Share

Suami Baru?

last update Last Updated: 2022-06-18 19:48:37

Hajatan Tetangga

#Tetangga_tak_tahu_kami_kaya

Part 2.

Sepanjang malam pesta itu terus berlangsung, hingar bingar suara musik memekakkan telinga. Aku sudah berharap pestanya usai setelah jam dua belas. Karena memang seperti itulah biasanya. Akan tetapi musik terus berlanjut sampai jam tiga dini hari, mereka yang pesta, aku terpaksa ikut begadang. 

Pagi harinya, ketika aku hendak menyiram bunga yang ada di halaman. Aku terkejut, bungaku berantakan. Bunga keladi yang kuambil dari hutan kini sudah mati, padahal sudah sebulan aku merawatnya, mulai dari umbi sampai berdaun. Botol minuman keras berserakan di halaman rumah. Piring dan gelas kotor juga banyak. 

Ya, Tuhan, gini amat punya tetangga, sudahlah pestanya tak diundang, sampahnya pula dibagi. Aku sudah tak tahan, darahku naik sampai ke ubun-ubun. Kudatangi rumah mereka. 

"Assalamu'alaikum," kataku seraya menggedor pintu. Tak ada sahutan, kugedor lebih keras lagi, hingga akhirnya pintu terbuka. Dari balik pintu muncul seorang pemuda. 

"Ada apa, Ya, Bu, bapak sama ibu tidak ada, mereka tidur di tempat saudara," kata pemuda itu sopan. 

"Kau pengantin baru itu?" tanyaku. 

'Iya, Bu," jawabnya seraya menunduk sopan. 

Ini anak pasti baru saja malam pertama, memang di daerah kami begitu kebiasaan, bila pesta usai, seluruh penghuni rumah tidur menumpang di rumah lain, tinggal pengantin berdua di rumah. Untuk memberi keleluasaan bagi mereka melaksanakan malam pertama. 

Aku jadi tak sampai hati mengatakan soal bungaku yang rusak dan sampah yang berserakan, dia pasti tak tahu, apa-apa. 

"Ada apa ya, Bu?" tanyanya lagi. Anak ini sangat sopan, tidak seperti mertuanya. 

"Itu, tolong kasih tahu mertuamu piring banyak di sana," kataku akhirnya seraya menunjuk halaman rumah. 

"Oh, ya, Bu, maaf, segera kubersihkan," kata pemuda itu seraya keluar rumah. 

Di luar dugaan dia bersihkan semua halaman rumahku, sambil berulangkali meminta maaf. Akan tetapi ketika dia sibuk menyapu halamanku, Bu Bondan dan Pak Bondan datang. 

"Hei, ngapainn kau surah-surah menantuku, dasar tetangga gak tau diri," kata Bu Bondan. 

"Gak ada kusuruh ya, itu kemauan dia sendiri," jawabku kemudian. 

"Gak ada memang otak kau, orang baru pengantin baru, kau suruh pula nyapu halamanmu, aku aja mertuanya gak suruh dia," Pak Bondan ikut bicara. 

"O, ya, kebetulan kalian di sini, aku minta ganti rugi, bungaku mati," kataku seraya menunjuk keladi yang sudah mati. 

"Memangnya ada kuinjak bungamu?" kata Bu Bondan. 

"Memang bukan kau, tapi tamumu," jawabku. 

"Ya, sudah, sana minta ganti rugi ke tamuku," kata Bu Bondan. 

Aku benar-benar emosi dibuatnya, tetangga ini memang harus diberi pelajaran, untunglah suami keluar rumah. 

'Udah, Mah, malu ribut, biar saja," kata suami seraya menarik tanganku. 

Aku akhirnya masuk rumah dengan perasaan dongkol. 

"Tunggu saja ya, biar diusir kalian dari sini," masih kudengar ocehan tetangga itu, akan tetapi aku tak membalasnya lagi, karena suami terus saja menenangkanku. 

Ternyata tetanggaku itu serius, dia mengumpulkan tanda tangan warga komplek supaya kami diusir dari tempat itu.

"Semua orang bayar, masa orang itu sendiri gratis," begitu alasan tetangga itu untuk mengusir kami. 

Siang itu seorang security perumahan dan seorang pria berdasi datang ke rumah. 

"Begini, Pak, Bu, semua warga komplek telah setuju kalian harus pindah dari sini," kata pria berdasi itu sambil menunjukkan berkas. 

"Atas dasar apa kalian main usir," jawab suami. 

"Lihat sendiri, Pak, semua orang ini bayar, mereka itu beli rumah secara kredit, kami sudah berbaik hati membiarkan kalian di sini," kata pria itu lagi. 

"Tanah ini disuruh jaga oleh Pak Abdul sama kami, kalau Pak Abdul yang mengusir baru kami bersedia, atau minimal ada tanda tangannya," kata suami tegas. 

"Pak Abdul ada di Arab Saudi, tak mungkin minta tanda tangannya," kata pria berdasi itu lagi. 

"Kalau begitu, tolong telepon, aku mau bicara dengan Bapak itu, kalau dia bilang kami pindah, ya, kami pindah." kata suami lagi. 

"Bapak itu susah dihubungi," jawab pria itu lagi. 

"Tetap seperti itu, aku mau pindah kalau Pak Abdul yang suruh, karena dulu beliau yang suruh kami tinggal di sini dan jaga tanah ini." jawab suami tegas. 

"Baik, kalau begitu, jangan salahkan kami jika kami lakukan tindakan tegas, kami tunggu tiga kali dia puluh empat jam, kalau kalian belum pindah, kami gusur," security itu ikut bicara.

"Baik, kalau begitu minta dulu nomor Pak Abdul," kata suami. 

Orang itu lalu memberikan nomor kepada suami, lalu mereka perg. Pak Bondan dan beberapa warga sudah berkumpul di depan rumah. 

"Rasakan itu, memang enak diusir," kata Bu Bondan. 

Setelah dihubungi beberapa kali, akhirnya bisa juga tersambung dengan Pak Abdul, aku yang bicara karena kebetulan suami lagi di kamar mandi. 

"Assalamu'alaikum, Pak, saya Yanti, menantunya Pak Almarhum Pak Syukur." kataku memulai percakapan. 

"Waalaikumsalam," jawabnya dari seberang. 

"Ini, Pak, ada yang ngusir kami dari sini," 

"Ngusir bagaimana?"

"Di usir, Pak, kata mereka kami harus pindah dalam tiga hari."

"Mana bisa, itu sudah kuhibahkan pada kalian, ada suratnya, mertuamu yang simpan,"

"Tanah pertapakan rumah ini, Pak?"

"Bukan, semua, luasnya empat hektar,"

"Tapi, Pak, sudah perumahan semua," 

"Iya, memang, si Erwin keponakanku dulu minta izin mau bangun perumahan, kusuruh dia temui Mertuamu, katanya mertuamu sudah meninggal, kusuruh dia temui suamimu," 

"Jadi, Pak, ini tanah kami?"

"Iya, memangnya si Erwin gak ada temui kalian,"

"Gak ada, Pak."

"Memanglah si Erwin ini, nanti kutelepon dia, sudah dulu, ya, assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam," 

Dengan dada berdebar tak karuan, kupanggil suami. 

"Pah, Papah!" kataku setengah berteriak. 

"Apa sih, Mah?"

"Ternyata suamiku kaya, Pah,"

"Mamah dapat suami baru?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Hahahaha seruu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hajatan Tetangga   Akhir Kisah Hajatan Tetangga

    Tiba sudah hari keberangkatan Pak Abdul, entah kenapa aku merasa sedih sekali. Baru beberapa bulan kurasakan bagaikan punya mertua. Kini Pak Abdul akan pergi lagi.Tak terasa air mataku menetes ketika melepas Pak Abdul di Bandara. Aku salim seraya berurai air mata."Jangan nangis, Maen, kita akan tetap berhubungan, kan ada WA?" kata Pak Abdul seraya membelai rambut ini.Akan tetapi aku justru makin menangis, sedih rasanya perpisahan ini. Pak Abdul berangkat juga, tujuannya masih ke Malaysia, dari Malaysia kemudian baru ke Arab Saudi. Pak Abdul benar-benar melepas semua hartanya yang tertinggal. Elsa dapat pabrik dan satu rumah, sedangkan kami dapat dua rumah. Habis sudah semua harta Pak Abdul. Keponakannya dari pihak istri pun masing-masing dapat satu rumah."Kalau ada kabar aku kenapa-kenapa di Mekkah, tak usah kalian repot-repot datang, ada yang urus aku di sana, satu lagi pintaku, tolong urus makam istri dan dua putriku, jangan

  • Hajatan Tetangga   Nasib Pencuri Rendang

    "Makmur!" teriakku memanggil anak tunggalku tersebut.Makmur datang dengan tergopoh-gopoh, rambutnya masih basah, dia hanya memakai handuk. Mungkin dia terkejut mendengar suara panggilan yang menggelelegar. Yah, memang beginilah Mamahnya ini, suaranya bisa mengalahkan suara enggang, mudah marah, suami bilang sumbu pendek."Makmur, kau sebarkan video Ibu ini, Ya?" Tanyaku dengan nada tegas."Gak koq, Mah, video itu aja udah hapus dari HP-ku, Ibu itu yang hapus," jawab Makmur."Hei, kecil-kecil sudah pandai bohong ya, terus siapa lagi kalau bukan kau?" hardik Bu Bondan."Makmur, sini dulu, Nak, sekarang jelaskan bagaimana bisa tersebar," kataku sambil merangkul pundak Makmur, kasihan juga melihatnya dia dibentak Bu Bondan."Aku hanya kirim ke Bang Bondan, terus Ibu ini marah lalu menghapus sendiri dari HP-ku," jawab Makmur."Untuk apa kau kirim sama Bondan, Nak?" Aku melunakkan nada bicara, dia

  • Hajatan Tetangga   Dendam Berkarat

    Dendam BerkaratPov Pak AbdulHidupku terus dibayang-bayangi rasa bersalah, karena ketelodoranku istri dan dua orang putriku pergi untuk selama-lamanya. Aku merasa tak berguna, tak bisa melindungi orang-orang yang paling kusayangi.Tiga pusara berdekatan itu kudatangi lagi, di nisan tertulis nama orang-orang yang paling kusayang di dunia ini. Aku terduduk menangis sesenggukan. Mereka pergi untuk selama-lamanya karena keegoisanku, seandainya dulu aku tak berbisnis kotor, seandainya dulu kuturuti kata istri. Mungkin ..."Aku berjanji akan menuntut balas pada orang-orang yang membuat kita harus berpisah, aku berjanji," batinku seraya memandangi tiga pusara itu.Tadinya aku sudah ikhlas dengan kepergian mereka yang paling kucintai, mungkin Tuhan lebih sayang pada mereka, aku akan turuti permintaan terakhir istriku. Taubat, ya, aku bertaubat, melepas semua bisnis tak jelas, menjual hampir seluruh properti. Menghabiskan waktu di Arab Sa

  • Hajatan Tetangga   Makmur Punya Gaya

    "Makmur, sini dulu kau?" kudengar Bu Bondan memanggil anakku si Makmur. Saat itu aku seperti biasa menyiram bunga. Makmur kebetulan lewat depan rumah Bu Bondan, dia mau pergi main ke rumah kawannya.Penasaran kumendekat mencoba menguping pembicaraan mereka. Akan tetapi aku tak dengar juga. Penasaran juga, kulihat Bu Bondan seperti marah, dan anakku menunduk lalu mengeluarkan HP-nya. Terus Bu Bondan memainkan HP tersebut. Ada apa ya?"Makmur!" kupanggil anakku seraya datang mendekati mereka."Hei Bu Yanti, HP itu berbahaya untuk anak sebesar dia, mentang-mentang kaya anak-anak pun dikasih HP," kata Bu Bondan."Dia sudah SMP, Bu Bondan, sudah wajar punya HP," jawabku kemudian."Wajar sih, wajar, tapi dia rekam orang sembarangan," kata Bu Bondan."Kau rekam apa, Makmur?" selidikku."Pesta kita itu, Mah, itu yang kutunjukkan sama Mamah tempo hari," jawab Makmur."Oh, itu, maaf, Bu Bon

  • Hajatan Tetangga   Senjata Makan Tuan

    Pov Bu BondanGara-gara uang cicilan rumah yang kutilep suamiku jadi berubah total. Dia yang dulu bisa kuatur dan kendalikan kini berubah seratus delapan puluh drajat. Biasanya dia selalu mendukung apapun tindakanku, memusuhi siapapun yang kumusuhi. Dia yang dulu bagaikan anjing manis yang selalu setia kini berubah jadi kucing nakal. Setelah tiga hari dia tak pulang, aku sungguh terkejut ketika dia pulang di tengah malam, bersamanya ada seorang wanita muda, tak cantik memang. Akan tetapi dia muda tentu saja aku kalah. "Apa-apaan ini, Bang?" tanyaku sambil berkacak pinggang. "Maaf, Dek, aku sudah jenuh dengan prilakumu, suami sendiri pun kau gosipkan entah ke mana-mana, aku sudah berusaha menutup aibmu tapi kau buka sendiri," jawab suami. "Ini siapa?" tanyaku seakan tak percaya. "Ini adik madumu, masih kau ingat pernah bilang silakan aku menikah lagi," jawab suami. Aku lalu mengingat-ingat, banyak sudah yang kubilang tentang suami, oh, aku baru sadar, waktu itu orang lagi ramai

  • Hajatan Tetangga   Tukang Ghibah Dipoligami

    Pondok yang ada di sudut halaman rumah jadi tempat kesukaan suami. Setiap sore dia suka duduk di situ sambil memandangi bunga dan kolam ikan. Seperti sore itu ketika aku menyiram bunga dia seperti duduk termenung."Ada apa, Pah? Melamun aja dari tadi?" tanyaku sambil terus menyiram bunga."Papah sedang berpikir, Mah, apa yang akan kita lakukan sebagai bentuk rasa syukur kita?" kata suami."Buat saja entah apa, Pah, bangun masjid kek, bangun sekolah mengaji kek, atau kawin lagi kek?" jawabku sambil melirik bagaimana reaksinya."Pas sekali," tiba-tiba suami bersorak sambil turun dari pondok."Papah mau kawin lagi?" mataku melotot.Suami memegang kedua pipiku, lalu mencium kening ini, "ide Mamah memang paten," kata suami.Tentu saja aku terheran-heran, ide yang mana?Suami lalu sibuk dengan andorid-nya, aku menghentikan aktivitas, sambil melirik HP suami. Lalu dia menelepon ent

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status