Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.
“Anak-anak bantuin bunda dong.” Panggil bunda Yasmin dari arah dapur.
“Oke bun.” Teriakku dan berlari kecil ke arah dapur. Meninggalkan forum bergibahan dengan Sheza dan Alham, bisa nambah banyak doaku kalau terus bersama mereka.
“Kasih ini ke El ya sayang.” Bunda Yasmin menyerahkan semangkuk bumbu yang sepertinya bumbu daging.
“Laksanakan bun.” Ucapku tersenyum manis.
Wajah Alia tidak berhenti tersenyum, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia sedang menagis, menangisi dirinya sendiri. Ia semakin di buat hancur saat ia melihat El tertawa lepas dengan seorang wanita, yang terlihat begitu cantik.
Bahkan wanita itu juga bercanda dengan ayahnya, Alia semakin melebarkan senyumnya saat sampai di hadapanmereka. Dia tidak ingin terlihat mengenaskan di depan El dan wanita itu.
“Pi, ini bumbunya.” Ucapku memecah obrolan mereka, dan menyerakan mangkuk yang aku bawa ke tangan papi.
“Makasih ya sayang.” Alia hanya tersenyum dan berbalik arah, namun sebelum Alia pergi, El sudah terlebih dahulu menahannya. Alia berbalik badan dan memiringkan kepalanya, memberikan isyarat bertanda ada apa.
“Kamu nggak mau kenalan sama pacar abang ?” seperti sudah jatuh masih tertimpa tangga, begitulah yang di rasakan Alia saat ini, apalagi melihat senyum manis El yang seolah berkata “kamu itu tidak ada apa-apanya”
Alia tidak kalah tersenyum manis, dan mengalihkan pandangannya dari wajah El ke wajah wanita itu. “Kenalin kak, Alia.” Ucapnya dan mengulurkan tangan ke wanita itu.
“Nadia, pacarnya El.” Balasnya menyambut uluran tangan Alia.
“Kamu cantik Alia.” Pujinya Nadia saat tubuhnya di peluk El dari samping. Nadia tahu El hanyalah sedang bermain-main dengannya.
Alia yang di puji seperti itu hanya tersenyum simpul dan pamit kembali bergabung dengan teman-temannya. Setelah kepergial Alia, El lalu melepaskan pelukannya dari Nadia dan senumnya seketika hilang.
“Hati-hati karma El.” Ucap Nadia setelah melihat perubahan raut wajah El.
“Apa sih Nad, tenang aja, apapun yang gue lakukan dia akan tetap cinta ke gue.” Ucap El percaya diri. Namun jauh di lubuk hatinya dia juga mula merasakan khawatir, apalagi saat melihat perubahan Alia saat di kamar tadi.
mereka semua makan malam lesehan di halaman belakang, suasana semakin terlihat ceria dengan kekonyolan yang di lakukan Alham dan Sheza. Mereka selalu di buat tertawa dengan cerita-cerita konyol mereka.
“Papi Rizqi tahu ngga, masak ni ya tadi tu ....” mulut Alham lalu di bekap oleh Sheza saat dai ingin mengatakan kejadian yang terjadi di sekolah tadi.
Alia sudah melotot tajam ke arah Alham, Alham ini cowok tapi mulutnya kalau sudah cerita suka tidak bisa di rem.
“Tadi kenapa ?” tanya papi Rizqi penasaran dengan apa yang ingin di katakan Alham.
“Tadi tu Alham ketahuan ngambil mangga muda punya nyak pi.” Jawab Alia dan tertawa garing.
“Iya pi bener, terus ni si Alham ngumpet di kamar mandi cewek, dan di teriaki semua orang di dalamnya.” Sambung Sheza.
“Nggak heran bunda kalau Alham kaya gitu,” Jawab bunda Yasmin dan tertawa. “Itu pasti turunan dari Ayahnya.” Lanjut bunda Yasmin.
Kami lalu melanjutkan makan malam dengan obrolan-obrolah ringan, setelah makan malam dan membereskan sisa makanan. Para orang tua masih lanjut mengobrol tentang bisnis, sedangkan kami bertiga memilih bermain kartu di pinggir kolam renang.
“Gue ke dalam bentar, mau cari cemilan lagi.” Pamit Alia dan pergi ke dalam rumah.
Alia masuk ke dalam kamar mandi yang berada di pojok ruangan, dekat garasi. Jauh dari pandangan orang-orang dia tidak ingin ada yang melihat ataupun mendengarnya menangis. Tanpa ia sadari, El mengikutinya dari belakang, El berdiri di depan pintu saat Alia menangis seseguka di dalam kamar mandi.
Hatinya benar-benar hancur saat ia tidak sengaja meliha El dan Nadia berciuman. Mencari cemilan hanyalah alibinnya saja agar dia bisa pergi dan menangis. Alia melihat pantulan dirinya di cermin, ia nampak begitu kacau.
Saat Alia sedang membasuk mukanya, tiba-tiba El masuk ke dalam dan mengunci kamar mandi dari dalam. Alia tiba-tiba mematung saat El berada tepa di belakang tubuhnya. Kedua tangannya berpengang ke wastafel, yang membuat Alia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Kenapa ?” tanya El dengan suara dingin. Ia menatap wajah Alia yang sembab dari cermin.
“Pergilah !” Alia mendorong tubuh El, karena tubuh El yang begitu kekar, dorongan Alia tidak berarti apa-apa, bahkan tubuhnya tidak bergeser sama sekali.
Alia kembali membalikkan badannya dan menatap tajan wajah El dari cermin. Mereka berdua saling memandang dengan tajan di dalam cermin. Lama bertatap-tatapan, Alia terlebih dahulu membuang wajahnya saat setetes air mata kembali membasai pipinya. Alia menghapus kasar air mata yang turung dengan lancang, dan menghembuskan nafas begitu kasar.
“Kau begitu cemburu rupanya.” Air mata Alia seperti air terjun yang tidak ingin berhenti walau Alia sudah berulang kali menyekahnya.
Dengan air mata yang terus turun, kini Alia menatap wajah tampan El secara langsung dan berkata. “Aku begitu kasihan padamu, kau terlalu percaya diri El, aku muak melihat wajahmu.”
Dengan kekuatan penuh Alia mendorong tubuh El yang membuatnya hapir terduduk di koset. El terlihat begitu frustasi, dia mengacak-acak rambutnya sendiri setelah melihat Alia pergi dengan air mata yang berderai.
“Bodoh !” umpatnya saat melihat pantulan dirinya sendndiri di cermin.
Setelah sedikit merapikan bajunya kembali, El keluar dari kamar mandi dan kembali bersikap seolah tidak ada apa-apa. Bergabung kembali dengan mereka semua yang sudah pindah ke ruang keluarga.
“Mi, Alia kemana ?” tanya papi Rizqi saat tidak melihat anak semata wayangnya.
“Eh iya, Alia kemana ?”
“Tadi bukannya sama kalian.” Tunjuk bunda Yasmin kepada Sheza dan Alham.
“Tadi Alia pamit ke kamar mandi, tapi belum balik sampai sekarang.” El hanya diam memperhatikan percakapan mereka. Di sampingnya Nadia sedikit curiga dengan El, pasalnya saat Alia pergi, tidak lama dari itu El juga pergi.
Nadia semakin merapat ke arah El dan berbisik “Lu apain Alia.” Tidak ada reaksi dari El, wajahnya tetap datar dan pandangannya sedikit kosong.
“El.” Tidak ada jawaba dari El saat mama Sasa memanggilnya.
Beberapa kali mama Sasa dan yang lain memanggil tapi semua El abaika, entah apa yang membuatnya melamun sampai tidak dengar paggila semua orang. Tangan papi Rizqi sudah melayang ingin memukul El agar sadar, namun sebelum pukulan itu terjadi, suara teriakan terlebih dahulu menyadarkan El.
“Alia !” teriaknya saat mendengar teriakan itu dan berlari ke halaman belakang.
Di halaman belakang Alia sudah terduduk menangis di dekat kursi ayunan yang berada di samping kolam renang. Alia terlihat histeris dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya.
Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli k
Dengan semangat Nadia menarik tangan El dan membawnya duduk di samping Alia. Alia sedikit membuang muka dan kembali melanjutkan makannya.“Ngomong-ngomong minggu depan kalian bertiga ujian kan ?” tanya mama Sasa memulai obrolan. Mereka bertiga mengangguk kompak sebagai jawaban untuk mama Sasa.“Kalian bertiga mulai nati malam tidur di rumah mama aja, buat mantau belajar kalian. Buat Alia jangan khawatir, biar mama yang bilang ke mami kamu nanti.” Keputusan sudah di ambil paksa sama mama Sasa, kami bertiga tidak akan berani protes sama sekali.Alia POVSebenarnya aku sedikit kurang setuju saat mama Sasa mengambil keputusan ini, tapi mau bagaimana lagi, menurut kami titah 3 mama sudah seperti titah ibu ratu yang harus kami patuhi.“Alia.” Aku sedikit tersentak saat mama memanggil ku. Entah sejak kapan aku mulai melamun dan tidak fokus seperti ini.“Ada apa sayang ?” lanjutnya
Tidak terasa satu minggu kami lalui di rumah ini, kami bertiga benar-benar di tuntut untuk belajar dengan giat. Semalam papi telpon dia bilang belum bisa pulang ke Indonesia, keadaan oma masih belum stabil. Dan mereka ingin aku tinggal lebih lama di rumah Keluarga Sheza, dengan senang hati mama menerima aku di keluarga ini.Dan selama satu minggu ini, aku jarang sekali melihat bang El, yang aku dengar dari mama di kantor ada sedikit masalah yang mengharuskan bang El lembur dan pulang larut malam dan berangkat pagi buta.Sedangkan papa Yahya, setelah tiga hari kami di rumah ini, dia pergi dinas ke Spanyol. Mengurus bisnis yang baru ia dirikan, sebenarnya dia sudah menyuruh bang El untuk mengantikannya. Namun saat itu perusahaan yang bang El pimpin sedang mengalami kendala. Jadi papa sendiri lah yang harus pergi kesana.Sudah dua hari ini kami libur sekolah, mereka memberika konpensasi untuk kelas tiga yang akan ujian besok hari senin. Kami menghabiskan libur kami
SHAKEL POVSeperti yang kalian kenal, namaku Taqi Shakel Ardani, keluarga dan orang-orang yang dekat denganku memanggilku El, sedangkan orang luar memanggilku Taqi. Semenjak aku pulang ke Indonesia, kehidupanku yang tenang seketika menghilang, beginilah koesekuensi yang akan aku dapatkan jika sudah mengambil keputusan untuk pulang.Hampir satu minggu ini rumah menjadi semakin ramai karena kehadiran dua makhluk yang sangat menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Alia dan Alham, menghadapai Sheza aja aku sudah pusing, ini di tambah dua curut yang kagak kalah usilnya.Malam ini aku harus kembali lembur di kantor, ada sedikit masalah di sana yang mengharuskanku bekerja lebih keras dari yang lain. Pukul satu dini hari aku baru sampai rumah, keadaan rumah sudah sangat sepi, lampu-lampu pun sudah di matikan. Kecuali lampu di ruang tengah, dan kenapa lampu di dapun juga masih hidup. Padahal biasanya lampu di sana yang pertama kali di matikan.Apa mama masih terjaga ?
Alham melirikku dan menatap Alia dengan curiga, beberapa kali dia memancing Alia agar mengatakan yang sejujurnya namun usahanya sia-sia, karena Alia pintar sekali mengalihkan topik“Assalammualaikum.”Kami semua menoleh ke arah pintu masuk dan menjawab salam bersamaan. Di sana Nadia sudah berdiri anggun dengan setelan olah raga.“Waalaikumsalam,”“Duh, maaf ya kalau Nadia mengganggu sarapan kalian semua.” Ucap Nadia sedikit tidak enak.Bunda lalu menyuruh Nadia untuk bergabun di meja makan “Nggak papa Nad, gabung aja yuk. Pasti kamu belum sarapan.” Dengan senyum manis, bunda menyiapkan tempat untuk Nadia“Tante tahu saja, tadinya Nadia mau ngajak El makan bubur yang waktu itu.” Jawab Nadia dengan malu-malu “Ternyata El nya sudah makan.” Lanjutnya dengan wajah yang dibuat sedih.aku menghebuskan nafas kasar, drama apalagi yang akan aku hadapi hari ini. Aku menatap
Author POVDan semenjak hari itu, hari di mana hilangnya mahkota yang telah di jaga Alia selama 17 tahun. Dan hari yang begitu membahagiakan untuk Alham dan Sheza. Hari itu Alham benar-benar menyatakan cinta kepada Sheza setelah selesai menonton film Romanc ke sukaannya. Alham begitu bahagia saat cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan seperti kisah di dalam film yang mereka tonton tadi, sengan berurai air mata bahagia Sheza memeluk Alham sebagai tanda “YA” untuk menerima cintanya. Alia ikut bahagia saat Sheza dengan semangat menceritakan bagaiama Alham menembaknya.Kini satu bulan berlalu dari hari bahagia itu. Ujian telah mereka selesaikan sejak lama, bahkan mereka juga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dan semenjak hari itu hubungan El dan Alia semakin merenggang. Alia selalu menghindar saat El mencoba mendekatinya, bahkan acara kumpul bersama yang di adakan dua minggu sekali untuk tiga keluarga itu dia hindari.Dia pergi ke bandung tanp
Dengan langkah tergopoh-gopoh mbok Minah pergi dari depan pintu kamar Alia, sesampainya di lantai satu, dai lalu menghubungi Sheza agar segera kemari untuk melihat anak manjikannya.“Assalammualaikum, non Sheza.” Sapa mbok Minah saat teleponnya sudah tersabung.Dia menjelaskan keadaan dengan panaik apa yang dia dengar dari kamar Alia. Dan tidak lama dari itu sambungan telepon di putuskan dari sebrang.TokkkTokkkTokkk“Non .... Non Alia.” Panggil mbok Minah saat tidak mendengar apa-apa dari dalam kamar. Berulang kali dia memangilnya namun tidak ada respon sama sekali.“Mbok, Alia kenapa ?” tanya Sheza dengan nafas yang tersengal karena berlari.“Langsung masuk aja She.” Ucap Alham yang barusaja sampai.Sheza mengangguk menyetujui ajakan Alham, namun sebelum itu, “Pintunya di kunci dai dalam den.” Wajah mereka seketika pias saat mendengar penuturan mbok Minah.
“Gue harap lu kagak hamil dulu Al, gue belum siap jadi ayah.” Tangannya mengelus lembut perut Alia yang masih terbungkus selimut.Wajahnya kembali menatap Alia yang masih memejamkan mata, wajah sembabnya masih terlihat jelas. Saat tangan El akan menghapus bekas air mata di sana “Singkirkan tangan kotormu, jangan pernah menyetuhku !” ucap Alia lirih, matanya masih terpejam, namun Air matanya kembali meleleh.“Kau mau minum ?” tawar El dan mencoba mengabaikan ucapan Alia.“Pergi !”“Al, dengarkan penjelasan gue.”Alia membuka matanya dan tersenyum sinis, “Penjelasan apa ! penjelasan bagaimana lu begitu puas menikmati tubuh sekertaris lu begitu !” Alia bangun dari tidurnya dan menatap El tajam.“Gue ....”“Pergi El ! kita kagak butuh lu.” Bentar Alia dan mendor