Share

Bab 6 Tinggal Bersama

"Kemasi pakaianmu Tsabi, atau kamu tidak akan membawa apa pun dari sini?" bisik pria itu tepat di dekat telinganya. Hembusan napasnya hangat menyapu pipi, membuat bulu kuduk Tsabi meremang seketika.

Gadis itu menoleh dengan wajah memanas dan tubuh deg degan. Takut sekali kalau tiba-tiba suami dadakannya itu mengambil haknya dengan paksa. Pergerakannya yang tiba-tiba benar-benar hampir membuatnya jantungan.

"Aku sedang menunggumu, bisa bergerak sekarang?" ucap Shaka gemas lama-lama melihat Tsabi hanya diam.

"Aku mau pamit dulu dengan abi dan ummi," ucap Tsabi melangkah keluar dari kamar. Jantung masih berdetak tak beraturan. Biar bagaimanapun dirinya seorang perempuan normal, didekati pria berstatus halal tentu membuatnya berpikir macam-macam.

Shaka menghela napas kasar. Baginya waktunya sangat berharga. Dia adalah orang yang hampir tidak pernah sabar menunggu, mengapa berurusan dengan perempuan itu membuatnya seperti tertahan dengan waktu.

Kesal, membuat pria itu tak tahan lalu ikut menyusulnya keluar. Walaupun hanya bisa melihat drama pamit istrinya yang cukup memangkas waktunya, setidaknya lebih baik daripada harus menunggu di kamar.

"Maafkan Tsabi Ummi, Abi, demi Allah ... Tsabi tidak pernah melakukan hal yang hina sebelum menikah, tetapi Tsabi akan mencoba ikhlas dengan apa yang terjadi. Do'akan Tsabi bisa menjalani rumah tangga baru Tsabi," ucap perempuan berhijab hitam itu sendu.

Ummi Shali memeluk putrinya dengan mata basah. Ia juga merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kini putrinya telah bersuami dan menjadi seorang istri, melepas dengan orang asing tentu ada gurat khawatir di hatinya.

"Ummi mendoakan semoga pernikahan kalian bahagia. Mohon ampun lah sama Allah ... semoga selalu ada jalan kebaikan untuk kalian," ucap Ummi Shali sebenarnya masih sangat kecewa. Namun, tak bisa marah saat kata perpisahan itu mewarnai malam itu.

Begitupun Ustadz Aka, merasa sangat kecolongan dan gagal menjadi ayah yang baik hingga bisa terjadi seperti ini. Setiap hari bahkan mendengungkan kebaikan, mengajarkan moral untuk anak didiknya. Tibalah dikasih ujian seberat ini benar-benar membuat hatinya masih menyisakan luka.

"Jaga dirimu baik-baik, Nak. Do'aku menyertaimu, patuhilah suamimu selama dalam kebaikan," pesan Ustadz Aka yang sama sedihnya.

"Jangan khawatir Abi, Shaka akan menjaga Tsabi," sahut Shaka tiba-tiba sudah di belakangnya. Pria itu memang misterius sekali, seperti kemunculannya yang merubah hidupnya bahkan statusnya.

"Titip Tsabi, Ka, mulai hari ini tanggung jawabku berpindah padamu. Abi menjaganya dengan penuh cinta, kuharap kamu juga mampu melakukannya," ucap Ustadz Aka memasrahkan putrinya dengan perasaan campur aduk.

"Akan aku jaga amanah Abi sebisa yang Shaka mampu. Do'akan kami bisa terus menguatkan dalam suka maupun duka. Insya Allah ... Shaka akan selalu menjaganya," ucap Shaka yakin.

Tsabi yang mendengar itu semakin bimbang. Tadi pria itu nampak mengerikan, tetapi kali ini terdengar bijak. Sikapnya benar-benar membuat seorang Tsabi Queren dibuat bimbang. Keduanya berjalan meninggalkan pesantren.

"Silahkan masuk Tuan," interupsi seorang supir membukakan pintu mobilnya. Mempersilahkan keduanya masuk setelah barang bawaannya dikemas di bagasi mobilnya.

"Masuklah ...!" ucap Shaka menginterupsi istrinya.

Tsabi masuk mobil dengan perasaan tak karuan. Meninggalkan rumah orang tuanya yang selalu memberikan kenyamanan. Juga meninggalkan pekerjaannya yang menemani hari-harinya. Selepas lulus S1nya, Tsabi ikut mengajar di TPQ Al Hasan khususnya anak-anak. Ekspektasinya setelah menikah bisa tetap menjalankan kegiatannya itu sebelum sibuk mempunyai momongan. Namun, setelah diboyong Shaka, apakah perempuan itu masih tetap bisa berkegiatan di luar tanpa batasan.

Hening, tak ada yang bicara di dalam mobil yang memberikan kenyamanan itu. Sebenarnya mulut Tsabi gatal ingin menanyakan banyak hal, tetapi ia segan dan enggan untuk bertanya banyak hal dengan suaminya yang terlihat begitu dingin.

Setelah berkendara berpuluh menit, akhirnya sampai juga di sebuah hunian yang begitu besar nan mewah. Pria itu langsung turun begitu seseorang membukakan pintunya. Disusul Tsabi yang dipersilahkan setelahnya. Terlihat beberapa orang berpakaian serba hitam berbaris menunduk hormat saat pria berstatus suaminya itu berjalan.

"Selamat datang kembali Tuan, selamat datang Nona," ucap seorang memberikan selamat dengan sopan.

Shaka tidak menyahut, tetap berjalan tertata memasuki rumahnya. Tsabi yang baru pertama masuk ke rumah itu mengucapkan salam seperti biasa. Mengedarkan pandangan saat tak ada satu orang pun yang menyahuti. Sebenarnya dia memasuki rumah apa, kenapa banyak sekali orang-orang yang menjaga di sini.

"Antar dia ke kamar utama!" titah Shaka pada seseorang yang baru saja menerima jas miliknya yang baru saja dilepas.

"Siap Tuan," jawab wanita berseragam yang sepertinya pelayan di rumah itu.

"Mari Nona," ujarnya mempersilahkan. Berjalan lebih dulu memberi petunjuk.

"Buk, ibuk bekerja di sini? Orang-orang di luar itu siapa? Kenapa rumah ini dijaga banyak orang?" tanya Tsabi tentu saja kepo.

"Iya Nona, panggil saja saya Bik Lusi, saya yang akan membantu semua keperluan Nona di sini."

"Namaku Tsabi, panggil aku Tsabi. Mas Shaka itu tinggal di sini tanpa orang tuanya ya? Mereka ke mana? Atau ada tapi aku tidak melihatnya?" Tsabi merasa aneh, sedari masuk kenapa dia tidak melihat kedua orang tua Shaka. Bukankah anaknya baru saja menikah, mereka juga tidak hadir di acara pernikahannya.

"Siap Nona, silahkan beristirahat, panggil saya jika butuh sesuatu," ucap wanita yang memperkenalkan diri bernama Lusi itu keluar.

Tsabi langsung mengedarkan pandangan. Netranya liar mengitari ruangan kamar yang didominasi dengan ruangan serba putih dan hitam. Nampak begitu luas, dengan ranjang besar di tengahnya. Perempuan itu sebenarnya lelah, tetapi lebih memilih rebahan di sofa karena merasa begitu asing dan tidak nyaman.

Sementara Shaka, pria itu langsung sibuk di ruang pribadinya. Ruangan kerja dan diskusi yang tidak boleh sembarangan orang memasukinya. Ini termasuk ruangan terlarang di antara banyaknya ruangan di rumah itu. Kamar utama dan juga ruang pribadinya. Hanya orang yang berkepentingan yang bisa masuk ke sana.

Usai melakukan kegiatannya di ruang kerja, Shaka keluar cukup larut. Hal itu yang membuat Tsabi bertanya-tanya, ke mana perginya suaminya. Bukankah tadi pria itu sempat mengingatkan kalau malam ini malam pengantin mereka. Kenapa pria itu menghilang begitu saja.

Tsabi langsung menoleh begitu derit pintu terdengar dibuka. Shaka muncul dengan wajah lelah.

"Belum tidur?" tanya Shaka sembari menutup pintunya.

"B-belum," jawabnya terbata. Membenahi getaran jantungnya yang makin deg degan saat pria itu melepas kemejanya begitu saja. Menyisakan tubuh kekarnya terpampang nyata.

"Kenapa?" tanya Shaka dengan santai. Saat Tsabi bahkan kebingungan menetralkan ekspresi wajahnya. Tubuh setengah telanjangnya terpampang nyata di depannya.

"Nggak ada," jawab Tsabi menelan saliva gugup. Ditatap sedemikian intens oleh mata elangnya yang penuh misterius. Terlebih mulai berjalan mendekatinya tanpa kata. Kenapa Tsabi harus setakut ini, bukankah Shaka adalah suaminya.

Komen (14)
goodnovel comment avatar
Ida Nur
Shaka perlakukan Shabi dengan baik ya karena dia korban dari perbuatanmu
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
hey,,,shaka,,please,,jgn dingin x lah jd suami,,,ntr kasian tsabj yg ada takut lg
goodnovel comment avatar
Asri Faris
Shaka Alkhalifi kak, bener
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status