Sandi terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Lia menatap dia dengan marah tak terasa air matanya terjatuh. Dia yang begitu mencintai Sandi tak menyangka Sandi akan begitu kejam memperlakukannya. Beberapa saat kemudian Sandi menatap Lia dan menunduk kembali'." Maafkan aku Lia...."Sandi menangis. "Aku memang sudah sangat kejam, kamu tidak pantas memaafkan aku." "Sejujurnya aku sangat mencintai kamu. Aku tidak pernah bohong dengan ini. Sejak mengenal kamu di bangku SMA dulu perasaan ku tak pernah berubah. Tapi rasa cinta ku itu terkadang berubah menjadi benci bila ingat gara-gara laporan palsu mu aku masuk penjara.... masa depanku hancur, aku yang dulu ingin menjadi pilot harus menjadi preman. Di penjara aku selalu disiksa dan kalau diluar penjara tidak ada yang mau terima aku bekerja, hal itulah yang membuat aku menjadi preman.." "Tapi apakah siksaan yang kamu berikan membuat kamu puas..?" Lia menatap tajam. "Aku sangat menyesal, aku pun tidak tahu mengapa aku seperti keseta
Gandi dan Sandi tak bosan-bosan bertanya ke setiap orang yang ada di terminal itu, hingga akhirnya bertanya pada Bang Naga. "Bang, pernah lihat anak ini?" Sandi menunjukkan foto Doni dan Dani yang sedang memeluk Lia. Bang Naga lama menatap foto itu, hatinya sangat berat untuk jujur mengatakan bahwa anak-anak itu ada bersamanya, tapi melihat Lia ibu dari anak-anak itu dia sungguh tak tega. " Gimana bang? pernah lihat?" Bang Naga masih diam. Sandi dan Gandi tidak berani memaksa Bang Naga menjawab karena di terminal ini Bang Naga dikenal sebagai orang yang tegas dan disegani oleh para supir. Dia dikenal jujur dan baik hati. " Saya memang pernah melihat mereka, tapi saya gak tahu mereka kemana" Bang Naga menunduk, dia yang tak biasa berbohong tak berani menatap Sandi dan Ganda. "Kalau boleh tahu bang, dimana Abang melihat mereka?" Sandi bertanya. " Disekitar sini, cuma saya gak terlalu perhatikan sehingga saya gak tahu mereka kemana" Bang Naga kembali berbohong. Dia juga sudah sena
Kehadiran Irwan memberi warna baru buat kehidupan Lia. Walaupun dia masih resah, kabar baik dari anak-anaknya belum juga ada. Lia sedang mendapat telpon dari Sandi tentang kabar anak-anaknya yang kemungkinan ada di kota M, karena dari cerita seorang pemilik warung lintas sumatera dia melihat Doni dan Dani masuk ke sebuah bus tujuan kota M. Lia terlihat bersemangat."Baiklah mas, tolong segera dicari. Saya mau kamu segera menemukan nya" Irwan tiba-tiba masuk dan duduk dengan santai memandang Lia. Lia hanya melihat sekilas dan melanjutkan ngobrol dengan Sandi. "Iya mas, kamu segera kesini. Kalau memang mereka ada disini, harus segera ditemukan" Lia mengakhiri pembicaraan dengan Sandi. Lia menatap Irwan dengan jutek."Ada apa kamu kesini?" Irwan tersenyum manis. "Aku rindu" Lia kaget dengan jawaban Irwan. "Tolong kamu keluar dari sini sekarang, aku sedang ada pekerjaan penting" Lia mengambil berkas yang ada dihadapannya. Dia berharap Irwan pergi, terus terang hatinya terasa berdeb
Beberapa hari dipinggir danau Toba itu sangat menyenangkan, Lia seperti mendapatkan semangat baru. Di pagi yang sejuk dia berenang ditemani Irwan., mereka akan mengambil ikan di keramba dan membakarnya dipinggir danau. Betapa hidup ini indah tanpa beban.Mereka sudah 2 hari di danau dan ini adalah malam terakhir mereka akan tidur disini, mereka sedang membuat api unggun dan Irwan sedang bergitar sambil bernyanyi, Lia hanya menatap api unggun dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa Lia..? apa yang kamu pikirkan" Irwan bertanya yang menyadari Lia yang Dian dari tadi."Aku mau menagih janji kamu mas..?" Lia menatap Irwan, Irwan yang melihat Lia serius meletakkan gitar nya dan duduk dengan baik di kursi. "Iya Lia, maaf aku terlena dengan kebahagiaan ini hingga lupa dengan yang sudah aku janjikan."Irwan menatap Lia dengan serius. "Kamu mungkin sudah lupa dengan aku teman masa kecilmu, ketika kita kecil orang tua kita sudah menjodohkan kita. Aku memang dari kecil sudah menyaya
Lia menunggu Sandi dengan tidak sabar, 10 menit kemudian Sandi datang bersama Gandi. Setelah mereka duduk, Lia langsung bertanya. "Jadi dimana anak-anak ku?""Ya Lia, kami sudah menemukan informasi yang sangat penting, anak-anak itu ada dikota ini. Dan dari cerita orang itu anak-anak itu terlihat sudah sekolah dikota ini. Ini beberapa foto yang mereka tunjukkan. Kami ingin memastikan apakah mereka benar-benar Doni dan Dani. Kalau mereka Doni dan Dani maka hari ini juga kami akan mendatangi sekolah mereka." Sandi menyerahkan beberapa foto Doni dan Dani kepada Lia. Lia yang melihat Doni dan Dani sedang memakai pakaian sekolah begitu bahagia."Iya, betul mereka anak-anakku. Mereka terlihat bahagia. Terimakasih Tuhan ternyata anakku bersama dengan orang yang baik" Lia terharu memeluk foto itu. "Segera bawa mereka pulang Mas, berikan apapun yang diminta oleh yang telah mengurus anakku dengan baik " "Baiklah, kami segera berangkat "Sandi dan Gandi bergegas pergi. Lia yang ditinggal men
Satu jam kemudian sampailah mereka disebuah komplek perumahan mewah, Doni dan Dani melihat rumah-rumah yang terlihat begitu indah. Rumah yang selama ini hanya bisa mereka dilihat melalui televisi. "Bagus - bagus ya bang rumah disini. Entah kapan kita bisa masuk kerumah yang bagus itu" Dani memandang sebuah rumah yang sangat indah dan megah. "Kalau nanti kita sudah sukses mungkin kita bisa buatkan rumah seindah itu dek" Doni pun kagum dengan keindahan rumah itu.Mobil masih terus melaju melewati rumah yang makin lama semakin indah dan mewah. Bang Naga dan Mak Naga pun memandang dengan kagum. "Seandainya mereka sudah melihat rumah ibunya, maka rumah-rumah ini akan terlihat biasa saja" Gandi berbicara dalam hati. Dia tersenyum melihat kebahagiaan anak-anak itu. Mereka pun memasuki sebuah gapura yang dijaga oleh beberapa satpam, setelah melapor mereka diijinkan masuk. Mobil itu melewati taman yang begitu indah, ditanami oleh berbagai macam pohon buah-buahan, bunga-bunga yang indah. D
Hari-hari Lia sekarang penuh warna, dia sangat bahagia dapat berkumpul kembali dengan anak-anaknya. Mereka bertiga selalu bersama, bahkan tidur pun anak-anak lebih sering di kamar Lia. Seperti malam ini, setelah makan malam mereka bercengkrama di kamar Lia. Saling bercanda. "Sebaiknya kita tidur, udah larut malam ini" Lia menghentikan anak-anak yang sedang tertawa riang. Dini yang enggan berpisah mendorong Doni. "Abang, pergilah kekamar Abang, disini perempuan semua" Dini mendorong Doni keluar "Gak mau, Abang mau disini sama ibu, iya kan Bu" Doni memegang tangan Lia, Lia hanya tertawa melihat anak-anak nya yang begitu lucu. "Sudah nak, sekarang sudah malam. Besok kalian sekolah ibu juga harus kerja. Kita semua harus tidur jadi semua masuk kamar masing-masing" "Ih ibu, aku mau tidur sama ibu" Dini merenggut."Aku juga mau tidur disini sama ibu" Doni menimpali"Gak- gak, kalau kita disini semua bakal gak tidur -tidur., jadi semua tidur dikamar masing-masing " Lia pura-pura marah.
POV LiaAku sudah berusaha melupakan mas Irwan, melupakan rasa rindu yang semakin bergelora. Aku berusaha melupakan kenangan bersamanya. Telpon terakhirnya benar-benar membuat hatiku melompat bahagia, rasanya ingin memeluk nya dan mengatakan bahwa aku sangat merindukannya, tapi yang kulakukan malah sebaliknya, aku berbicara dengan ketus dan dengan segera menghentikan pembicaraan. Aku merindukan sekaligus sangat membencinya. Dia sudah tega mengabaikan aku, lupa mengabari ku. "Apakah rasa cinta yang dulu dia ucapkan telah hilang ,?Apakah sudah ada wanita lain yang mengisi hari -harinya?" Begitu banyak pertanyaan yang hanya bisa kusimpan dalam hati. Aku tak punya keberanian untuk menanyakannya. "Bu, ada pak Sandi yang mau bertemu" Sekretarisku Tiara tiba-tiba ada di depanku. Aku rupanya tidak mendengar panggilan nya dari tadi. "Oh ...iya. Suruh masuk saja" Kataku gugup. Mas Sandi masuk, dia terlihat sudah lebih gemuk dari terakhir kami berjumpa. Tubuhnya lebih berisi dan nampak sem