuk Adel. "Kalau kita sudah menikah kamu mau anak berapa?" tanya Rey ketika kami berjalan-jalan ke taman. Suasana dan cuaca hari ini sangat mendukung kami untuk menikmati keindahan negara Singapura. Rey, masih mengunakan kursi roda. "Nikah aja belum sudah tanya mau anak berapa?" "Ya, namanya rencana masa depan. Jadi harus di perkirakan." "Memangnya kamu sanggup berapa?" Kehentikan langkah di depan air mancur. Aku berdiri tepat di hadapan Rey, kuangkat dagu ke arah pemuda itu. "Kamu mau ronde berapa?" godanya mengerlingkan mata. "Nakal!" Kujewer telinganya p

  • Hadiah Terindah Di Pernikahan Kedua Suami   Seratus Tiga Puluh Delapan

    Bab 138 Aku dan Serly telah berada di bandara Singapura. Reyhan dan teamnya berada di sini. Kami berjalan menuju hotel Reyhan. Sengaja aku tak menghubungi pria itu untuk memberikan sedikit surprise. Langkahku lebih cepat sebelumnya, Serly tampak kelelahan. "Haduh, pelan-pelan bisa gak si Bu Bos?" "Eh, ini udah pelan. Kamu aja pakai sepatu tinggi begitu. Apa gak lelah?" "Ini sepatu pemberian pacarku jadi aku pakai biar ia senang." "Dasar bucin. Kita ini jalan-jalan jauh bukan ke mall atau ke cafe." "Lebih bucin lagi terbang ke luar negeri demi sang kekasih." Aku hanya tertawa pelan, kita berdua memang sama-sama bucin. Kulangkahkan kaki memasuki sebuah hotel mewah. Hotel bintang lima memiliki keindahan yang tak bisa ditandingi. Pemandangan luar biasa bagi para wisatawan. Singapura memiliki ciri khas keindahan sendiri. "Kita akan ke mana?" tanya Serly mengandeng tanganku. "Kita ke kamar hotelnya.""Memang kamu tahu tempatnya?" "Ya ampun, tentu saja tahu. Ayo kita tanya resep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status