Share

Hantaran Diminta Kembali
Hantaran Diminta Kembali
Penulis: NurulQ

Bab 1

"Saya ke sini hanya untuk menyampaikan pesan Dimas,"

Ucap sang calon mertua itu seketika membuat Lila penasaran. Tak sabar Lila mendengar kabar dari calon suami yang sudah hampir dua minggu tak berkabar padanya.

"Pesan apa, ya, Bu?"

Tanya ibu dari Lila itu dengan mata berbinar saat mendengar nama calon mantunya disebut.

"Begini, jadi tidak enak ngomongnya, tapi saya minta maaf sekali dan semua harap memaklumi, ya!" Ucap ibu Dimas dengan membingungkan.

Lila dan ibu berpandangan.

Tiba-tiba hatinya merasa gelisah tanpa sebab.

"Begini, kami mau menyampaikan pesan anak kami, Dimas, ia ingin membatalkan lamaran pada Lila,"

Ucap ibu Dimas dengan mantap.

Lila terhenyak, sama halnya dengan ibu yang wajahnya seketika berubah tegang.

Lila termangu, bayangan acara lamaran yang meriah karena semua saudara berkumpul. Mereka memuji ketampanan calon suaminya dan mereka kagum pada seserahan yang mewah dan ditata sangat cantik itu.

"Wah, seserahannya mewah, lengkap dan bagus. Beruntung kamu punya calon suami yang kaya dan royal," Puji Bi Pur, bibinya dengan kagum, sesekali ia melirik iri ke arah Lila.

Lila hanya mengangguk saat itu, rasa bangga timbul dalam hatinya.

Namun kini tiba-tiba saja Bu Mela duduk di hadapannya membatalkan lamaran putranya.

Apa ini permainan?

Bahkan acara pernikahan sudah ditetapkan dua bulan lagi dan semuanya tiba-tiba dibatalkan begitu saja.

"Kenapa begitu, Bu? Kenapa Nak Dimas tidak ikut datang dan membatalkannya sendiri?"

Cecar ibu dengan suara bergetar.

Ia tentu menahan emosi di dadanya.

"Saya hanya menyampaikan keinginan anak saya, ia tidak ingin melanjutkan pertunangan ini,"

Sahut Bu Mela gusar.

Patah.

Lila diam mematung menatap wanita yang tampak mulai sinis itu.

Hatinya terasa diremas hingga remuk.

"Kenapa Nak Dimas tidak kemari dan mengemukakan alasannya membatalkan perjodohan ini,"

Cecar ibu dari Lila itu dengan sedikit tersengal. Lila tahu ibu merasa sakit hati sama seperti yang dirasakannya

"Sebenarnya Dimas hanya menuruti kemauan ayahnya untuk dijodohkan dengan Lila, tapi sekarang ayahnya tidak bisa memaksa kalau Dimas tidak berkenan,"

Ucap Bu Mela dengan mata menyorot tajam pada Lila. Gadis itu menunduk mendapat tatapan yang terlihat tak menunjukkan simpati itu

"Daripada akan jadi bumerang, mending sekarang diselesaikan,"

Lanjut Bu Mela dengan nada mantap, tak terlihat rasa malu atau sesal di wajahnya.

Hati Lila terasa remuk redam.

Lila meremas sisi kain bajunya erat.

Hatinya makin tersayat mendengar setiap alasan yang dikemukan Bu Mela.

Dimas, tidak seharusnya pria itu bersikap seperti seorang pengecut.

Bukankah Dimas dulu yang mendekatinya, menunjukkan rasa sukanya dan menunjukkan itikad baiknya untuk segera meminang.

Dan tiba-tiba saja Dimas tak memberi kabar sama sekali hingga akhirnya ibunya datang sebagai jawaban atas menghilangnya pria sebulan sejak pertunangan mereka.

Lila akhirnya luluh dan berusaha menerimanya sebagai anugerah, ia cinta pertamanya, ia memantapkan hati menerima pinangan pemuda itu meski belum begitu mengenal.

Lila hanya sering melihatnya berada di rumah besar itu. Keluarganya Dimas adalah pendatang baru dan mereka menempati rumah baru yang bagus di kampung kami.

Ia sering terlihat melewati jalan desa, melaju dengan mobil merahnya.

Sosok yang menawan dan seketika menonjol di antara pemuda di kampung kami. Ia memiliki kesempurnaan untuk menjadi sosok ideal yang didambakan para gadis.

Tampan dan kaya. Ia juga telah bekerja di sebuah bank terkenal.

Siapa gadis yang tak tertarik pada Dimas? Lila pun terpikat.

Mungkin Lila yang terburu-buru percaya dan mudah jatuh simpati.

Ia tertipu dan dipermainkan dengan culasnya.

"Baiklah, kami menerimanya,"

Ucap Lila menyudahi perdebatan ibu dan wanita itu.

Ibu menoleh kepada Lila dengan pandangan yang tak terbaca.

Ia tahu ibu ingin mempertahankan sebisa mungkin pertunangan anaknya. Ibu sudah sangat bahagia dan pernikahanpun hampir di pelupuk mata.

"Syukurlah kamu bisa menerima, kamu memang bijaksana, Nak,"

Kata Bu Mela dengan nada datar. Seolah tak ada rasa penyesalan atau rasa bersalah dari wajahnya.

Ibu diam, menatap pasrah, apalagi yang bisa dilakukan kalau pihak laki-laki sudah memutuskan pertunangan kecuali menerima keputusan yang tak adil itu.

"Eem, Karena pertunangan gagal, maka kami minta seserahannya kembali, ya, yang belum terpakai saja. Kalau ada yang sudah terpakai, kami ikhlaskan."

Ucap Bu Mela tenang.

Lila seketika menegakkan badan, rasanya seperti tersetrum aliran listrik ribuan volt. Ia sampai tak bisa berkata apapun.

Lila hanya duduk termangu, hingga ibu tiba-tiba sudah menaruh kotak-kotak hantaran itu di atas meja, dihadapan Bu Mela.

"Ini cincinnya, Bu. Semua masih utuh di tempatnya,"

Kata ibu sambil menyerahkan kotak hantaran itu kepada Bu Mela.

Tentu saja, karena acara lamaran baru sebulan lalu dilangsungkan.

Semua barang, tas, sepatu, baju, hingga kosmetik masih utuh tertata dalam box-box cantik itu.

Bu Mela tersenyum lega mengamati box-box hantaran itu, kemudian ia berpamitan dengan tergesa.

Aku dan ibu hanya diam melihat wanita itu membawa keluar hantaran itu dibantu oleh sopirnya.

Mereka tahu ada tetangga kanan kiri, depan rumahnya yang mengintip dan melihat hantaran itu dibawa keluar kembali dari rumah Lila.

Besok tentu akan menjadi gunjingan dan suara sumbang akan digaungkan pada Lila dan keluarganya

"Ada apa? Kenapa semua hantaran itu dibawa lagi?"

tanya Bibi Marmi, tetangga depan rumah Lila itu berjalan tergopoh memasuki halaman rumah begitu mobil Bu Mega keluar dari halaman rumah kami.

"Lamaran batal, dan hantaran diminta kembali, Dek," tutur ibu pelan tapi membuat Bi Pur tampak terkejut. Mata dan mulutnya terbuka sambil menatap Lila, keponakannya itu.

"Ya, sudah, mungkin belum jodohnya, La," Ucap Bi Pur sambil mengelus bahu gadis itu.

Lila berjalan pelan, telinganya makin jelas mendengar pembicaraan seru dan riuh itu ketika langkahnya makin mendekati warung Bu Sri.

"Iya, pertunangan mereka gagal, putus!"

Seru suara yang dikenalnya itu dengan lantang membuat para ibu penggemar ghibah itu makin antusias saling menyahut dan mengomentari. Lila yakin itu pasti suara Bi Pur, Bibinya.

"Kasihan, ya!"

Hanya satu suara yang terdengar bersimpati pada Lila.

"Terus, gimana? Gagal dong dapat anak orang kaya," Tanya suara yang lain menimpali.

"Ya, iya. Si Lila tuh harus sadar diri, Bu Mela itu tentu tidak akan mau punya menantu anak seorang pembantu,"

Sahut suara lain dengan jujurnya.

"Iya juga, apalagi Bu Mela itu keturunan orang terhormat, ya," Ucap Bu Sri, sang empunya warung menimpali.

"Nah, Dimas mencari jodoh juga wanita yang sebanding dengan dirinya," Ucap seorang ibu makin membuat ajang ghibah itu semakin panas.

"Kabarnya begitu, Dimas itu tidak mau dijodohkan dan memilih akan menikahi gadis yang sederajat dengan dirinya, kaya, pendidikan tinggi dan punya pekerjaan tetap." Sahut suara lain menimpali dengan bersemangat.

"Wah, bisa itu jadi mantu saya saja, Sari itu PNS dan sarjana pula!"

Dari jauh Lila mengenali suara yang menyebut nama Sari itu. Siapa lagi wanita yng mempunyai anak bernama Sari dikampung itu selain Bi Pur, bibinya.

Lila berbalik arah, menahan gemuruh di dadanya, dan memilih kembali pulang ke rumah. Ia sudah tidak berminat lagi untuk berbelanja di warung yang ramai dengan ibu-ibu kampung yang sedang bergosip tentang dirinya itu.

***

"Kamu baru pulang, Nak?" Tanya Bapak menyambut begitu Lila memasuki rumah.

"Iya, Pak." Jawab Lila pelan sambil mendekati bapak.

Matanya menatap sesuatu yang dipegang oleh Bapak.

"Undangan siapa itu, Pak!" Tanya Lila penasaran. Tiba-tiba ia ingat rencana pernikahannya sendiri yang telah batal.

"Duduk dulu!" Titah bapak sambil meletakkan tubuhnya di kursi tua itu. Lila memilih duduk di hadapan Bapak.

Ibu muncul dari ruang belakang sambil membawa mug stainles legendaris berisi teh panas untuk bapak.

"Tadi Bi Pur sekeluarga kemari, ia mengundang kita ke acara pernikahan Sari minggu depan,"

Terang bapak dengan suara berhati-hati.

"Sari menikah? Kok mendadak sekali, kok enggak ada gembar-gembor seperti biasanya!"

Tanya Lila kemudian tersenyum pelik sambil menutup mulut.

Merasa ia telah berkomentar nyinyir tentang sepupunya itu.

"Itu undangannya, Pak?"

Tanya Lila cepat, Bapak mengangguk sambil menyerahkan undangan kearahnya.

Dengan cepat ia mengambil kertas tebal berwarna merah marun itu.

"Dimas?"

Gimam Lila membaca nama di kertas undangan itu dengan suara tercekat.

Dimas Anggara, putra Bapak Hardjono Suseno dan ibu Mela Suseno.

Sudah sangat jelas, Dimas siapa yang namanya tercetak diundangan sebagai calon suami Sari, sepupunya.

"Iya, Sari akan menikah dengan Dimas."

"Padahal pria itu baru dua bulan memutuskan pertunagan dengan kamu, kini ia sudah akan menikah dengan Sari," sambung ibu dengan nada marah.

Lila meletakan undangan itu begitu saja di meja. Ia merasa ada yang mengganjal di dadanya hingga membuatnya terasa sesak.

Ada yang patah di sana, dan pupus sudah harapan yang diam-diam disimpan Lila untuk Dimas.

Inilah alasan Dimas menghilang begitu saja sejak pertunangan mereka batal.

"Aku tidak akan datang ke pernikahan mereka,"

Gumam Lila dengan suara bergetar.

"Kita datang saja, Nak. Dia juga saudara kita, Sari adalah sepupumu."

Ucap bapak pelan sambil menatap sendu wajah putrinya.

"Kita datang saja. Tunjukkan kamu bisa tegar di hadapan mereka," seru ibu dengan amarah yang tertahan.

Ibu, gampang sekali beliau berkata begitu. Bagaimana jika anak gadisnya ini tak mampu menahan diri melihat ritual upara pernikahan yang tentu akan membuat baper itu.

"Ibu akan mencarikan kamu jodoh yang lebih segalanya dari Si Dimas itu," seru ibu bersemangat, membuat Lila wajah Lila semakin kuyu mirip tisu toilet.

"Ayo, kita ke rumah mbak Zahra sekarang. Ibu akan minta ia menyulap kamu jadi Lutuna saat pernikahan Dimas nanti."

Ucap ibu sambil berdiri.

"Luna Maya, Bu!" Ralat Lila mengkoreksi ucapan ibu.

"Ya, dia, Luna yang itu!" seru ibu berapi-api.

Bahu Lila merosot seketika.

"Sudah sana, berangkat sama ibu ke salon. Biar kamu bisa segera dimodif sama Mbak Zahra." titah bapak sambil merogoh dompetnya.

"Memang Lila ini motor CB, pakai dimodif segala."

Keluh Lila sambil berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

"Pak, kalau bisa kita segera mencari pria yang bisa digandeng Lila saat pesta pernikahan Sari dan Dimas nanti," bisik ibu sambil melirik ke arah pintu kamar Lila yang tertutup.

"Kira-kira siapa?"

Tanya bapak sambil menatap ibu dan seketika ibu hanya mengangkat bahu dengan lesu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status