Share

"Anggap dia sebagai adikmu."

“Aku tidak mau dimadu mas.”

Setelah mengatakan itu, Lina bergegas mengepak pakaiannya dan juga pakaian Fahmi anaknya ke dalam koper.

Tumpukan pakaian yang terlipat rapi dia keluarkan dari lemari kayu jati 3 pintu, sesudah dia mengambil koper di atas lemari itu.

"Apa yang kamu lakukan? Kau mau pergi ke mana?"

Zaky yang awalnya hanya menatapnya dengan tatapan bingung segera bergegas menghentikan Lina, dia mengeluarkan pakaian yang Lina masukkan ke dalam koper lalu menyingkirkan koper itu sebelum Lina bisa memberontak.

"Sudah kubilang aku tidak mau dimadu, jadi jangan hentikan aku, aku bisa hidup sendiri tanpa mas."

"Maafkan aku Lin, tapi mas tetap harus menikahi Nanda."

Air mata Lina bercucuran mendengar pernyataan suaminya itu, hatinya semakin sakit dan hancur, dengan suara yang lemah Lina kembali berucap.

"Mas, Jika kau masih tetap mau menikahi wanita itu, ceraikan aku, aku tidak sudi harus tinggal satu atap dengannya!"

Nanda yang masih duduk di ruang tamu sendirian mendengar semuanya, kedua tangannya tergenggam erat dan giginya bergemeletuk menahan emosi.

"Huwaa," tangis terdengar dari Fahmi.

Fahmi terbangun mendengar pertengkaran keduanya. Segera Lina menggendong dan merangkulnya sambil mengayunkan tubuh putranya seolah menenangkannya, setelah beberapa saat anaknya kembali tertidur.

Lina dengan hati-hati meletakkan Fahmi di atas kasur.

"Lin, aku mohon maafkan aku, aku tidak bisa hidup tanpamu," suara pelan Zaky menatap memohon pada Lina setelah menidurkan Fahmi.

"Ayo keluar dulu mas, jangan membuat Fahmi menangis," ajak Lina.

Lina berjalan keluar, diikuti Zaky di belakangnya, dia kaget melihat Nanda yang berdiri dari kejauhan menatapnya dengan penuh amarah.

Wanita itu bersikap seolah-olah dia korbannya, padahal korban yang seharusnya adalah Lina.

"Pokoknya mas Zaky harus menikahiku! Aku tidak ingin melahirkan dan membesarkan anak tanpa seorang ayah! Mas Zaky yang sudah menghamiliku jadi dia harus bertanggung jawab"

Sambil memegang perutnya Nanda berteriak dengan suara cukup sedih saat Lina sudah berada cukup dekat dari posisi dia berdiri. Dia mengingat janji pernikahan yang diucapkan Zaky padanya, juga perkataan Zaky yang mengatakan bahwa istrinya akan menyetujuinya, sampai akhirnya dia mau diajak ke rumah Zaky, tapi setelah mendengar pertengkaran keduanya, Nanda tahu bahwa Zaky tidak memiliki kendali apa pun atas istrinya, dia menjadi marah dan takut jika Zaky tidak jadi menikahinya dan dia harus kembali.

"Kamu sungguh tidak tahu diri, kamu juga salah, bagaimana bisa kamu  menggoda suami orang? Apa kamu tidak punya hati?"

Lina mendekat, dan memaki tepat di depan wajah Nanda.

"Aku tidak tahu kalau mas Zaky sudah punya istri, mas Zaky lah yang sudah membohongiku, dia memanfaatkanku, meminta uang padaku setiap dia butuh, aku bahkan sudah mengirim uang puluhan juta yang diminta mas Zaky yang katanya untuk membuka usaha."

Lina syok mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Nanda, dia tidak percaya suaminya bisa melakukan itu, tubuhnya berbalik dan menatap suaminya yang tepat di belakangnya.

"Apa yang dia katakan itu benar mas?"

Zaky terdiam, tidak menjawab pertanyaan Lina, tatapannya tertuju pada Nanda, seolah menyuruhnya untuk tutup mulut.

"Aku bekerja jauh-jauh ke luar negeri tapi uangku habis kuberikan pada mas Zaky," suara Nanda sesenggukan, tangannya yang kecil mengusap air matanya.

Lina tiba-tiba teringat saat suaminya melunasi hutangnya, dan memberinya banyak uang untuk berbelanja makanan enak, juga membeli mainan banyak untuk Fahmi, padahal saat itu Zaky sudah menganggur lama dan tidak ada penghasilan apa pun.

Saat itu Lina sudah curiga, namun Zaky meyakinkannya dengan mengatakan bahwa uang itu adalah tabungannya yang sengaja dia simpan jika sewaktu-waktu membutuhkannya, Jadi saat itu dia menghilangkan kecurigaannya.

"Mas, apa benar apa yang dia katakan? Jangan diam saja, katakan yang sebenarnya."

"Maaf Lin, aku terpaksa melakukannya."

Tanpa penjelasan lebih detail Lina sudah paham apa maksud suaminya, hati Lina terguncang, tubuhnya menjadi semakin lemas, dia terduduk tak berdaya memikirkan semuanya, hatinya sudah sakit karena di khianati ditambah lagi kelakuan suaminya yang tidak tahu malu.

Kini Lina mulai kasihan pada Nanda setelah mendengar ceritanya, dia juga merasa malu mengingat dia juga menikmati uang milik Nanda yang dia dapatkan dari suaminya.

Lina bingung, apakah dia harus bertahan? Tapi dia tidak mau dipoligami, dan dia juga tidak tega melihat Nanda, dia melirik Nanda yang masih menangis dan menjadi semakin kasihan padanya. Dia ingin menceraikan suaminya tapi dia masih sangat mencintai suaminya, dia juga tidak ingin melihat putranya, Fahmi tumbuh tanpa seorang ayah.

"Lin, kamu baik-baik saja?"

Zaky duduk di samping Lina menggenggam tangan Lina dengan erat, wajahnya memperlihatkan banyak penyesalan, melihat itu membuat Lina sedikit luluh. Sementara tanpa keduanya ketahui Nanda terlihat kesal melihat tindakan Zaky pada Lina.

"Apakah mbak Hesti sudah tahu?"

Lina mendongak, melihat wajah suaminya.

Zaky menganggukkan kepalanya dengan ekspresi agak malu, sementara Lina menatapnya kesal dan kecewa, karena lagi-lagi dia dikalahkan oleh kakaknya.

Hal yang sebenarnya, sebelum Zaky pulang ke rumahnya dan menemui Lina, dia lebih dulu menemui kakaknya Hesti. Baginya Hesti lebih penting di atas segalanya.

Zaky sudah menganggap Hesti layaknya ibu, baginya kakaknya lah yang berperan penting dalam hidupnya, jadi dia perlu meminta izin pada kakaknya lebih dulu dibanding istrinya.

Sebenarnya dia dan Nanda sudah tiba tengah malam, dia langsung menuju   rumah kakaknya, mengenalkan Nanda dan menceritakan semuanya pada Hesti, awalnya Hesti marah besar dan menolak permintaannya, Namun bujukan Zaky yang sampai bersujud pada Hesti, membuat Hesti pada akhirnya luluh dan menyetujui permintaan Zaky menikahi Nanda.

"Jadi gimana tanggapan mbak Hesti? mbak Hesti menyetujuinya?"

"Iya, embak sudah setuju."

Mendengar jawaban Zaky membuat Lina semakin putus asa, tidak ada celah baginya untuk mencegah pernikahan keduanya jadi jalan satu-satunya dia harus mengikhlaskan, dan mencoba menerima semuanya, atau menceraikan suaminya.

"Lin, aku mohon, ayo kita hidup sama-sama, aku janji akan bersikap adil pada kalian, tidak akan ada berat sebelah, aku tidak mau kehilangan kamu dan juga Fahmi anak kita, apa kau tega membuat Fahmi hidup tanpa sosok ayah dariku? Aku juga berjanji akan bekerja lebih keras lagi jadi tolong tetap disisiku, dan anggap Nanda sebagai adikmu."

Dengan masih menggenggam erat kedua tangan Lina, Zaky bersimpuh di pangkuan Lina dengan bercucuran air mata.

Lina ikut menangis menyaksikan suaminya, dia mengusap air mata Zaky dengan kedua tangannya, hatinya tiba-tiba menjadi luluh melihat suaminya seperti itu, sosok suami yang selama ini dia kenal kuat dan tidak pernah mengeluh bahkan sampai menangis, bersimpuh dengan air mata mengalir di pangkuannya, rasanya amarah dan rasa benci pada suaminya menjadi menghilang begitu saja tanpa dia sadari.

"Baiklah mas, aku akan mencoba ikhlas mas, silakan mas menikahinya tapi mas harus bisa pegang janji-janji mas."

Lina mengusap lembut pada punggung Zaky yang masih menangis dalam pangkuannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status