Share

BAB 4 (Pura-pura baik di depan)

“Assalammualaikum” ucap Alia saat masuk ke dalam rumah.

Alia menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu, ia kembali merasa sedih saat melihat kenyataan yang sedang dia hadapi. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang Alia inginkan, namun mau bagaimana lagi ini sudah menjadi takdir dari Tuhan.

“Eh non Alia sudah pulang, maaf ya non Mbok nggak tahu kalau non sudah pulang.”

Alia lalu merubah posisi duduknya menjadi lebih tegap dan tersenyum simpul “Nggak papa Mbok, Mbok lagi masak ya?”

“Iya non, kata Ibu nanti malam akan ada tamu.”

“Mami di rumah ?”

“Loh udah puang sayang ?” sapa wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dalam rumah.

“Kog tumben mami di rumah ?” dengan sedikit memincingkan mata, Alia mendekati sang ibu.

“Tumben sekali anak mami kepo ?” jawab sang ibu dengan kerlingan mata genitnya, lalu meninggalkan Alia.

“Mami ..... Mami kog gitu sih.” Teriak Alia dan menyusul sang ibu ke dalam.

Mbok minah yang melihat pemandangan seperti itu hanya menggelegkan kepala, dua wanita yang beda usia itu memang kerap sekali bertingkah seperti itu.

“Ih kakak, kakak mandi dulu sana, masih bau matahari juga.” Usir mami Yuli saat Alia terus-terusan mengganggunya dengan cara terus memeluk tubuhnya.

“Biarin, lagian mami juga bau dapur.”

“Mulai bandel ya kalau di suruh mami.” Mami Yuli memukul pelan tangan Alia yang melingkar di perutnya.

“Kan mami yang ngajarin.” Dengan terkekeh kecil Alia semakin memper erat pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di bahu sang mami.

Mami Yuli hanya bisa pasrah menghadapi ke manjaan sang putri, dari kecil sifat manjanya tidka berubah. Bahkan jika di lihat-lihat sifat manjanya malah semakin menjadi saat dia lebih dewasa.

“Ehemm.” Deheman maskulin dari belakang tubuh mereka tidak mereka hiraukan. Mami Yuli masih asik dengan masakannya walau tidak leluasa bergerak.

Merasa di abaika, laki-laki paruh baya itu medekati dua wanita yang sedang berpelukan dan laki-laki itu lalu ikut bergabung di dalamnya.

“Gitu ya papi di cuekin.”

“Astaga kalian.” Mami Yuli haya bisa pasrah di dalam pelukan dua orang kesayangannya.

Setelah puas berpelukan akhirnya mami Yuli bisa kembali melanjuktkan acara memasaknya dengan leluasa. Ayah dan anak itu berhasil ia usir dari dapur dengan ancaman tidak akan ada bronis cokelat kesukaan mereka jika mereka tidak melepaskan pelukannya.

Ayah dan anak itu memang penggemar berat kue coklat, apalagi jika brownis buatan sang ibu negara.

Setelah sampai di kamar, Alia lalu masuk ke kamar mandi, setelah menyalakan lilin aroma terapi dan menghidupkan musik, Alia lalu merendam tubuhnya.

Setelah puas berendam, Alia keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di tubuhnya. Ia berjalan begitu santai dan menyanyikan lagu jepang yang sedang menggambarkan suasana hatinya saat ini.

Kimi ga inai to hontou ni taikutsu da ne

(Jika kamu tidak disini segalanya akan terasa muram)

Samishi to ieba warawareteshimau kedo

(Meski aku akan tertawa juga bila mengeluh kesepian)

Alia sedikit tertawa saat menyanyikan bait ini, dia membayangkan andai saja El ada di sini, mungkin saja dia tidak akan kesepian. Namun bayangan itu harus musnah saat ia sadar, mana sudi El meliriknya yang biasa saja ini.

Alia kembali bernyanyi sambi memilih baju di dalam lemari. Tanpa ia sadari sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasi setiap gerakannya.

Nokosareta mono nandomo tashikameru yo

(Tiap hal yang kau tinggalkan di sini selalu kupastikan)

Kieru kotp naku kagayaiteiru

(Agar tidak hilang dan tetap bersinar)

“Ehemm” Suara deheman membuat Alia terkejut dan kembali memungut handuk yang dia lepas saat akan berganti pakaian.

Alia semakin di buat terkejut saat melihat siapa yang berada di kamarnya, dengan gerakan secepat kilat Alia lalu berlari kedalam kamar mandi. Wajahnya terlihat memerah seperti kepiting rebus saat ia melihat pantulan dirinya di cermin.

“Apa aku bermimpi.” Ucapnya di depan cermin dan memegang dadanya yang berdetak begitu kencang. “Astaga, apa dia melihatku telanjang, bodoh .... bodoh .... bodohnya aku ....” Alia beberapa kali memukul kepalanya sendiri saat sadar akan kebodohannya.

“Tenang Al .... kamu harus tenang.” Alia menarik nafas dari hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Mencoba membuat dirinya sendiri tidak panik. Ia ulang sebanyak tiga kali dan setelah itu ia keluar dari kamar mandi. Dalam hatinya ia berdoa semoag orang itu sudah pergi dari kamarnya.

“Tubuh lu bagus juga, sudah berapa laki-laki yang lu layani.” Ucap sinis El saat melihat Alia keluar dari kamar mandi.

Wajah Alia kembali memerah, bukan karena malu tapi karena ia begitu marah mendengar ucapan El. Dengan emosi dia mendekati tubuh El yang sedang berbaring di atas ranjangnya. Dia hampir saja menampar wajah tampan laki-laki itu, namun ia urungkan.

“Memangnya sudah berapa banyak wanita yang sudah merasakan ini.” Ucap Alia sedikit membungkukkan badannya di atas tubuh El, matanya menatap wajah El yang berada di bawahnya dengan tajam dan tangannya yang lembut meremas kemaluan El yang tertutup celana.

El sedikit mendesah karena remasan tangan Alia, dan wajahnya berubah memerah. Alia lalu menyingkir dari hadapan EL, dan berdiri menantang di depannya. Dengan anggun Alia pergi ke meja rias dan sedikit memoles make up di wajahnya. Tanpa memperdulika El yang terlihat begitu kesal kepadanya.

Entah setan apa yang merasuki Alia hingga dia berani berbuat seperti itu, sejak El mengetahui jika Alia menyukai dirinya, ia selalu menghina Alia, dari bentuk tubuh, wajah, bahkan soal pretasi. Ia selalu berkata kepada Alia jika dia tidak pantas bersanding denganya, dan saat El mempermalukan dirinya di depan teman-temannya dulu, Alia hanya bisa diam dan menunduk. Menyembunyikan Air matanya yang diam-diam jatuh membasahi pipinya.

Dengan geram El menari tubuh Alia kasar agar berdiri dan mencengram tangan Alia begitu kuat “Maksud lu apa !” bentaknya di depan wajah Alia.

Dengan tertawa sumbang Alia tidak mau kalah, Alia menatap tajam wajah tampan El. “Harusnya gue yang tanya, maksut lu itu apa, Hah!” bentak Alia tepat di wajah El. Matanya terlihat memerah, bukan ingin menangis tapi karena menahan amarah.

Mereka berdua berhenti tatap-tatapan saat pintu kamar Alia di ketuk oleh mbok Minah. Ia menyuruh Alia untuk segera turun karena sudah di tunggu semua keluarga di bawah.

“Ia mbok, sebentar lagi Alia turun.” Teriaknya kepada mbok Minah yang berada di luar. Setelah mendengar langkah kaki yang semakin menjauh, Alia kembali menatap El yang masih berada di depannya.

Alia melepas paksa cengkraman tangan El, dan meninggalkannya begitu saja. Alia memang sangat mencintai El, bahkan dia pernah bertidak bodoh atas nama cinta. Dan balasannya, El selalu membandingkan dirinya dengan wanita yang dekat dengannya.

Namun begitu, keluarga dan sahabat Alia tidak ada yang tahu. Mereka berdua pintar sekali bermain peran agar orang lain tidak curiga. Di depan keluarga masing-masing mereka berdua akan terlihat manis dan tidak terjadi apa-apa.

Alia kan bersikap manis dan ceriya, yang selalu mengejar El. Sedangkan El, akan kembali menjadi cowok dingin dan dan kalem. Berbanding terbalik saat mereka sedang bedua saja, El akan berubah menjadi cowok kasar dan arogan. Dan Alia yang bersikap dingin dan keras kepala.

Alia bergabung dengan yang lain di halaman belalang, di sana sudah ada dua sahabatnya dan keluarga mereka.

“Lama banget si Al.” Keluh Sheza saat Alia sudah berada di sampingnya.

“Gue kan harus cantik,” ucap alia centil dan mengibaskan rambutnya. “Ngomong-ngomong, bang El mana?” lanjutnya dan kepalanya clingkukan ke sana kemari.

“El mulu yan di cari, kapan nyari gue ?” Alham terkekeh kecil saat mengatakan itu, tangannya masih lincah memotong-motong daging yang akan di bakar nanti.

“Emoang lu siapa, mita kita cari segala ?” goda Sheza yang berada di depan Alham.

“Menurut lu, enaknya gue jadi siapa ?” Alham menaik turunkan Alisnya membalas godaan Sheza.

“Mending lu jadi .....”

“Dangingnya mana.” Belum sempat Sheza meneruskan ucapannya, bang El sudah datang dengan wajah dinginnya.

“Ini bang, sudah Alham potong-potongin.” Jawab Alham dan menyerahkan daging yang sudah ia potong-potong sebelumnya.

“Za, abang lu habis keremdem di dalam frizer ya?” tanya Alham berbisik saat bang El sudah pergi.

Tawaku hampir saja pecah saat melihat Sheza menganggukan kepala sebagai jawaban Alham. Sungguh lanknat sekali mereka ini. Kami kembali meneruskan membuat satai sayur sambil mengobrol, sedangkan para mama sibuk di dapur membuat beberapa cemilan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status