Share

BAB 6

Author: Choco Almond
last update Last Updated: 2021-04-25 23:18:35

Tidak ada siapa-siapa dia sana, hanya ada Alia dan sebuah kotak di depannya. El langsung memeluk tubuh Alia saat melihat isi di dalam kotak. Papi Rizqi yang ikut melihat isi dalam kotak misterius itu lalu membuangya ke tempat sampah.

“Sssttt,, tenang Al” ucap El lembut dan mengelus punggung Alia.

“Minggir, ini pasti kerjaan lu kan.” Tuduh Alia dan mendorong tubuh El sampai jatuh.

“Maksud lu apa Al.” Bentak El tidak terima di tuduh seperti itu. Papi Rizqi lalu memeluk Alia saat dia melihat Alia akan menyerang El.

“Karena cuam lu yang benci sama gue.” Teriak Alia di dalam pelukan sang papi.

“Alia, dengarkan mami.” Ucap mami Yuli memegang punda Alia dan memaksa tubuhnya agar menghadap ke tubuh mami Yuli. “Dengarkan mami sayang.” Lanjutnya saat Alia masih saja menangis histeris, dan menatap El tajam.

“Tidak ada apa-apa sayang, itu hanya kotak kosong.” Mami Yuli kembali berucap lembut dan memenga kedua pipi Alia. “Nggak ada apa-apa sayang.” Mami Yuli lalu memeluk tubuh Alia dan membawanya ke dalam rumah.

“Tenag Ris, gue yang akan mengurus ini semua.” Cap papa Yahya dan menepuk pungung papi Risqi.

“Mending lu tengok istri dan anak lu Ris.” Lanjut Ayah samuel.

“Thanks semua, sorry atas kejadian ini, gue ke dalam dulu ya.”

“Tenang aja Ris, kita paham kog.” Ucap bunda Yasmin menenangkan.

Setelah memastika semua baik-baik saja, papi Risqi lalu pergi ke dalam menyusul istri dan anaknya. Sedangkan yang lain kembali mengambil kotak misterius itu dan menelitinya. Di dalam kota itu terdapat boneka manian yang suah terpotong-potong dan bercak darah.

Ini bukan pertama kali yang di alami oleh keluarga mereka, keluarga mereka memiliki banyak musuh. Tidak jarang anak-anak mereka yang menjadi korbannya, namun ini yang pertama untuk Alia. Biasanya mereka hanya mendpat serangan kecil, menurut mereka ini yang sudah paling keterlaluan.

Mereka tidak akan diam lagi setelah ini. Kotak itu di bawa Ayah Samuel dan akan membawanya ke kantor polisi sebagai bukti. Setelah berdiskusi sebentar, mereka semua lalu pulang ke rumah masing-masing.

Mulai besok anak-anak mereka tidak ada yang boleh pergi menggunakan angutan umum lagi, mereka semua mulai memperketat pengaman, mereka tidak ingin kejadian seperti ini terjadi lagi.

Dan setelah malam itu, Alia mengalami sedikit perubahan, wajahnya yang selalu ceria, kini berubah menjadi muaram. Bahkan Alham dan Sheza tidak mampu membuatnya seceria dulu lagi.

Satu minggu telah berlalu dari kejadian itu, saat ini Alia sedang berada di taman komplek sendirian. Menikmati udara di pagi hari saat libur sekolah seperti ini. Setelah puas berkeliling taman, kini Alia memilih duduk di samping Air mancur. Mengamati orang-orang yang sedang berolah raga.

Senyumnya sedikit mengembang saat dari jauh dia melihat Sheza dan Alham berlari kecil mendekatinya, seperti biasa mereka berdua selalu bertengkar, entah apa kali ini yang mebuat mereka bertengkar.

“Dasar nenek sihir.” Cibir Alham dan duduk di samping Alia dengan wajah cemberut dan bibir sedikit maju.

“Semau ini gara-gara lu, dasar tulul.” Umapt Sheza dengan wajah tidak kalah kesal. Alia yang berada di tengah-tengah mereka sedikit menaikan alisnya tidak mengerti.

“Jelas-jelas itu salah lu, masih aja nyalahin gue”

“Kalau lu kagak banyak tingkah, kejadian itu kagak bakal terjadi.”

“Ya kan mana .....”

“Bentar .... bentar .... kalian kenapa sih ?” tanya Alia semakin di buat tidak mengerti dengan tingkah mereka berdua.

“Jadi gini Al ....”

Tawa Alia pecah saat mendengar cerita dari Alham, bahkan dia sampai mengeluarkan air mata. Sedangkan Alham dan Sheza semakin cemberut saat melihat Alia sangat bahagia di atas penderitaan mereka. Bagaimana tidak bahagia, bayangkan saja, di pagi buta seperti ini mereka sudah membuat keributan di rumah Sheza yang berakhir mereka di usir seketika.

“Diem Al, tega bener sih lu.” Alham terlihat begitu furstasi saat Alia tidak kunjung berhenti tertawa.

“Kalau di pikir-pikir nih Ham. Keren juga sih lu berani nyium abang gue.”

“Diem setan ! kalau kagak gara-gara lu ndorong tubuh gue, gue kagak bakal nyium kulksa tuju pintu itu.” Alman menatap sinis Sheza yang berada di bagian samping Alia

“Heh ! lu kagak bisa nyalahin gue, itu kan salah lu sendiri kenapa berhenti mendadak.” Bahkan Sheza tidak kalah sini menatap Alham, dia tidak mau di salahkan karena kesalahan Alham sendiri.

“Sudah .... sudah ... Terus habis itu gimana ?”

“Alia ....” geram Alhma agar Alia tidak membahas itu lagi.

“Ya abang gue gamuk-ngamuk lah Al, terus berkahirlah kita di usir dari rumah.” Ucap Sheza menaha tawa. Sedangkan Alia kembali ter tawa terpingkal, dia membayangkan gimana wajah El yang dingin mendapat ciuman di pagi hari dari Alham.

“Sabar ya Ham, anggap saja ini tu morning kiss dari bang El.” Dan akhirnya tawa Sheza pecah saat mendengar ucapan Alia.

“Woy Ham mau kemana lu.” Teriak Sheza saat Alham pergi begitu saja.

Alia lalu menarik tangan Sheza dan mengajaknya mengikuti Alham dari belakang. Bisa lama kalau Alham ngambek terus tidak kunjng di bujuk. Laki-laki satu itu sering sekali bersifat seperti perempuan. Apalagi kalau suasana hatinya sedang tidak bai-baik saja.

“Udah dong ham ngambek nya,” Sheza menggandeng tangan kana Alham. “Bubur ayam nyak Shalihah yuk.” Bujuk Sheza semakin bergelayut maja di tangan Alham.

“Bubur ayam dengan sambal dan kecap yang banyak di pagi hari pasti enak banget Ham.” Lanjut Alia ikut menggandeg salah satu sisi tangan Alham.

“Teurs sama susu cokelat hangat.”

“Krupuk di sana sangat legendaris Ham.”

“Bayangkan ham, pasti enak banget tu.” Alham terlihat menimbang-nimbang ajakan mereka berdua. Jika di pikir-pikir enak juga ya, apalagi dia belum sarapan sama sekali, terus sudah di bikin emosi yang enguras tenaga.

“Okey .. tapi lu pada yang bayar.” Putusnya dan berjalan terlebih dahulu.

Di belakang Alia dan Sheza berhingfai karena berhasil membujuk Alham. Sebenarnya tidak mudah membujuk orang itu, sifatnya yang keraskepala dan suka memilih membuat mereka berdua terkadang harus memutar otak agar bujukannya di terima.

“Kalian jadi makan nggak sih !” teriak Alham saat mereka berdua tertinggal terlalu jauh di belakangnya.

Dengan senyum yang merekah, mereka berdua berlari menyusul Alham yang sudah berada di pinggir jalan siap menyebrang. Bubur ayah nyak Salihah adalah bubur ayam legendaris di sini, selain harganya yang terjangkau, bubur ayam ini juga memiliki rasa yang uni. Rasa yang berbeda dari bubur-bubur ayam yang di jual di tempat lain.

“Ehemmm .... enak ya belum olah raga tapi udah makan duluan.” Sindir ayah Samuel yang baru saja dateng dengan bunda.

“Alia udah olahraga loh yah, mereka aja ni yang belum.” Tunuknya kepada Sheza dan Alham.

“Enak aja, abang juga udah olahraga yah.”

“Emang lu olahraga apa Ham?” tanya Sheza dengan mulut masih penuh dengan bubur. Alham lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menatap Sheza sinis.

Bunda dan ayah hanya menggeleng-gelengkan kepala menilhat tingkah anaknya yang ketahuan berbohong. Tidak lama dari itu papa dan mama Sheza datang dan bergabung yang dengan mereka yang membuat tempat makan semakin ramai.

“El sini gabung sekalin.” Panggil ayah Samuel saat melihat El dan Nadia berada di depan waarung.

*****

Wah ketemu bang El lagi, kira-kira ribut lagi nggak nih :V 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hamil Muda   MEMELUK ERAT

    El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus

  • Hamil Muda   Ketakutan Terbesar

    “Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,

  • Hamil Muda   BAB 20 (Seperti pelangi yang datang setelah badai)

    “Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.

  • Hamil Muda   BAB 19 (Lembaran Baru)

    Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka

  • Hamil Muda   BAB 18 (I'am not Zhafira)

    Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den

  • Hamil Muda   BAB 17 (Jogja)

    ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status